Waris Husein, Walikota Samarinda dengan Kemampuan Lebih

aa
Haji Abdul Waris Husein

HAJI ABDUL WARIS HUSEIN, itulah nama lengkapnya. Tapi masyarakat lebih fasih memanggilnya Waris Husein, dan ada pula yang memanggilnya lebih singkat, Pak Waris. Pria kelahiran Muara Badak pada 10 Juni 1944, kemudian menjadi walikota ke-VI Samarinda ini selama 10 tahun, mulai  tahun 1985-23 November 1995 ini berpulang ke rahmatullah, Kamis malam , 26 Juli 2018 sekitar pukul 23.25 Wita  dalam usia 74 tahun setelah dirawat beberapa bulan di RS Abdul Wahab Sjahranie, pada esok harinya Jumat, 27 Juli dimakamkan di TMP Kesuma Bangsa Samarinda.

Saya sebagai wartawan, saat itu di Surat Kabar Harian “ManuntunG” kini Kaltim Post, tidak begitu kenal dekat sebab,  pos liputan saya di Pengadilan Negeri Samarinda, sedangkan pos liputan di Balai Kota ditugaskan kepada  Sumurung Basa Silaban, sehingga saya hanya memantau dari “jauh” kepemimpinan Pak Waris.

Meski demikian, sesekali saya juga mencermati dan mengkritisi kebijakan Pak Waris dari sisi hukum dengan menggunakan nara sumber Advokat Augustinus Temarubun dan Dahri Yasin. Aspek  yang saya kritisi adalah perlindungan hukum akan hak-hak masyarakat oleh Pemerintah Kota Samarinda. Misalnya, jatuhnya korban anak-anak di jalan yang berlobang di Jembatan I Selili saat Pak Waris menjadi wali kota.

Supaya berita berimbang, apa yang dikritisi Augustinus Temarubun dan Dahri Yasin, saya berikan juga ruang ke Pak Waris menanggapi dan untuk itu, tentu saja saya harus menemuinya dan Pak Waris memberikan klarifikasi dan menjelaskan berbagai hal terkait dengan topik berita yang akan saya tulis.

Kesan saya terhadap Pak Waris setelah bertemu adalah, orangnya terbuka dan tidak alergi dikritik, mempunyai kemampuan lebih dalam memimpin, menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan. Latar belakangnya dari keluarga sederhana dari desa Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara menjadikannya mudah bergaul dan memahami aspirasi masyarakat, dan tidak pernah kehilangan “akal” berkomunikasi dengan siapa saja.

Pak Waris saya anggap punya kemampuan lebih, karena mengenalkan konsep pembangunan, pemerintah bermitra dengan swasta di Pembangunan Pasar Rakyat “Citra Niaga” yang meraih penghargaan Aga Khan Award. Kemudian Pak Waris juga berjasa dalam program, membersihkan sisi Sungai Mahakam dibagian kota mulai dari Jalan Gajah Mada hingga Jalan Slamet Riyadi dari permukiman warga. Warga yang harus pindah mendapatkan rumah dan tanah pengganti di Perumahan Griya Tepian Lestari di Jalan Untung Suropati, Sungai Kunjang. Pak Waris jugalah yang menghapuskan becak di Samarinda.

Aslinya Pak Waris yang berdarah Mandar, kini masuk dalam wilayah Provinsi Sulawesi Barat adalah seorang  pegawai negeri sipil (PNS) karier dengan masa remaja yang gigih bersekolah. Untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP dan SMA di Samarinda, Pak Waris sudah harus berpisah dengan orang tuanya. Kemudian melanjutkan pendidikan di Jurusan Sospol Universitas Hasanuddin di Makassar.

Meski  Pak Waris tidak mengenal dekat saya, termasuk nama saya yang agak sulit dilafalkan, termasuk dituliskan dengan benar oleh banyak orang, Pak Waris selalu menghapal dengan baik muka saya, sehingga saling tegur sapa dari Pak Waris masih saya rasakan saat ketika dia menjadi Assisten Sekdaprov Kaltim Bidang Kesra maupun anggota DPRD Kaltim 2004-2009 dai Partai Patriot. Kalau bertemu dengan saya, Pak Waris masih meluangkan waktu beberapa menit untuk bertanya tentang aspirasi masyarakat, termasuk hal-hal yang sedang dijadikan topik pembicaraan di masyarakat.

“Ramai pemberitaan, apa sebetulnya yang tengah berlangsung atau terjadi tentang …..”. Pertanyaan yang  paling sering disampaikannya kalau bertemu dengan saya. “Oh begitukah latar belakang masalahnya”. Juga kalimat yang paling sering disampaikan sebelum dia mengakhiri komunikasi.

Terlepas dari persoalan Pak Waris sebagai pejabat publik, tapi saya lebih senang mengatakan dia adalah seorang flamboyan dalam artian sesungguhnya karena sangat menjaga dan memperhatikan penampilan, berpakain begitu sangat rapi, sehingga terlihat dandy atau modis, sehingga mudah dikenali meski sedang dalam kerumunan orang banyak..

Ciri-ciri dari sekian banyak ciri-ciri yang melekat pada diri Pak Waris dan itu membuat orang menyeganinya adalah, punya kemampuan lebih dibandingkan orang lain pada umumnya dalam hal mengolah kata-kata menjelaskan suatu masalah dan sangat luwes berkomunikasi dengan berbagai kelompok masyarakat.

Latar belakangnya sebagai seorang PNS, juga saya lihat membuat Pak Waris sangat teliti dalam menggunakan kosa kata bila diwawancarai maupun bicara di forum-forum resmi untuk menghindari terjadinya mispersepsi tentang apa yang diomongkannya. Hal itu yang paling saya suka dari Pak Waris.

Selepas menjadi anggota DPRD Kaltim tahun 2009, Pak Waris tidak sepenuhnya pensiun karena masih mau meluangkan waktu aktif di organisasi Dewan Pendidikan Kaltim. Pak Waris juga memantau perkembangan kekinian dan berkomunikasi dengan masyarakat lewat akun media sosialnya, Facebook dan nomor teleponnya tetap 081620xxxx yang paling mudah dihubungi.

Pokok-pokok pikirannya yang terakhir yang dibicarakannya dengan saya adalah ketika masih menjadi anggota DPRD Kaltim, yakni minimnya perhatian dan belum ada konsep pembangunan pemerintah daerah untuk para lansia. “Anda kan tahu, pemerintah meningkatkan terus IPM (Indek Pembangunan Manusia), di Kaltim sudah di atas angka 70 tahun, masalahnya, mana program pemerintah untuk orang memasuki umur 60-70 mau diapakan pemerintah,” kata Pak Waris.

Selamat jalan Pak Waris, saya doakan semua amal baik Pak Waris mendapat ganjaran setimpalan dari Allah SWT, salah dan kilaf Pak Waris diampuniNya, seluruh keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan kesabaran. (Intoniswan)