Wisata Bali Terimbas Pandemi, Ada yang Bunuh Diri Karena Stres

Area terminal kedatangan di Bandara Internasional Ngurah Rai, Rabu 16 Maret 2022 (Foto : niaga.asia)

DENPASAR.NIAGA.ASIA – Bali memang jadi primadona wisata baik turis domestik maupun mancanegara. Sekitar dua tahun pandemi berdampak signifikan bagi kunjungan turis. Bahkan ada warga Bali yang bunuh diri karena stres.

niaga.asia berkesempatan berkunjung ke Bali, sebagai salah satu peserta Media Gathering Pertamina Kalimantan yang digelar 16-18 Maret 2022.

Redupnya pariwisata pulau Dewata hampir dua tahun pandemi itu ikut dirasakan salah seorang pemandu wisata Bali, Ni Kadek Santi (27), gadis asal Gianyar, Bali.

“Pariwisata turun hingga 70 persen. Apalagi Bali memang mengandalkan pariwisata sebagai penggerak utama ekonomi. Jadi, pandemi memang sangat terasa sekali,” kata Santi, saat berbincang bersama niaga.asia di kawasan resto Pantai Jimbaran, Bali, Rabu malam.

Santi sudah 8 tahun ini jadi pemandu wisata. Dia memiliki kemampuan berkomunikasi tiga bahasa Inggris, Korea dan Jepang. Karena pekerjaannya itu dia 6 tahun ini tinggal di Denpasar.

“Turunnya kunjungan turis itu sejak awal pandemi 2020, sekitar Maret,” ujar Santi.

Tari Kecak yang dihadirkan dari kawasan Pura Uluwatu, Bali, Rabu 16 Maret 2022. Di masa sebelum pandemi turis yang datang membludak. Mereka juga ingin melihat keindahan sunset di selat Bali. (Foto : niaga.asia)

Kegiatan vaksinasi COVID-19 yang dikampanyekan pemerintah sejak Februari 2021 membuat turis kembali mengunjungi Bali. Memang, mulai saat itu belumlah berdampak bagi kunjungan turis karena setiap pengunjung diwajibkan mengantongi hasil negatif Polymerase Chain Reaction (PCR).

Menyusul tingginya angka vaksinasi hingga tahun ini, pemerintah mulai melonggarkan kebijakan dengan menghapus tes antigen dan PCR bagi pengguna transportasi udara, darat dan laut mulai 8 Maret 2022.

Namun dengan catatan itu hanya berlaku bagi mereka yang sudah divaksinasi dosis lengkap atau dua dosis.

“Benar. Mulai vaksinasi pertama, sampai sekarang tidak pakai hasil antigen dan PCR, Bali mulai ramai lagi kunjungan turis,” terang Santi.

Selama menjadi pemandu wisata, Santi pernah mendampingi turis selama 3 hari 2 malam dengan mengunjungi 10 tempat wisata di Bali. Santi pun berbagi hal paling mengesankan dan momen menyedihkan selama menjadi pemandu wisata.

“Yang mengesankan, saya pernah dikasih kesempatan memimpin doa secara agama Hindu. Karena waktu itu, ada turis beragama lain. Nah saya diberi kesempatan itu. Buat saya itu berkesan sekali,” jelasnya.

Rombongan Media Gathering Pertamina Kalimantan saat santap malam di pantai Jimbaran, Rabu 16 Maret 2022. Kawasan itu jadi salah satu tempat favorit bersantap malam para turis (Foto : niaga.asia)

Di sisi lain, yang juga tidak bisa dilupakan Santi, dia sempat dikira bukan pemandu wisata resmi karena tidak memiliki tanda pengenal, sehingga membingungkan turis yang dia pandu.

“Memang ada tour guide tidak resmi. Dan saya sempat dikira bukan tour guide tidak resmi,” jelas Santi.

Bunuh Diri Karena Stres

Pelaku ekonomi pariwisata lainnya, Sidiq (44), seorang sopir travel juga mengutarakan yang sama. Dari hulu ke hilir Bali memang mengandalkan pariwisata. Ketika tidak ada yang berkunjung ke Bali, di situlah kemudian pelaku wisata kolaps. Seperti pertokoan di kota Denpasar.

“Karena pasarnya itu kan wisatawan. Juga rumah makan, pusat oleh-oleh dan art shop. Ketika tidak ada yang datang ke Bali, ya otomatis tidak ada yang belanja,” kata Sidiq, Jumat.

“Apalagi kami, pelaku pariwisata langsung tidak ada yang memakai jasa kami, ya tidak ada penghasilan lagi,” ujarnya.

Lantas, apakah sepanjang tahun 2020 dan 2021 lalu, pernah mendapatkan bantuan modal dari pemerintah?

Hiburan musik dari anak muda Bali di kawasan pantai resto Jimbaran (Foto : niaga.asia)

“Mohon maaf, mungkin itu ada. Tapi secara umum kami belum pernah dapat. BLT (Bantuan Langsung Tunai) atau apa itu. Mungkin ada teman-teman yang dapat,” ujarnya.

Mensiasati anjloknya kunjungan wisatawan ke Bali, Sidiq dan rekannya pun sempat melakoni usaha lainnya agar memiliki penghasilan.

“Umumnya kita ambil yang bisa kita kerjakan. Seperti berjualan tisu. Iya, melakukan usaha berjualan yang lain,” ungkapnya.

“Seperti saya kemarin. Kalau hanya berdiam diri, meratapi malah jadi stres. Malah ada beberapa kali terjadi bunuh diri di awal 2021 lalu karena himpitan ekonomi. Faktanya seperti itu,” jelasnya.

Di tengah kondisi sulit, Sidiq sebelumya sempat mendapatkan potensi pekerjaan yang menghasilkan agar tidak terus tersandera persoalan ekonomi karena lesunya bisnis pariwisata.

“Kebetulan ada orang minta tolong pindahan kantor, pindahan rumah, ini peluang kita buat divisi moving service atau jasa pindahan. Itu cukup membantu kita untuk bertahan. Iya, setidaknya itu yang saya lakukan,” jelas Sidiq lagi.

“Karena di Denpasar misalnya, pendatang yang tidak bisa bekerja lagi ya di antaranya pulang kampung, atau pindah ke daerah lain. Banyak yang begitu,” sebutnya.

Salah satu kawasan pusat oleh-oleh di Jalan Raya Kuta, Jumat 18 Maret 2022. Di kawasan itu terdapat Toko Joger Bali yang ramai dikunjungi wisatawan yang ingin berbelanja oleh-oleh (Foto : niaga.asia)

Namun demikian, situasi perlahan mulai berubah. Di mana, saat ini pariwisata Bali mulai kembali ramai.

Alhamdulillah, akhir Desember 2021 kemarin ada pergerakan tamu domestik mulai berdatangan. Terlebih lagi sekarang aturan wajib antigen dan PCR dicabut, Bali sudah mulai ramai. Mestinya memang sudah dibebaskan soal aturan itu,” demikian Sidiq.

Penuturan kedua pelaku bisnis wisata, Ni Kadek Santi dan juga Sidiq itu setidaknya menggambarkan kondisi Bali selama pandemi.

Tidaklah berlebihan. Sebab pengamatan niaga.asia selama kunjungan kali ketiga ke Bali di masa pandemi saat ini, di mana dua kunjungan sebelumnya dilakukan di masa sebelum pandemi, kondisinya memang demikian.

Di beberapa ruas jalan di malam hari saat ini di Denpasar misalnya, turis asing yang lalu lalang di ruas jalan tidak seramai momen sebelum pandemi. Nyaris sepi. Pertokoan, perhotelan, tidak sedikit yang tutup. Seperti yang juga terlihat di kawasan Kuta dan Legian. Bahkan kini, pertokoan yang masih beroperasi terpaksa tutup pukul 21.00 WITA.

“Memang pertokoan tutup jam 9 malam. Selain juga aturan dari Pemda, juga toko tidak ada pengunjungnya,” demikian Sidiq.

Penulis : Saud Rosadi | Editor : Saud Rosadi

Tag: