Cerpen Karya: Efrinaldi

Padang Kandi berselimut kabut pagi itu. Nyiur di samping rumahku seolah kedinginan dalam diam. Burung balam terbang dan hinggap di pohon kelapa. Ayam terlihat telah mulai mencari makan dekat pekarangan rumah tetangga sebelah. Matahari bersinar lembut.
Aku berdiri di depan pintu. Mengarahkan pandangan ke jalan depan rumah. Kulihat Rosma berjalan ke arah rumahku. Di tangannya ada sekitar sepuluh lukah (alat penangkap belut).
“Rosma, dari mana?” tanyaku.
“Baru pulang dari sawah, mengambil lukah.” kata Rosma sambil tersenyum.
“Dapat banyak belutnya?” tanyaku.
“Lumayan. Ada 19 ekor.” jawab Rosma sambil mengacungkan belut hasil tangkapannya.
“Alhamdulillah “ kataku berucap syukur.
Rosma tersenyum. Senyumnya memang indah, membawa kedamaian bagi orang yang melihatnya. Matanya berbinar kalau berbicara. Dia menatap mata lawan bicaranya.
“Berapa hasilnya itu kalau telah dikeringkan?” tanyaku lebih lanjut.
“Kira-kira tiga puluh ribu rupiah.” jawab Rosma.
“Alhamdulillah. Banyak itu! “ kataku.
“Cukup untuk pembeli lauk, cabe dan garam. Malah masih bersisa uangnya untuk keperluan lain.” jelas Rosma.
Aku termangu. Sejenak kemudian Rosma telah berlalu, hilang dari pandanganku.
*
Rosma adalah tetanggaku. Sejak muda tinggal di kampung. Dia sekolah cuma sampai kelas lima SD. Menikah di usia belasan tahun. Suaminya petani. Kehidupan pedesaan benar-benar mendarah daging dalam dirinya.
Dia bersama suami berhasil menyekolahkan anak-anaknya sampai tamat SLTA dan membangun rumah permanen yang layak. Dia tidak membeli beras, sebab cukup dari sawah olahannya sendiri.
Dia suka mencari paku di sungai, tutut di sawah, dan memakan sebagian belut hasil tangkapannya tiap hari. Dia juga memasak sayur mayur yang ditanam di kebun dekat rumahnya.
Selain menangkap belut, dia juga sering kerja paruh waktu di dapur Ganepo. Ganepo adalah snack dari singkong, diiris berbentuk dan sebesar dadu, digoreng, kemudian dibumbui.. Banyak dapur Ganepo di kampung kami.
*
“Hoi …, Rosma!” Terdengar teriakan istriku dari arah dapur.
“Ya, Kak!” jawab Rosma.
Aku pun ingin tahu apa gerangan urusan mereka. Aku pergi ke arah dapur, mendekati mereka. Mereka bercakap-cakap di halaman belakang dekat dapur.
“Rosma, kakak butuh bantuanmu.” kata istriku.
“Ya, Kak. Apa yang bisa saya bantu?” jawab Rosma.
“Kakak ingin memasak gulai tutut. Mau Rosma mencarikan tutut di sawah buat kakak?” kata istriku.
“Baik, baik, Kakak. Berapa banyak dibutuhkan?” tanya Rosma.
“Cukup tiga gelas saja.” kata istriku.
Aku pun berlalu. Aku tidak mau tahu apa transaksi mereka setelahnya. Melewati ruang tengah, aku melihat Faiz sedang salat. Dia memang rajin salat dhuha.
Aku menuju meja laptop-ku. Aku duduk di kursi. Kupastikan diriku duduk dengan posisi punggung tegak agar kesehatan punggungku terjaga selama menggunakan laptop. Laptop aku nyalakan, dan mulailah aku bekerja sebagai penulis cerpen di surat kabar online, yang ditayangkan tiap hari Sabtu dan Minggu.@
Tag: Cerpen