Faiz Menyempurnakan Salat

Cerpen Karya : Efrinaldi

Faiz.

Yang paling ditekankan ibuku dulu waktu kecil adalah tegakkan salat. Sewaktu subuh dan dan isya ibu selalu memastikan kami menegakkan salat. Di waktu lain ibu tahu kami jarang meninggalkan salat.

Sewaktu anak-anakku lahir hal itu juga kulakukan. Putriku Bella termasuk mudah bagi kami menyuruhnya salat secara teratur. Bella termasuk anak yang patuh dan shalehah.

Berbeda dengan Faiz, kami memerlukan usaha keras karena dia sulit diajarkan untuk mengerjakan salat dengan benar. Sejak dia menyandang autisme, maka perlu kami datangkan guru agama untuknya sejak dia duduk di bangku kelas satu SD.

Faiz diajarkan salat selain membaca Al-Quran. Sewaktu Faiz kelas tiga SD, Faiz telah pandai salat dan membaca Al-Quran.

 

Namun, Faiz mengerjakan salat dengan tidak konsentrasi. Perhatiannya suka beralih-alih. Ketika salat dia suka menoleh ke kanan dan kekiri. Lebih parah lagi, dia bisa mengerjakan hal lain seperti berhenti dan minum air selagi dia mengerjakan salat. Walau kami telah ingatkan kalau itu tidak boleh, tetap saja dia tidak berubah. Akhirnya kami maklumi saja tabiatnya itu.

Dia sekolah di SD bernuansa Islami. Seperti murid-murid lain, dia mengerjakan salat dhuha selain salat wajib zuhur di sekolah. Kebiasaan itu berlanjut sampai dia sekolah SMP di yayasan yang sama.  Kalau dia libur, dia tidak meninggalkan kebiasaannya salat dhuha di rumah.

Sewaktu salat Jumat di lingkungan perumahan kami, kalau dia libur sekolah, kebiasaan Faiz berubah sewaktu salat membuat orang di dekatnya tentu agak terganggu. Namun, lama kelamaan masyarakat paham juga kondisi Faiz.

Setelah aku pergi umrah, aku mendapat ajaran menegakkan slat sunat mutlak, yaitu salat sunat dua rakaat dan bisa diulang-ulang semampunya di siang hari atau malam kapan saja. Ini ditiru Faiz, sehingga Faiz sering mengerjakan sulat sunat mutlak siang maupun malam.

Kini Faiz telah berusia 24 tahun. Aku kembali memikirkan cara Faiz salat yang tidak konsentrasi itu. Akhirnya aku kembali melatihnya salat. Mulai gerakan, bacaan dan sayart dan rukunnya.

Faiz hafal semua hal itu, namun sering tidak dilaksanakan dengan sempurna. Misal, dia sering tidak membaca apa-apa selagi salat, hanya sekedar gerakan salat saja.

Aku mulai menuntunnya lagi salat dari awal sampai akhir, dengan menyuruhnya mengeraskan bacaan. Kalau dia tidak membaca-apa-apa aku ingatkan.

Lebih awal, dia juga suka berwudhu super kilat. Ini juga kuajar ulang cara wudhu yang sempurna.

Faiz anak yang patuh dan baik.  Keterbatasannya pada autismenya, sulit konsentrasi pada suatu aktifitas itu lah  yang menyebabkan Faiz salat tidak sempurna.

Untuk membuatnya sadar bahwa salat itu harus dilakukan dengan tenang, maka aku akhir-akhir ini sering mengajaknya salat berjamaah, baik di rumah maupun di masjid.

Suatu hari aku memperhatikan Faiz berwudhu. Dia membasuh mukanya hanya sekali dan  secara kilat membasuh tangannya selayang saja, tidak sempurna sampai ke siku. Aku langsung menyuruhnya memulai wudhu kembali sejak awal.

“Faiz, pelan-pelan ya, Sayang! Wudhu itu harus sempurna seperti Faiz telah diajarkan,” kataku.

“Iya, Papa,” kata Faiz cepat.

“Coba mulai membasuh tangan!” perintahku.

Faiz membasuh tangan, kemudian melanjutkan berkumur-kumur. Tetapi kemudia dia langsung membasuh mukanya.

“Faiz, hirup dulu air ke hidung!” perintahku.

Faiz  menghirup air ke hidungnya.

“OK! Sekarang ulangi lagi dari awal, Faiz!” perintahku.

Faiz mengulangi wudhunya, sambil aku berikan petunjuk dengan isyarat. Akhirnya Faiz bisa berwudhu dengan sempurna.

“Sekarang Faiz salat!” perintahku.

Faiz membentangkan sajadah. Sedikit miring ke kiri, maka aku ingatkan agar arah sajadahnya dibenarkan. Faiz membenarkan arah sajadah.

Faiz mulai salat. Setelah takbir, Faiz tidak membaca apa-apa. Aku ingatkan agar membaca bacaan salat. Faiz kemudian membacanya dengan berbisik.

Tiba-tiba Faiz menoleh ke kiri. Aku ingatkan; “Faiz, selagi slat tidak boleh menoleh ke sana ke mari!”

Faiz kembali konsentrasi salat. Kemudian aku pandu terus sampai dia mengerjakan salat lengkap membaca semua bacaan salat. Alhamdulilah, Faiz salat dengan lebih baik walau dalam panduanku.

Suatu hari aku kewalahan juga menertibkan slaat Faiz, sampai istriku kemudian menenangkanku,

“Sudahlah, Uda. Faiz belum akil balik. Dia mau salat begitu saja sudah pantas kita syukuri.”

Aku membenarkan perkataan istriku. Semoga salat Faiz diterima Allah sengan segala keterbatasannya itu.

Semoga Faiz menjadi penghuni surga kelak. Aamiin …!@

Tag: