Cerpen Karya: Efrinaldi

“Apa yang paling menyakitkan bagi Uda?” tanya istriku.
“Diabaikan,” jawabku singkat.
“Berarti Uda orang yang haus perhatian,” kataku istriku seperti menggoda.
“Bukan begitu. Maksudnya, sangat menyakitkan bagi Uda bila ada atau tidak adanya Uda sama saja,” jawabku.
“Jadi Uda ingin keberadaan Uda diakui orang?” selidik istriku
“Yak, itu dia!” jawabku.
“Itu sih mudah dijelaskan. Uda butuh pengakuan dan penghargaan,” kata istriku menyimpulkan.
“Benar, itulah kebutuhan manusia umumnya. Maslow telah menjelaskan jauh-jauh hari.” kataku berlagak orang terpelajar.
“Tetapi Uda sebenarnya lebih dari itu, Uda telah mencapai tahap kebutuhan aktualisasi diri. Ini bersumber dari kebutuhan akan eksistensi,” jelas istriku.
*
Orang tergerak untuk memenuhi kebutuhannya. Itu manusiawi. Namun sebenarnya itu belum cukup. Ada esensi yang lain yang hendaknya dicapai oleh manusia, yaitu mencapai spiritualitas tinggi dalam hidupnya. Bahwa manusia diciptakan Allah untuk beribadah dan menjadi khalifah di muka bumi. Ini sejalan dengan tujuan manusia untuk selamat dan bahagia dunia akhirat.
Menjadi khalifah adalah menjadi pemimpin di muka bumi. Mengolah bumi untuk kemaslahatan orang banyak. Manusia hidup bukan sekedar untuk dirinya, tetapi lebih dari itu, yaitu untuk berbuat baik pada sesama manusia dan makhluk lainnya.
Manusia juga beribadah; ibadah vertikal pada Yang Maha Pencipta dan ibadah horizontal, yaitu berbuat kebaikan sesama makhluk. Beribadah berakar dari keimanan dan dijelmakan dengan perbuatan. Setiap perbuatan mengikuti cara demikian akan berbuah pada amal shaleh.
*
Aku tercenung beberapa waktu. Istriku menghampiriku. Dia memelukku dan berkata,
“Uda memang hebat! Uda paham apa apa yang Uda lakukan sampai ke filosofinya,” kata istriku.
Aku tertawa lebar. Istriku sepertinya tahu kalau aku butuh pengakuan. Biar saja lah. Aku manusia biasa!
Aku menarik tangan istriku. Menatapnya dan berkata,
“I love you, Mom!” kataku
“I love you too,” jawab istriku.
*
Istriku membawa ibu kami ke luar rumah dengan kursi roda. Terlihat rona wajah istriku bahagia. Beruntunglah dia, memiliki ladang ibadah di masa mulai menua ini. Dia berkesempatan merawat ibu yang sangat membutuhkan.
Suara balam bersekutu di pohon kelapa di depan rumah. Burung pipit terbang berkelompok dari pohon cengkeh. Sore itu langit cerah, namun matahari tidak terasa panas lagi. Tiba-tiba ada sekawanan anak kecil datang menuju halaman rumah. Mereka kemudian bermain pasir. Kedamaian terasa merasuk ke dalam sanubariku.
Alhamdulillah!
Tag: Cerpen