BRASILIA.NIAGA.ASIA — Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan urgensi untuk mempercepat penyediaan vaksin Tuberkulosis (TBC) baru. Budi yakin vaksin TBC dapat menjadi solusi perlindungan yang ekonomis dan bermanfaat bagi masyarakat, termasuk mengurangi dampak ekonomi akibat biaya perawatan kesehatan dan kehilangan produktivitas.
“Apabila eliminasi TBC ingin dicapai pada 2030, kita hanya memiliki 3 tahun untuk mengembangkan vaksin TBC agar dapat mulai digunakan di 2028. Pengembangan vaksin harus dilakukan secara fokus,” kata Menkes Budi dalam acara ‘Stop TB Partnership (STP) Board Meeting ke-37’ di Kota Brasilia, Brazil, seperti dilansir laman Kementerian Kesehatan, Jumat 9 Februari 2024.
Menteri Budi sebagai board member dari negara yang terdampak TBC, juga menyampaikan gagasannya untuk meyakinkan seluruh anggota negara G20 agar melakukan investasi memadai, sehingga vaksin TBC tersedia dalam tiga tahun mendatang.
Saat ini, vaksin TBC yang tersedia adalah vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG). Vaksin BCG memberikan perlindungan parsial untuk mencegah TBC yang berat pada bayi dan anak usia dini, tetapi tidak cukup untuk melindungi anak dan orang dewasa dari TBC.
Pengembangan vaksin TBC yang efektif untuk semua usia, terutama untuk anak dan orang dewasa, diperlukan untuk mencapai 90% penurunan insidens dan 95% penurunan kematian akibat TBC. Vaksin TBC juga berpotensi untuk menahan penyebaran TBC resisten obat, yakni jenis tuberkulosis yang tidak merespons pengobatan standar yang umumnya efektif untuk mengobati infeksi tuberkulosis.
Saat ini, beberapa kandidat vaksin TBC yang sedang dikembangkan memiliki potensi untuk mencegah penyakit TBC pada anak dan orang dewasa, menggantikan atau menguatkan vaksin BCG, mencegah kekambuhan pada pasien yang telah menyelesaikan pengobatan, atau memperpendek durasi pengobatan.
Indonesia sendiri aktif berkontribusi dalam tiga uji klinis kandidat vaksin TBC. Pertama adalah vaksin yang dikembangkan Bill & Melinda Gates Foundation (BMGF). Vaksin yang awalnya dikembangkan oleh perusahaan farmasi asal Inggris, GSK, ini memanfaatkan protein rekombinan. Untuk pengembangan vaksin ini, telah dilakukan penelitian epidemiologi di Indonesia yang mengungkapkan lebih dari 30% populasi sampel dalam penelitian ini mungkin telah terinfeksi TBC.
Kedua, vaksin yang dikembangkan melalui kerja sama perusahaan farmasi asal China, CanSinoBio, dan perusahaan biofarmasi asal Indonesia, Etana. Pengembangan vaksin ini menggunakan vektor virus dan sedang uji klinis fase pertama.
Ketiga, vaksin yang dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi asal Jerman, BioNTech, dan perusahaan farmasi asal Indonesia, Biofarma. Pengembangan vaksin ini menggunakan teknologi mRNA dan saat ini sedang penjajakan untuk lokasi uji klinis fase 2 di Indonesia.
“Saya percaya dengan investasi ini kita tidak hanya akan menyelamatkan nyawa, namun juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang” demikian Budi Gunadi Sadikin.
Sumber : Humas Kemenkes | Editor : Saud Rosadi
Tag: KesehatanTBCTuberkulosis