Dosenku Baik Sekali

Cerpen Karya: Efrinaldi

Ilustrasi

Aku menjadi mahasiswa di tahun 80-an. Aku kuliah di ITB, kampus kesohor dan mahasiswanya terkenal kritis pada pemerintahan pada masa itu. Sebagai anak Minang tembak langsung, artinya sampai tamat SMA tinggal di ranah Minang dan masuk kota Bandung ketika masuk ITB. Aku dibekali penataran P-4 25 jam oleh kampus sewaktu masuk ITB. Tetapi kemudian aku bersentuhan dengan kehidupan kampus dengan aktifis anti pemerintahan di masa itu, yaitu Orde Baru.

Tahun pertama aku masuk unit kegiatan mahasiswa Unit Renang dan Polo Air dan satu lagi unit tempat bersarangnya aktifis kampus yaitu PSIK (Perkumpulan Studi Ilmu Sosial dan Kemasyarakatan). Dalam kegiatan sering kedatangan bintang tamu para mantan aktifis yang sudah tamat kuliah. Tahun pertama membuat aku terkesima menjadi aktifis.

Tahun kedua aku menjadi Ketua perpeloncoan mahasiswa adik kelas. Mulailah aku ditandai sebagai mahasiswa yang suka gerakan yang tidak direstui kampus oleh beberapa dosen senior. Sewaktu aku mengumpulkan adik kelas di lapangan bola, datanglah Ketua Jurusan “menangkap” kami gara-gara melakukan kegiatan yang dilarang pihak penguasa kampus. Kami disuruh berbaris kemudian dipotret, sebagai bukti kami telah melakukan kegiatan dilarang kampus.

Namun, tidak semua dosen menekan kami yang memilih jadi aktifis. Aku sangat terkesan dengan Ibu Dessy (bukan nama sebenarnya). Beliau dosen muda, belum memegang mata kuliah, baru sebagai pendamping dosen senior mengajar.

Walau beliau hanya beberapa jam mengajarku dalam tiap mata kuliah yang beliau ikut mengajar, aku sangat terkesan dengan beliau yang sangat baik hati, suka tersenyum, ramah dan berempati pada mahasiswa. Mahasiswa dianggapnya sahabat.

Ketika aku mengadakan kegiatan kemahasiswaan, Ibu Dessy suka menanyakan kesiapan urusan mahasiswa dalam .kegiatan kemahasiswaan.

Suatu kali beliau bertanya, “Epi, bagaimana persiapan konsumsinya?”

“Insya Allah sudah siap, Bu,” jawabku.

“Apa saja menunya?” Tanya beliau.

“Ada dua auk, satu sayur dan buah, Bu,” jawabku.

Bu Dessy tersenyum.

“Semoga sukses ya acaranya!” ujar beliau.

“Terima kasih, Bu,” jawabku.

Ketika aku mengerjakan penelitian skripsi, aku bekerja di laboratorium tempat beliau bekerja sehari-hari. Beliau suka menanyakan perkembangan penelitianku. Selalu saja Bu Dessy  menanggapi dengan perkataan menyemangati dibarengi senyuman ramah.

Telah sepuluh tahun aku tamat kuliah, aku dapat undangan dari Bu Dessy untuk menghadiri orasi ilmiah terbuka promosi doktornya. Aku bekerja di Kimia Farma Bandung, di Unit Penelitian dan Pengembangan. Aku sangat bangga dapat undangan beliau.

Aku datang tepat waktu ke Aula Barat ITB terpat beliau menyampaikan orasi ilmiah. Sesampai di meja tamu, Bu Dessy melihatku dating. Aku mendekati beliau dan menyalami beliau. Tiba-tiba Bu Dessy mencium pipi kiri dan pipi kananku.

Aku merasakan sebagai kasih sayang seorang guru pada murid yang disayanginya. Bu Dessy adalah penawar sikap sebagian dosen yang menekan mahasiswa di masa aku kuliah di era 80-an itu.

Ketika Bu Dessy meraih gelar Profesor, aku tak berada di Bandung. Aku yakin, kalau aku ada di Bandung, beliau akan mengirim undangan orasi ilmiahnya di pengukuhan guru besarnya.

Bu Dessy, kusampaikan salam hormat buat Ibu. Ibu adalah guru yang mengajar dan mendidikku dengan kasih sayang. Semoga Ibu sehat selalu dan panjang umur! Aamiin …!

Tag: