Kabar Koruptor Bulan April 2023

Tersangka dan barang bukti korupsi Bupati Kepulauan Meranti, Riau. (Foto KPK)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  tanggal 03 April 2023 menetapkan LST selaku pihak swasta sebagai Tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi berupa suap terkait proyek infrastruktur di Kabupaten Buru Selatan, Provinsi Maluku.

KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada Tersangka LST untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 30 Maret s.d 18 April 2023. Penahanan dilakukan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.

Sebelumnya KPK telah menetapkan beberapa pihak sebagai tersangka yaitu TSS Bupati Buru Selatan periode 2011- 2016 dan 2016 – 2021; JRK pihak swasta, IK pihak swasta/Direktur PT VCK, serta LCSS selaku Advokat.

Perkara ini bermula dari adanya paket proyek pekerjaan infrastuktur pada Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Buru Selatan, yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) TA 2015. Salah satunya yaitu Pembangunan Jalan Dalam Kota Namrole dengan nilai proyek sebesar Rp3 Miliar.

TSS diduga memerintahkan pejabat pada Dinas PU untuk menetapkan PT VCK milik Ivana Kwelju dan LST sebagai pemenang paket proyek pekerjaan tersebut, meskipun proses pengadaan belum dilaksanakan. Di lain sisi, sebelum lelang dilaksanakan, Ivana Kwelju bersama LST bersepakat mengirimkan uang kepada TSS sejumlah Rp200 juta sebagai tanda jadi melalui rekening bank milik JRK. Selanjutnya dilakukan proses lelang sebagai formalitas dan menyatakan PT VCK sebagai pemenang.

Kemudian pada sehari setelah masa pelaksanaan kontrak berakhir, Ivana Kwelju bersama LST diduga kembali melakukan transfer uang kepada TSS sejumlah sekitar Rp200 juta melalui rekening bank milik JRK.

Diketahui bahwa hingga waktu pelaksanaan kontrak berakhir, proyek pekerjaan Pembangunan Jalan Dalam Kota Namrole Tahun 2015 belum sepenuhnya selesai. Adapun uang yang ditransfer oleh Ivana Kwelju dan LST melalui JRK diduga selanjutnya digunakan untuk berbagai keperluan TSS. Sebagai bukti permulaan, uang yang diberikan kepada TSS sejauh ini sejumlah sekitar Rp400 juta.

Atas perbuatannya LST disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 22 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Masih pada 03 April 2023, KPK menetapkan RAT sebagai Tersangka dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan Gratifikasi atau yang mewakilinya terkait pemeriksaan perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan RI. Tersangka RAT merupakan Pegawai Negeri Sipil pada DJP dan selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sejak tahun 2005.

KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap Tersangka RAT untuk 20 hari pertama, terhitung dari tanggal 3 – 22 April 2023. Penahanan dilakukan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih.

Dalam konstruksi perkara ini, RAT diduga menerima gratifikasi dari beberapa Wajib Pajak atas pengondisian berbagai temuan pemeriksaan perpajakannya. RAT juga diduga aktif merekomendasikan kepada Wajib Pajak menggunakan jasa PT. AME, yang merupakan miliknya, untuk menyelesaikan kendala dan permasalahan terkait kewajiban pelaporan pembukuan perpajakan.

Tersangka dan barang bukti korupsi RAT, pegawsai DJP Kemenkeu. (Foto KPK)

Sebagai bukti permulaan awal, Tim Penyidik menemukan adanya aliran uang Gratifikasi yang diterima RAT sejumlah sekitar US$90.000 melalui PT. AME. Tim juga melakukan penggeledahan di rumah kediamannya dan mengamankan sejumlah barang mewah, perhiasan, sepeda, serta uang dengan pecahan mata uang Rupiah.

Disamping itu turut diamankan uang sejumlah sekitar Rp32, 2 Miliar yang tersimpan dalam safe deposit box di salah satu bank dalam bentuk pecahan mata uang Dollar Amerika, Dollar Singapura, dan Euro.

Atas perbuatannya, RAT disangkakan melanggar Pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KPK memberikan fokus khusus pada korupsi di sektor Pelayanan Publik ataupun Keuangan Negara. Karena modus korupsi pada sektor ini mengakibatkan dampak buruk yang langsung dirasakan masyarakat sekaligus merugikan keuangan negara.

Dalam penanganan perkara ini, KPK juga mengapresiasi peran serta masyarakat sehingga perkara ini bisa terbuka dan ditangani. Hal ini selaras dengan semangat KPK, bahwa dalam setiap upaya pemberantasan korupsi, KPK senantiasa melibatkan masyarakat sebagai elemen penting.

Pada 07 April 2023, KPK  melakukan kegiatan tangkap tangan dugaan tindak pidana korupsi berupa pemotongan anggaran seolah-olah sebagai utang kepada Penyelenggara Negara atau yang mewakilinya pada TA 2022 – 2023; dugaan tindak pidana korupsi penerimaan fee jasa travel umroh, dan dugaan tindak pidana korupsi pemberian suap pengondisian pemeriksaan keuangan tahun 2022 di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Dalam tangkap tangan tersebut KPK mengamankan 28 orang di empat lokasi berbeda yaitu di wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Siak, Kota Pekanbaru, serta DKI Jakarta. KPK juga mengamankan uang sebagai bukti permulaan sejumlah sekitar Rp1,7 Miliar.

KPK selanjutnya menetapkan tiga orang tersangka yaitu MA Bupati Kepulauan Meranti periode 2021 s.d 2024; FN Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti; serta MFA Pemeriksa Muda BPK Perwakilan Riau.

Para Tersangka selanjutnya ditahan untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 7 s.d 26 April 2023. Tersangka MA dan FN ditahan di Rutan KPK pada gedung Merah Putih, kemudian MFA ditahan di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.

Dalam konstruksi perkara ini, MA diduga memerintahkan para Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melakukan setoran uang yang sumber anggarannya dari pemotongan Uang Persediaan (UP) dan Ganti Uang Persediaan (GU) masing-masing SKPD yang kemudian dikondisikan seolah-olah adalah utang kepada MA.

Besaran pemotongan UP dan GU ditentukan MA dengan kisaran 5% – 10% untuk setiap SKDP. Setoran dalam bentuk uang tunai dan disetorkan kepada FN yang menjabat Kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti sekaligus orang kepercayaan MA.  Uang tersebut selanjutnya digunakan MA diantaranya untuk dana operasional kegiatan safari politik rencana pencalonannya untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Riau pada tahun 2024.

Tersangka MA juga diduga menerima uang sejumlah sekitar Rp1,4 Miliar dari PT. TM melalui FN. Pemberian tersebut karena memenangkan PT TM dalam proyek pemberangkatan umroh bagi para Takmir Masjid di Kab. Kepulauan Meranti.

Kemudian Tersangka MA bersama-sama FN juga diduga memberikan uang sejumlah sekitar Rp1,1 Miliar kepada MFH selaku Ketua Tim Pemeriksa BPK Perwakilan Riau. Pemerian tersebut dimaksudkan agar proses pemeriksaan keuangan Pemkab. Kepulauan Meranti tahun 2022 mendapatkan predikat baik atau Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Sebagai bukti awal dugaan korupsi yang dilakukan MA menerima uang sejumlah sekitar Rp26, 1 Miliar dari berbagai pihak. KPK masih akan mendalami lebih detail temuan ini.

Atas perbuatannya, MA sebagai penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, MA juga sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

FN sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

MFA sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pemotongan anggaran oleh kepala daerah menjadi salah satu modus korupsi yang rentan terjadi di daerah. Modus ini menjadi perhatian KPK karena rantai korupsinya saling terkait sejak perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban keuangannya. Sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi keuangan negara.

Pada 13 April 2023, KPK melakukan kegiatan tangkap tangan dugaan Tindak Pidana Korupsi berupa penerimaan suap oleh Penyelenggara Negara di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan. Yaitu terkait Pembangunan Jalur Kereta Api di Wilayah Sulawesi Selatan, Jawa Bagian Tengah, Jawa Bagian Barat, dan Jawa-Sumatera TA 2018-2022.

Dalam tangkap tangan tersebut KPK  mengamankan sejumlah 25 orang, yaitu 16 orang diamankan di Jakarta dan Depok Jawa Barat, 8 orang di Semarang, 1 orang di Surabaya. KPK juga mengamankan sejumlah Barang Bukti berupa uang sebesar sekitar Rp2,027 Miliar, US$20.000, kartu debit senilai Rp346 juta, serta saldo pada rekening bank senilai Rp150 juta, sehingga secara keseluruhan setara sekitar Rp2,823 Miliar.

Tersangka dan barang bukti suap  proyek melibatkan  pegawai Ditjend Kerata Api Kemenhub. (Foto KPK)

KPK kemudian menetapkan 10 orang sebagai Tersangka yaitu Pihak Pemberi DIN Direktur PT IPA, MUH Direktur PT DF, YOS Direktur PT KA Manajemen Properti sd. Februari 2023, serta PAR selaku VP PT KA Manajemen Properti. Kemudian sebagai Pihak Penerima HNO Direktur Prasarana Perkeretaapian, BEN PPK BTP Jabagteng, PTU Kepala BTP Jabagteng, AFF PPK BPKA Sulsel, FAD PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian, serta SYN selaku PPK BTP Jabagbar.

Para Tersangka selanjutnya dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 12 April s.d 1 Mei 2023. DIN ditahan di Rutan Polres Jakarta Selatan, MUH di Rutan Pomdam Jaya Guntur, YOS dan FAD di Rutan Polres Jakarta Barat, PAR dan PTU di Rutan Polres Jakarta Pusat, HNO di Rutan KPK Kav. C1, BEN dan AFF di Rutan Polres Jakarta Timur, serta SYN di Rutan KPK Gedung Merah Putih KPK.

Dalam konstruksi perkara ini, Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan melaksanakan beberapa proyek pembangunan dan pemeliharaan Jalur Rel Kereta Api pada TA 2018 – 2022, diantaranya Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Ganda Solo Balapan – Kadipiro – Kalioso, Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api di Makassar Sulawesi Selatan, 4 Proyek konstruksi Jalur Kereta Api dan 2 proyek supervisi di Lampegan Cianjur Jawa Barat, serta Proyek Perbaikan Perlintasan Sebidang Jawa-Sumatera.

Dalam proyek tersebut diduga telah terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek oleh pihak-pihak tertentu melalui rekayasa sejak mulai proses administrasi sampai penentuan pemenang tender.

Atas dimenangkannya para pihak dalam pelaksanaan proyek tersebut, diduga telah terjadi penerimaan uang oleh Peyelengara Negara di lingkungan Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan dari para pihak swasta selaku pelaksana proyek, sekitar 5 s.d 10% dari nilai proyek.

PUT bersama-sama BEN menerima sejumlah uang dari DIN terkait dengan Proyek Pembangunan Jalur KA Ganda Solo Balapan – Kadipiro – Kalioso senilai sekitar Rp800 juta,  AFF menerima sejumlah uang dari DIN terkait Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api di Makassar Sulawesi Selatan senilai Rp150 juta.

Kemudian SYN menerima sejumlah uang dari MUH, DIN, dan FAK, terkait pelaksanaan 4 Proyek konstruksi Jalur Kereta Api dan 2 proyek supervisi di Lampegan Cianjur, senilai total sekitar Rp1,6 miliar.

Serta HRN bersama-sama FAD menerima sejumlah uang dari YOS bersama-sama PAR terkait Proyek Perbaikan Perlintasan Sebidang Jawa Sumatera, senilai Rp1,1 Miliar. Dari hasil pemeriksaan, penerimaan uang ini diantaranya diduga untuk Tunjangan Hari Raya (THR).

Dari permintaan keterangan sejumlah terperiksa yang didukung dengan sejumlah bukti awal, peneriman uang yang diduga sebagai suap oleh para pihak dalam kegiatan proyek pengadaan dan pemeliharaan jalan kereta api dimaksud, sejauh ini diduga mencapai lebih dari Rp14,5 Miliar. KPK masih terus mengembangkan dan mendalami lebih lanjut pada proses penyidikannya.

Para tersangka Penerima, Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan para Tersangka Pemberi, Pasal 5 atau Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

KPK prihatin adanya korupsi dalam proyek pembangunan jalur kereta api yang merupakan penopang moda angkutan umum. Korupsi pada sektor ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tapi juga berpotensi mendepresiasi kualitas jalur kereta yang dapat membahayakan keselamatan masyakat sebagai pengguna layanan.

Prinsip Integritas dan antikorupsi harus menjadi komitmen bersama antara Penyelenggara Negara dan pelaku usaha, agar tidak terjadi permufakatan jahat yang melanggar ketentuan hukum melalui praktik-praktik korupsi.

Sumber: Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi | Editor: Intoniswan

Tag: