Kawasan Indo-Pasifik Hadapi Banyak Tantangan

Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno L.P. Marsudi di pertemuan tingkat Menteri KTT Asia Timur atau East Asia Summit (EAS) ke-14 di Vientiane, Laos, hari Sabtu (27/7)  (Foto Kemlu/Niaga.Asia)

LAOS.NIAGA.ASIA – Kawasan Indo-Pasifik, saat ini berlayar hadapi banyak tantangan dan ke depan penuh dengan riak dan ombak besar.

Demikian disampaikan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno L.P. Marsudi di Pertemuan tingkat Menteri KTT Asia Timur atau East Asia Summit (EAS) ke-14 pada Sabtu (27/7) di Vientiane, Laos.

Menlu menyampaikan bahwa sesungguhnya kawasan Indo-Pasifik adalah pusat pertumbuhan global, saat ini dan juga di masa depan. Namun konflik-konflik di dunia, telah memperparah kondisi krisis global, yang menghalangi kita untuk dapat menyelesaikan tantangan tersebut dengan baik.

“Dimana-mana, kita melihat tren “kekuatan besar menguasai yang lebih kecil’ (hegemonic tendencies), yang seharusnya telah kita tinggalkan di masa lalu. Kita saksikan terjadinya peningkatan rivalitas, saling tidak percaya dan kemungkinan terjadinya miskalkulasi,” jelas Menlu.

Karena itu, lautnya, EAS, sebagai salah satu forum terkemuka di kawasan, diharapkan dapat menjadi ajang untuk meningkatkan saling percaya, kerja sama dan kolaborasi.

“Mari gunakan energi kita untuk hal-hal yang benar-benar diperlukan  dunia  saat ini,” kata Menlu.

Lebih lanjut Menlu Retno menekankan bahwa diperlukan komitmen untuk menghormati hukum internasional secara konsisten.

“Kita harus walk the talk”, ujar Menlu.

Menlu sampaikan bahwa dalam semua pertemuan bilateral, Indonesia telah angkat isu keadilan dan kemanusiaan untuk Palestina dan Menlu ingin ulangi lagi seruan ini dalam pertemuan EAS.

“Ini bukan hanya mengenai Palestina, tapi mengenai keadilan dan kemanusiaan,” katanya.

Retno memahami bahwa banyak negara anggota EAS telah lakukan  berbagai upaya sesuai kapasitasnya, untuk bicara dengan Israel, dengan berbagai faksi di Palestina dengan satu tujuan, yaitu untuk mendorong gencatan senjata permanen dan segera di Gaza, mendorong masuknya bantuan kemanusiaan dan mendorong terciptanya lingkungan kondusif bagi terciptanya perdamaian yang langgeng di Timur Tengah.

Retno sampaikan pentingnya semua negara untuk bersuara lebih keras bahwa solusi dua negara merupakan satu-satunya solusi yang memungkinan. Kita semua harus mencegah terus berlanjutnya upaya untuk mewujudkan solusi satu negara.

“Ide yang mengarah pada ‘one state solution’ harus dihapuskan,” tambah Retno.

Kemudian, Menlu menyampaikan beberapa langkah penting yang perlu diambil dalam rangka mewujudkan solusi dua negara, antara lain: keanggotaan penuh Palestina di DK PBB; dan pengakuan Negara Palestina.

Menlu menyerukan agar negara-negara segera melakukan langkah-langkah ini.

Menlu juga sampaikan semua upaya untuk melabel UNRWA sebagai organisasi teroris harus dihentikan.

“Melabel UNRWA sebagai organisasi teroris sama sekali tidak dapat diterima,” tegas Menlu.

Menlu selanjutnya mengajak negara-negara anggota EAS untuk bersatu, dan dalam kapasitasnya masing-masing, membantu mendorong:

  • dihentikannya perang di Gaza;
  • dihentikannya perang di Ukraina;
  • mendorong terciptanya pedamaian dan stabilitas di Laut China Selatan;
  • mendorong terciptanya pedamaian dan stabilitas di kawasan Indo Pasifik;
  • mencegah dan menghentikan perang di dunia; dan
  • secara konsisten memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan.

Terkait arah ke depan EAS, Menlu mengajak negara-negara EAS untuk memperkuat kerja sama EAS, termasuk melalui penguatan peran para Dubes EAS (the EAS Group of Ambassadors).

“Penguatan peran para Dubes EAS sangat penting bagi upaya-upaya menciptakan rasa saling percaya (CBM). Tidak hanya untuk membahas hal-hal teknis dan praktis, mereka juga bisa membahas has-hal yang bersifat substantif,” ujar Retno.

Isu Palestina mendominasi pembahasan pertemuan EAS kali ini. Negara-negara yang mengangkat isu Palestina selain Indonesia antara lain: Malaysia, Brunei, India, Amerika Serikat, Singapura, Australia, Vietnam, Rusia, Selandia Baru, RRT.

Isu lainnya yang dibahas antara lain: isu Laut China Selatan, penghormatan terhadap hukum internasional, perdamaian dan stabilitas di kawasan Indo Pasifik, ketahanan energi, ketahanan pangan, lingkungan, kesehatan, isu Ukraina, isu Myanmar, penggunaan senjata nuklir, konektivitas, ekonomi digital, dan isu kejahatan lintas batas.

Dalam pertemuan ini juga beberapa negara mitra kembali sampaikan dukungannya terhadap AOIP antara lain Amerika Serikat dan India.

Pertemuan EAS menghasilkan Chairman’s Statement yang memuat kembali komitmen negara-negara anggota EAS untuk lebih memperkuat EAS sebagai leaders-led forum untuk berdialog dan bekerja sama dalam isu-isu strategis, politik, dan ekonomi yang menjadi kepentingan dan perhatian bersama dengan tujuan untuk mempromosikan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran ekonomi di Asia Timur.

Pertemuan juga sepakat mendorong EAS Leaders’ Statement on Enhancing Connectivity and Resilience yang diharapkan dapat diadopsi pada pertemuan para Pemimpin EAS di KTT bulan Oktober mendatang.

EAS adalah salah satu mekanisme kerja sama di ASEAN yang beranggotakan seluruh negara anggota ASEAN dan 8 (delapan) mitranya yakni Australia, Amerika Serikat, India, Jepang, Korea Selatan, RRT, Rusia, dan Selandia Baru.

Sumber: Kementerian Luar Negeri | Editor: Intoniswan

Tag: