Cerpen Karya: Efrinaldi

“Apa kegiatanmu kini, Her?” tanyaku pada Hery, sahabatku semasa SMA.
“Aku berkebun kecil-kecilan sekedar penambah uang pensiun tiap bulan,” jawabnya.
“Apa uang pensiunmu tidak cukup?” tanyaku agak nakal.
“Cukuplah. Itu kan sudah dihitung oleh pemberi pensiun,” jawab Hery.
“Terus, kenapa harus masih mencari uang?” tanyaku.
“Sebenarnya sekedar mengisi waktu dan agar tetap bergerak fisikku. Semuanya agar aku tetap sehat selagi umur masih ada,” jawab Hery
Aku mengangguk-angguk.
“Kalau ada hasilnya benarti bonus, ya, Hery,” tukasku.
“Betul. 100 buatmu, Epi!” jawab Hery mengacungkan jempol.
Itulah pebicaraan dengan Hery di acara reuni sekolah. Reuni itu diadakan di ruang terbuka di arena kolam renang dan saung-saung. Kami menempati satu saung.
Aku pun berpindah mendekati teman lain. Aku mendekati Lily yang pensiunan guru.
“Lily, apa kabar, sehat?” sapaku.
“Baik Epi. Alhamdulillah sehat,” jawab Lily.
“Apa kegiatanmu setelah pensiun ini?”, tanyaku agak kepo.
“Ya, menikmati masa bebas tugas. Pergi menengok cucu di Pekanbaru dan Jakarta,” jawab Lily.
“Tidak mau bekerja lagi cari uang tambahan?” tanyaku.
“Apa lagi yang harus dicari. Kini masanya istirahat. Melakukan yang disukai. Menikmati hidup!” tukas Lily bersemangat.
Aku pun mengangguk-angguk.
“Selamat bersenang-senang, ya Lily. Semoga sehat selalu!” tukasku sambil berlalu menuju Rino yang duduk sendirian di kursi di pojok saung.
“Hai, Rino!” sapaku.
“Hai juga Epi,” jawab Rino.
“Kelihatannya ada yang dipikirkan. Banyak menyendiri kulihat sejak tadi,” kataku.
“Rino melotot. Dia seperti heran atau tidak suka dengan komentarku.
“Aku lagi mikir. Soal putraku yang belum dapat jodoh juga,” jawab Rino.
“Oh, Rafi maksudmu?” tanyaku.
“Iya. Usianya kan sudah 28 tahun. Sudah masanya dia menikah. Tapi jodohnya belum bertemu juga,” jawab Rino.
Aku terdiam. Soal jodoh aku memang sangat sulit memberikan pendapat. Aku pun baru menemukan jodoh di usia 32 tahun. Itu pun dijodohkan oleh kakakku.
“Kudoakan Rafi segera menemukan jodohnya,” tukasku.
“Aamiin …!” jawab Rino.
“Ayo kita gabung dengan teman-teman di meja besar sana!” ajakku pada Rino.
Rino rupanya mau kuajak. Kami duduk di meja bundar besar. Aku duduk bersebelahan dengan Ryan di sebelah kiriku dan Rino di sebelah kananku.
Di panggung tampil Ahmad menyanyikan lagu Lilin-lilin Kecil. Terlihat beberapa teman menari mengikuti irama lagu.
Aku meminum air kemasan botol di depan mejaku. Mataku tertuju pada penari di atas panggung. Betapa mereka menghayati irama lagu, menari dengan gerakan tepat sesuai irama.
Tiba-tiba mataku mengantuk. Angin sepoi-sepoi berhembus ke dalam saung. Hari telah menjelang petang.
Tag: Cerpen