Kenaikan Suku Bunga untuk Memastikan Inflasi Inti pada Kisaran 3,0±1%

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo. (Foto Bank Indonesia)

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Bank Indonesia (BI) memperkuat kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas melalui penguatan kebijakan suku bunga, stabilisasi nilai tukar Rupiah, dan memperkuat kecukupan cadangan devisa.

Sejak Agustus 2022 dengan terukur BI telah menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebagai langkah untuk secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan.

“BI meyakini kenaikan BI7DRR sebesar 225 bps hingga menjadi 5,75% pada Januari 2023 memadai untuk memastikan inflasi inti tetap berada dalam kisaran 3,0±1% pada semester I 2023 dan Inflasi IHK kembali ke dalam sasaran 3,0±1% pada semester II 2023,” kata Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, Selasa (31/01/2023) seusai mengikuti Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).

Kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) diperkuat dengan operasi moneter valas, termasuk implementasi instrumen berupa Term Deposit (TD) valas dari Devisa Hasil Ekspor (DHE) sesuai mekanisme pasar.

BI terus memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif, inklusif, dan berkelanjutan dengan menyempurnakan ketentuan insentif makroprudensial melalui pengurangan Giro Wajib Minimum (GWM) untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan, khususnya kepada sektor-sektor prioritas yang belum pulih, kredit UMKM temasuk Kredit Usaha Rakyat (KUR), serta kredit/pembiayaan hijau, dalam rangka mendukung pemulihan perekonomian.

“Besaran insentif makroprudensial kepada bank penyalur KUR dan kredit UMKM ditingkatkan dua kali lipat menjadi paling besar 1%. Selain itu, pemberian insentif juga diberikan terhadap penyaluran kredit/pembiayaan hijau yaitu kredit/pembiayaan properti dan/atau kendaraan bermotor berwawasan lingkungan paling besar 0,3%. Peningkatan besaran insentif tersebut meningkatkan besaran total insentif makroprudensial yang dapat diterima bank dari sebelumnya paling besar 200 bps menjadi paling besar 280 bps,” papar Perry.

BI terus memperkuat kebijakan sistem pembayaran dalam rangka menjaga momentum pemulihan ekonomi dengan: (i) mendorong implementasi BI-FAST melalui perluasan kepesertaan BI-FAST baik bank maupun Lembaga Selain Bank (LSB), kanal layanan, serta implementasi layanan Fase 1 Tahap 2 (Bulk Credit, Direct Debit, dan Request For Payment); (ii) mendorong implementasi dan sosialisasi Kartu Kredit Pemerintah Domestik sesuai timeline pada tahun 2023; dan (iii) melanjutkan perluasan implementasi QRIS melalui strategi 45 juta pengguna dan 1 miliar volume transaksi pada tahun 2023 serta pengembangan fitur QRIS dan QRIS antarnegara.

Menurut Perry, BI meningkatkan kerja sama internasional dengan memperluas kerja sama dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya, serta fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.

“Selain itu, BI berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait untuk menyukseskan Keketuaan ASEAN 2023 khususnya melalui jalur keuangan,” ungkapnya.

BI terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis. Koordinasi dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) terus dilanjutkan melalui penguatan program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: