NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Perwakilan kelompok tani Desa Pembeliangan dan Kepala Desa Pembeliangan, Kecamatan Sebuku, H Hamid mendatangi kantor DPRD Nunukan, mempertanyakan keputusan pemerintah daerah menolak pembukaan lahan plasma di kawasan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan kelapa sawit PT Sebaung Sawit Plantations PT SSP)
Kepala Desa Pembeliangan H. Hamid mengatakan, perusahaan SSP yang beroperasi sejak tahun 2013 belum memenuhi kewajiban dan tanggung jawab membangun kebun plasma untuk masyarakat disekitar perusahaan.
“Ada tujuh perusahaan beroperasi di Desa Pembeliangan yang belum memenuhi kewajiban hukum salah satunya PT SSP,” kata Hamid dalam pertemuan Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD yang dipimpin Wakil DPRD Nunukan, H. Saleh bersama ketua Komisi II DPRD Nunukan Wilson, Senin (27/02/2023).
Hamid mengaku sudah berulang kali menyampaikan persoalan ini ke PT SSP dan meminta kepastian kapan kebun plasma untuk 708 Kepala Keluarga (KK) dilaksanakan sebagaimana janji perusahaan.
Selama ini, kata dia, pihak perusahaan SSP selalu berdalih siap menjalankan kewajiban apabila lahan yang diperuntukan seluas 1.416 hektar mendapat persetujuan dari pemerintah daerah dan Kementerian Kehutanan.
“Silahkan pemerintah membatalkan kebun plasma, tapi kalian semua harus bertanggung jawab terhadap kehidupan 708 KK,” ucap Hamid.
Desa Pembeliangan merupakan wilayah beroperasinya sejumlah perusahaan sawit dan pertambangan, dimana setelah hasil buminya dikeruk ditinggalkan tanpa memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Tuntutan masyarakat atas lahan plasma adalah hak sebagaimana Permentan No 26 Tahun 2007 Pasal 11 tentang kewajiban membangun kebun untuk masyarakat sekitar paling rendah seluas 20 persen dari areal kebun yang diusahakan.
Menurut Hamid, luas kebun sawit perusahaan SSP 8.843,83 hektar sehingga luas kebun sawit plasma yang harus disediakan adalah 1.768 hektar.
“Kalau perusahaan tidak mau siapkan plasma tidak apa, tapi kami minta kembalikan pohon-pohon kayu yang sudah di tebang,” sebutnya.
Jalan ke kebun plasma melintasi lahan gambut
Sementara, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Nunukan, Muhtar menjelaskan, pemerintah tidak bersedia menerbitkan surat persetujuan pengolahan lahan untuk plasma karena belum adanya kepastian status lahan yang akan dijadikan plasma oleh PT SSP
“Dalam peta indikatif HGU PT SSP terdapat kawasan gambut yang statusnya sampai sekarang belum jelas apakah masuk gambut budidaya atau gambut lindung,” jelasnya.
Muhtar menuturkan, Kementerian kehutanan membagi dua kategori lahan gambut yakni gambut budidaya yang secara aturan dapat dimanfaatkan untuk kelapa sawit atau tanaman pangan dengan tetap mengharuskan izin dari kementerian kehutanan. Sedangkan lahan gambut lindung sama sekali tidak boleh dikelola, kawasan itu dibiarkan begitu saja,” terangnya.
Larangan pembukaan lahan plasma di lokasi yang ditentukan perusahaan dikarenakan akses jalan dari perusahaan menuju plasma melintasi lahan gambut yang statusnya belum jelas apakah masuk lahan gambut budidaya atau lindung.
Karena itu, Pemerintah Nunukan menyarankan PT SSP tidak langsung membuka lahan plasma sebelumnya mendapatkan penetapan status lahan gambut yang nantinya dijadikan akses jalan menuju lokasi plasma.
“Akses jalan dari perusahaan menuju kebun plasma melintasi lahan gambut, itulah kita larang jangan dulu membuka plasma sebelum ada kejelasan status gambutnya,” terang Muhtar.
Penulis: Budi Anshori | Editor: Intoniswan
Tag: PlasmaSawit