Komisi I DPRD Kaltim Ingin Warga Jongkang dan PT MHU Berdamai

Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Agus Suwandy pimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan warga dan perwakilan PT Multi Harapan Utama (MHU). Foto : Nai Niaga.Asia.

SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Komisi I DPRD Provinsi Kalimantan Timur menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama warga dan perwakilan PT Multi Harapan Utama (MHU) guna membahas dugaan penyerobotan lahan milik warga atas nama Mustafa di RT 6, Desa Jongkang Dalam, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Rapat yang berlangsung di Ruang Rapat Gedung E DPRD Provinsi Kaltim, Lantai 1, dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim, Agus Suwandy. RDP juga dihadiri oleh anggota Komisi I, Didik Agung Eko Wahono, serta perwakilan dari Polres Kutai Kartanegara, BPN Kutai Kartanegara, perwakilan PT MHU, dan kelompok tani Rantau Mahakam.

Agus Suwandy menyampaikan bahwa permasalahan sengketa lahan harus diselesaikan secara adil dan manusiawi, dengan mempertimbangkan aspek sosial serta kemanusiaan.

“Walaupun lahan tersebut secara legalitas diklaim milik perusahaan, kita harapkan penyelesaiannya dilakukan dengan bijak dan penuh rasa kemanusiaan. Tidak serta-merta mengusir petani, tapi memberikan ruang dialog dan penyelesaian berupa dana kerohiman sebagai bentuk penghormatan,” ujar Agus Suwandy, Senin (26/5/2025).

Agus juga menyoroti permasalahan hukum yang menimpa warga bernama Mustafa, yang saat ini ditahan karena diduga membawa senjata tajam dan dianggap menghalangi aktivitas tambang PT MHU.

“Kita harapkan perusahaan bisa berbesar hati untuk mencabut laporan terhadap Pak Mustafa. Kalau bisa dibicarakan baik-baik, lebih bagus. Ini jadi pelajaran penting bagi semua pihak agar kejadian serupa tidak terulang,” tambahnya.

Agus menyatakan bahwa pihaknya akan terus memantau proses mediasi lanjutan hingga tercapai kesepakatan yang mengedepankan prinsip keadilan bagi kedua belah pihak.

“Fungsi kami di dewan adalah menjembatani, bukan mengatasi. Namun, kami berharap ini jadi awal dari penyelesaian yang lebih baik ke depan. Proses berjalan dan kita akan kawal bersama,” katanya.

Perwakilan Kelompok Tani, Akmal, menyampaikan dua permasalahan pokok yang dihadapi petani, yakni penangkapan Pak Mustafa serta dugaan penyerobotan lahan oleh PT MHU.

Ia juga menyampaikan tuntutan kelompok tani, antara lain ganti rugi atas tanaman yang rusak dan pembebasan Mustafa.

“Kami hanya meminta ganti rugi atas tanaman tumbuh yang telah ditanam petani. Luas lahan kelompok tani kami sekitar 100 hektare, dan yang terdampak sekitar 10 hektare. Kami juga meminta Pak Mustafa dibebaskan,” ujar Akmal.

Menanggapi hal tersebut, Kuasa Direksi PT MHU, Al-Hikmi, menyatakan bahwa perusahaan telah memiliki izin resmi dari lembaga berwenang dan bahwa sebagian besar lahan (sekitar 95%) telah dibebaskan secara sah.

“Kami menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh Pak Mustafa yang membawa senjata tajam dan menghalangi aktivitas tambang. Karena itu, perusahaan menghentikan operasi dan kasus dilaporkan ke kepolisian,” ujar Al-Hikmi.

Meski demikian, pihak perusahaan membuka peluang penyelesaian secara damai melalui mekanisme restorative justice. PT MHU menyatakan kesediaannya mencabut laporan terhadap Mustafa dengan beberapa syarat.

“Kami bersedia mencabut laporan dengan syarat Pak Mustafa, istrinya, dan kelompok tani membuat pernyataan tertulis untuk tidak mengulangi perbuatan serupa, menghentikan tuntutan ganti rugi, dan tidak melakukan aktivitas di area kerja perusahaan,” jelas perwakilan MHU.

Sementara itu, istri Pak Mustafa menyampaikan bahwa ia menjamin suaminya tidak akan mengulangi perbuatannya dan siap bekerjasama agar persoalan dapat diselesaikan secara damai.

Penulis : Nai | Editor : Intoniswan | ADV DPRD Kaltim

Tag: