Kumerasa Berdosa dengan Rasa Itu

Cerpen Karya: Efrinaldi

Ilustrasi

Aku masuk komunitas se-hobby yaitu komunitas senam zumba. Saat pertama hadir aku tertarik dengan wanita bertubuh ramping. Dia tidak terlalu tinggi juga tidak pendek. Dia lincah dan luwes penampilannya. Tidak terlalu cerewet namun tutur katanya enak didengar. Usianya kuperkirakan sebaya denganku. Ya, sekitar 50 tahun.

Sehabis senam kudekati wanita itu.

“Kenalkan, aku Epi. Anggota baru di club ini,” kataku sambil menyodorkan tangan.

Dia menyambut salamku dan berkata; “Aku Zetta,” jawabnya singkat.

“Senang berkenalan dengan Anda!” ujarku setengah berbasa-basi.

“Sama. Semoga terjalin persahabatan, ya …,” balas Zetta sambil tersenyum.

***

Sepulang senam anganku tak lepas dari Zetta. Apakah aku jatuh cinta? bathinku. Aku tak mau memperturutkan anganku. Aku tahu kalau aku telah punya istri, dan Zetta kabarnya juga bersuami. Suaminya dosen di satu pergutuan tinggi di kota Bandung.

“Ayah …!” istriku memanggil.

“Ya, ada apa?” tanyaku

“Lihat sini. Bunda membelikan bandana buat Ayah untuk melengkapi dandanan Ayah bersenam zumba,” ujar isttiku.

Istriku mengeluarkan bandana dari kantong plastik. Ada dua bandana yang dibelikan. Satu berwarna biru dan satu lagi brrwarna maroon.

“Bagus sekali. Ayah suka. Makasih, Bunda!” ujarku antusias.

Dalam hatkku.  Istriku membolehkan aku ikut club senam zumba. Itu kepercayaan yang diberikan padaku untuk bergaul dengan orang lain termasuk wanita. Dengan demikian adalah penghianatan bila aku sampai menaruh hati pada wanita teman zumbaku, termasuk Zetta.

***

Suatu sore aku ikut senam zumba lagi. Setelah senam, Zetta mendekatiku.

“Apa kabar, Epi?” sapanya.

“Baik,” jawabku.

“Kumerasa kamu adalah lelaki gentleman. Sosok lelaki sukses, walau aku belum tahu apa pekerjaanmu,” ujar Zetta.

Berdesir darah di dadaku. Itu adalah sanjungan yang menyentuh ego kelaki-lakianku. Namun aku berusaha tenang. Kujawab; “Aku orang biasa-biasa saja, Zetta.”

Zetta menatapku lekat sekali.

Kemudian dia berkata; “Aku tertarik padamu!”

Aku menghelan nafas panjang. Menoleh ke samping kanan dan melangkah dua langkah ke belakang.

Aku kemudian berkata; ”Sudah sejak kapan kamu ikut senam zumba?”

Terlihat Zetta menenangkan dirinya.

“Sudah dua tahun,” ujarnya datar.

Tiba-tiba datang lelaki berperawakan tinggi besar mendekati kami.

“Perkenalkan, Epi. Ini suamiku, Burhan,” ujar Zetra.

Lelaki itu mengacungkan tangannya. Aku menyambut tangannya untuk bersalaman.

Setelah berbasa-basi, Zetta dan suaminya pergi pulang.

Aku terbengong sendiri. Dalam hatiku, Semoga aku dan istriku dan Zetta dan suaminya tetap harmonis dalam hubungan suami istri.

Aku membuka bandana pemberian istriku. Terasa sejuk angin meniup rambutku yang berkeringat. Aku pun kemudian bergegas pulang.

Tag: