Lamaran

Cerpen Karya: Efrinaldi

Ilustrasi

Rosma, tetanggaku, mau punya menantu. Kudengar orang dari kecamatan sebelah. Pekerjaan menantunya adalah petani gambir. Putrinya lulusan SMK, jurusan Perkantoran.

Ketika kutanya bagaimana mereka bertemu untuk berjodoh, dikatakan kalau mereka berkenalan karena teman dari temannya.

Malam itu, setelah salat Magrib, aku datang menghadiri acara perkenalan pihak pria, sekali gus lamaran. Aku datang di detik-detik terakhir acara dimulai.

Akhirnya aku duduk dekat pintu masuk. Malah karena itu aku berdekatan duduk dengan tamu. Aku keluarkan rokok, kuletakkan di depanku agak ke kanan.

Kulihat para tamu lelaki juga meletakkan rokok di depannya masing-masing. Berseberangan dengan tamu lelaki ada tuan rumah lelaki dan di bagian belakang rumah, kulihat para ibu-ibu.

Di sebelah kiriku duduk kepala adat dari keluarga Rosma. Dia memakai baju gunting Cino, berkopiah hitam dan sarung Bugis di lehernya. Pakaian itu cukup resmi untuk menanti acara bernuansa adat-istiadat itu.

Sementara di sebelahnya tamu lelaki kebanyakan berbaju batik dan berkopiah hitam. Ada satu orang berbaju gunting Cino, berkopiah hitam dan bersarung Bugis juga. Kupikir dialah pemimpin suku dari pihak pria.

Acara segera dimulai dengan makan bersama. Setelah acara makan dimulailah acara resmi.

“Bagaimana, apakah kita mulai acara kita?’ kata orang di sebelahku.

“Boleh, boleh …!” jawab orang serentak.

“Baiklah. Kita mulai,” kata orang disebelahku.

Dia memperbaiki duduknya, menegakkan badannya dan merapikan kopiahnya.

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!” sapanya.

“Saya adalah Datuak Patiah, kepala suku kaum kami. Kami mengucapkan selamat datang. Masanya kami menanti apa maksud kedatangan ke tempat kami,” kata orang disebelahku yang bergelar Datuak Patiah.

“Sampai Datuak?” kata pria di seberang.

“Sampai!” jawab Datuak Patiah.

“Kami datang dari Mahat, suku Kampai. Saya Datuak Marajo, kepala suku keluarga kami. Maksud kedatangan kami adalah berkenalan dengan kelurga di sini,” kata pria di seberang yang bergelar Datuak Marajo.

“Baiklah Datuak. Datuaklah yang memulai memperkenalkan diri,” jawab Datauak Patiah.

Datuak Marajo memperkenalkan semua keluarga yang datang satu per satu dimulai dengan Dedi, pria yang hendak menjadi menantu Rosma. Setelah itu Datuak Patiah  memperkenalkan keluarganya dimulai dengan Tika, putri Rosma yang akan menikah.

“Kalau ada perkenalan, tentu ada maksud dibalik itu, Datuak!” kata Datuak Patiah.

“Benarlah Datuak. Kami mau melamar kemenakan Datuak bernama Tika untuk diperjodohkan dengan kemenakan kami Dedi,” jawab Datuak Marajo.

Kulihat Dedi dan Tika terlihat senyum-senyum. Ibu-ibu terlihat santai saja, sementara para tamu pria terlihat agak tegang.

“Baiklah. Kami sudah paham maksud Datuak. Untuk itu, baiklah kita bertanya pada yang bersangkutan,” kata Datuak Patiah.

“Baiklah Datuak,” jawab Datuak Marajo.

Datuak Patiah berbisik ke orang sebelahnya, kemudian orang sebelahnya berkata setengah berteriak,

“Bagaimana, orang rumah”

“Setuju …!” jawab para Ibu-ibu.

Datuak Patiah kembali berkata,

“Sudah sama-sama kita dengarkan. Pinangan Datuak diterima,”

“Alhamdulillah …!” kata banyak orang mengucapkan syukur.

*

Kemudian Datuak Marajo berkata,

“Kami membawa sarung Bugis sebagai tanda pinangan kami telah diterima. Selanjutnya perihal pemberian selanjutnya dibicarakan oleh kemenakan kita Dedi dan Tika. Bagaimana menurut Datuak?”

“Kami setuju semuanya, Datuak!” kata Datuak Patiah.

Alhamdulillah, kata kaum Bapak-bapak.

Kudengar di pihak Ibu-ibu terdengar agar berisik. Datuak Patiah menoleh ke pihak Ibu-ibu. Kemudian bertanya,

“Ada apa, Ibu-ibu?” tanya Datuak Patiah.

Ibu-ibu diam saja, tidak  ada yang bersuara. Datuak Patiah kembali berkata,

“Lebih baik juga disebutkan apa yang akan diberikan ke keluarga kami?”

Datuak Marajo menjawab,

“Kami akan memberikan seperangkat perabot untuk satu kamar dan memberikan sejumlah uang untuk perhelatan.”

“Alhamdulillah …!” terdengar ucapan para kaum Ibu-ibu.

Datuak Patiah berkata,

“Sudah sampailah kita di penghujung kata. Tentu kami menunggu hari pernikahan diadakan.”

Datuak Marajo berbincang dengan orang kanan kirinya. Kemudian berucap,

“Kita rencanakan tiga bulan dari sekarang.”

“Baiklah, Datuak. Semoga acara selanjutnya berjalan lancar sesuai rencana.” kata Datuak Patiah.

Acara ditutup dengan berdoa dipimpin oleh seorang pria di pihak tamu.

Jam sembilan malam acara usai. Aku pulang ke rumah.@

Tag: