Legislator Prihatin Bulog Harus Akses Perbankan dengan Bunga Komersial

Stok beras Bulog. (Foto: Kementerian BUMN)

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Anggota Komisi IV DPR RI Endang Setyawati Thohari mengaku prihatin dengan kondisi Badan Urusan Logistik (Bulog) saat ini yang harus akses ke perbankan dengan suku bunga komersial.

Kondisi ini adalah konsekuensi dari peralihan Bulog dari yang awalnya sebagai Lembaga Pemerintah Non-Departemen (LPND) untuk melayani fungsi pelayanan publik, namun sesuai aturan baru melalui PP Nomor 7 Tahun 2003, BUMN penjaga ketahanan pangan ini juga dituntut untuk memenuhi fungsi komersial perusahaan.

“Saya prihatin karena Bulog harus akses ke perbankan dengan suku bunga komersial. Padahal yang kita harapkan Bulog itu bisa menampung produk pertanian dari petani-petani walaupun tadi ada kesulitan kadar airnya, tetapi Bulog harusnya menjadi off taker untuk petani agar hidupnya bisa lebih sejahtera,” ujar Endang saat mengikuti Kunjungan Kerja Reses Komisi IV DPR RI ke Bulog Divisi Regional Jawa Timur, Surabaya, Sabtu (18/12/2021).

Dengan adanya perluasan fungsi ini, berakibat Bulog tidak lagi di-back up sepenuhnya dengan bantuan keuangan dari pemerintah. Ujungnya, lembaga yang didirikan sejak 1967 tersebut tidak mampu optimal dalam menyerap gabah dari petani meskipun di saat panen raya.

“Kita mendorong agar Bulog seperti itu (kembali ke asal) lagi. Ada anggota Komisi IV, Andi Akmal, yang juga sebagai Banggar. Kita menyetujui harusnya kita bantu petani saat panen raya,” tegas Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI ini.

Dalam acara yang sama, Anggota Komisi IV DPR RI I Made Urip menilai adanya perubahan aturan Badan Urusan Logistik (Bulog) menjadi penyebab utama lembaga tersebut sulit sepenuhnya menjalankan fungsi pelayanan publik.

Diketahui, lembaga pangan di Indonesia yang mengurusi soal beras ini, didirikan sejak 1967 yang awalnya sebagai Lembaga Pemerintah Non-Departemen (LPND) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI.

Namun, sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perusahaan Umum (Perum) Bulog, selain sebagai institusi yang menjalankan penugasan dari pemerintah, Bulog juga memiliki fungsi komersial yang mendorong adanya pendanaan mandiri dalam bentuk perum, sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

“Menyamakan Bulog sekarang dengan dulu berbeda. Kalau dulu Bulog itu LPND, bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Sekarang tidak. Jadi, tugasnya di samping fungsi komersial juga menjalankan fungsi publik yang sesuai ditugaskan oleh pemerintah,” jelas Made Urip.

Salah satu dampak dari adanya perubahan status ini adalah terkait dengan sulitnya sirkulasi beras di Bulog. Yaitu, program Beras untuk Rakyat Miskin (Raskin) sudah tidak ada lagi. Padahal, berulang kali Bulog dapat penugasan dari pemerintah untuk membeli gabah dari petani dengan cara mengandalkan kredit komersial dari perbankan.

“Namun, tetap saja sulit karena setelah dibeli kesulitan untuk disalurkan. Termasuk, dulu kita bisa bangun gudang dengan APBN dari Sabang sampai Merauke. Jadi sangat berat buat perum bulog saat ini,” ujar Anggota Fraksi PDI-Perjuangan DPR RI dan daerah pemilihan (dapil) Bali ini.

Diketahui, dari aspek pelayanan publik, Bulog mendukung bagi terciptanya tiga pilar dari ketahanan pangan, yaitu ketersediaan, keterjangkauan, dan stabilitas. Sedangkan dari aspek komersial, Bulog memiliki tiga kegiatan, yaitu perdagangan, unit bisnis, dan anak perusahaan.

Sumber : Humas DPR RI | Editor : Intoniswan

Tag: