Cerpen Karya : Efrinaldi

Ada kenikmatan tersendiri bisa sesekali makan siang di kedai nasi. Tidak mengurangi penghargaan pada makan siang yang selalu disiapkan istri, makan siang di kedai nasi memberikan kesempatan untuk berhubungan dengan orang lain saat makan siang.
Siang itu aku makan bersama Faiz di kedai nasi Pak Juned. Aku tahu kalau Pak Juned adalah pensiunan PTP di daerah Riau, dari istriku. Setelah pensiun di pulang kampung dan membuka kedai nasi.
Ada yang istimewa dari kedai nasinya yaitu menyediakan makanan yang berbeda dengan kedai nasi kebanyakan di daerah kami. Dia menyediakan masakan kekinian yaitu ayam goreng geprek dengan sambal super pedas. Ini disukai anak muda seperti Faiz.
Dia juga menyediakan masakan kreatif yaitu ikan sarden olahan sendiri dengan saus tomat yang lezat. Dia juga menyediakan masakan kampung, masakan rumahan sehari-hari, yang berbeda dengan warung Padang biasanya.
Yang istimewa juga adalah harganya super murah, yaitu serba sepuluh ribu rupiah untuk satu porsi makan, lengkap dengan nasi, lauk dan sayuran. Harga ini menarik buat para petani yang makan siang, tidak perlu pulang ke rumah atau membungkus nasi dari rumah. Juga pas harganya buat pedagang keliling yang kebetulan tiba di tempatnya pas makan siang. Sering juga pedagang mengatur perjalanan agar masanya makan siang berada sekitar kedai nasi.
Entah disadari atau tidak, Pak Juned juga punya lokasi kedai nasi yang bagus, yaitu di persimpangan jalan. Kedai nasi itu itu berlokasi di pertigaan Padang Kandi-Koto Kocik-Sipingai. Memilih kedai nasi di persimpangan jalan adalah trik tradisional kedai nasi orang Padang, sebab lalu lintas orang ramai.
Siang itu aku makan bersama Faiz, sepulang dari berkebun di kebun kami. Aku memesan ikan sarden dan Faiz ayam geprek. Hanya hitungan lima menit, makanan sudah tersaji. Tempat makan juga disediakan dua macam yaitu meja kursi di lapangan terbuka dan saung dengan tempat makan lesehan. Aku sering memilih tempat makan lesehan, namun kali ini aku memilih makan di meja kursi.
Pak Juned dan istrinya sangat ramah. Dia sangat mengenal pelanggannya, menyebut nama pelanggannya dan bercerita hal-hal kecil tapi menyenangkan. Dia sangat mengenal aku, Faiz dan istriku.
Ketika kami selesai makan, Faiz dengan sigap mengeluarkan dompetnya untuk membayar makan siang itu. Beberapa waktu belakangan aku memang menyiapkan dompet untuk Faiz dan memberinya uang untuk pengisi dompetnya. Bila kami jajan, Faiz suka membayar dengan uang di dompetnya.
“Hebat Faiz, duitnya banyak, ya?” kata Pak Juned.
Faiz tertawa lebar. Ini menaikkan harga dirinya, yang selama ini selalu dibawah bayang-bayangku, selalu aku yang membayarkan setiap jajanan kami.
“Faiz mengeluarkan dompetnya, mengambil uang dua puluh ribu rupiah dan menyerahkan ke Pak Juned.
“Mamanya tidak dibelikan nasi?” kata istri Pak Juned.
“Oh, iya. Bungkuskan nasi buat mama Faiz satu pakai ikan sarden,” kataku.
Faiz menambahkan uang sepuluh ribu lagi.
Sebentar saja, nasi bungkus untuk istriku telah siap. Kami pulang dengan perut kenyang dan oleh-oleh sebungkus nasi buat istriku. Alhamdulillah!@
Tag: CerpenEfrinaldi