Mengantar Faiz Berobat

Cerpen Karya: Efrinaldi

RSUD dr. H. Achmad Darwis Suliki.

Suatu hari ini di bulan Mei tahun 2024 aku bersama istriku mengantar Faiz ke rumah sakit yang dekat dengan rumah tempat tinggal kami.

Kami tiba di RSUD dr. H. Achmad Darwis Suliki jam 07.45. Istriku segera melapor ke pos pendaftaran pasien rawat jalan. Istriku dan Faiz duduk di ruang tunggu menunggu panggilan. Aku pun pergi ke kantin yang berada di luar bangunan rumah sakit di tepi Batang (Sungai) Sinamar di belakang rumah sakit.

Aku memesan kopi hitam. Segera datang kopi pesananku. Aku duduk di meja yang menghadap Batang Sinamar. Aku dengar obrolan orang sekitarku. Terdengar mereka bicara politik dan kondisi masyarakat sekarang.

Ya, bicara pemilihan Gubernur Sumbar dan Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota. Aku pura-pura nggak nyimak, pada hal aku simak obrolan mereka. Juga tentang bencana alam yang sedang banyak terjadi di Sumatera Barat belakangan ini.

Lontong sayur telah masuk ke perutku. Juga segelas kopi hitam telah habis kuminum. Aku kembali menuju rumah sakit. Aku mampir ke alat tensimeter swalayan yang disediakan rumah sakit. Aku ukur tekanan darahku. Alhamdulillah, dalam batas normal. Aku pun menimbang berat badanku di timbangan badan tak jauh dari sana. Wow , aku sudah kelebihan berat badan, jeritku dalam hati. Aku telah kelebihan bobot badan sebanyak 3-4 kg. Aku harus diet, nih, bathinku. Aku pun bertekad untuk puasa Senin Kamis mulai tanggal 10 Juni 2024 yang akan datang.

Aku pun beranjak ke ruang tunggu pendaftaran. Terlihat Faiz dan istriku telah berjalan menuju ke arahku. Rupanya mereka telah menyelesaikan pendaftaran dan menuju ruang pemeriksaan tekanan darah.

Aku menyongsong mereka. Benar, mereka memang siap ke klinik rawat jalan. Kami pun bertiga duduk di ruang tunggu klinik. Tak lama kemudian terdengar panggilan Faiz untuk pemeriksaan. Faiz didampingi istriku masuk ke ruang dokter. Tak lama kemudian mereka ke luar ruang dokter.

“Sekarang tinggal mengambil obat di apotek.” ujar istriku.

Kami pun menuju Apotek Rumah Sakit, berada di bangunan berlokasi di bagian depan area rumah sakit. Kami masuk apotek. Istriku memasukkan resep dari dokter dan menerima nomor antrian penerimaan obat.

Mataku memandang ke sekitar apotek. Tiba-tiba mataku tertuju pada perihal obat tuberculosa.  Aku jadi ingat bahwa akulah formulator obat kombinasi tetap FDC-4. Obat itu diluncurkan sekitar tahun 2005, dan sampai kini masih digunakan sebagai obat tuberculosa yang terhandal di Indonesia. Obat itu pernah dikatakan pejabat BPOM yaitu Bu Linda Sitanggang sebagai obat FDC for TB pertama di dunia yang berkualitas baik.

Ingatanku melayang ke masa 24 tahun lalu, ketika FDC for TB mulai dikembangkan di Kimia Farma. Pengembangan obat itu mendapat nasehat dan bantuan teknis dari WHO. Mulai dari dosis obat dalam kombinasi sampai metode pengujian bioekivalensinya.

Mengingat ini aku teringat asistenku Teh Ai. Dalam percobaan itu kami bekerja keras, mati-matian karena didesak perusahaan juga pemerintah, sebab keperluannya mendesak. Kala itu aku dan Teh Ai bolak balik Bandung-Jakarta dalam rangka percobaan skala pilot dan skala produksi di pabrik Kimia Farma Jakarta.

Pernah suatu saat, percobaan dilakukan di bulan puasa. Saking beratnya tanggung jawab yang terpikul di pundakku sampai aku jatuh sakit saat berdinas di pabrik Jakarta. Aku pun meminta obat di Klinik Pabrik Kimia Farma Jakarta. Aku dikasih kombinasi Loratadin dan Pseudoefedrin karena flu berat. Aku pun segera pulang ke Bandung. Percobaan terhenti sejenak dan setelah sembuh, aku dan Teh Ai kembali maraton menyelesaikan penelitian ini.

Kemudian terdengar nomor antrian Faiz. Istriku beranjak ke pos penerimaan obat. Terdengar petugas apotek menjelaskan pemakaian obat. Istriku menerima obat dan berjalan ke tempat dudukku dan Faiz.

“Sudah beres. Ayo kita pulang!” kata istriku.

Aku, istriku, dan Faiz segera ke luar apotek dan  menuju tempat parkir mobil. Kami pun pulang ke rumah kami di Padang Kandi.@

Tag: