JAKARTA.NIAGA.ASIA — Protein Hewani dinilai efektif dalam mencegah anak mengalami stunting. Pangan hewani mempunyai kandungan zat gizi yang lengkap, kaya protein hewani dan vitamin yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Kementerian Kesehatan Ni Made Diah mengatakan penyebab utama permasalahan gizi adalah asupan gizi yang tidak optimal dan infeksi berulang.
“Studi yang dilakukan oleh Headey et.al (2018) menyatakan bahwa ada bukti kuat hubungan antara stunting dan konsumsi pangan hewani pada balita 6-23 bulan, seperti susu/produk olahannya, daging/ikan dan telur. Penelitian tersebut juga menunjukkan konsumsi pangan berasal dari protein hewani lebih dari satu jenis lebih menguntungkan daripada konsumsi satu jenis pangan hewani. Protein hewani penting dalam penurunan stunting,” kata Diah saat konferensi pers Hari Gizi Nasional ke-63 di Jakarta, Jumat 20 Januari 2023.
Tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein dapat digunakan sebagai indikator untuk melihat kondisi gizi masyarakat. Berdasarkan Susenas 2022, konsumsi protein per kapita sudah berada di atas standar kecukupan konsumsi protein nasional yaitu 62,21 gram namun masih cukup rendah untuk protein hewani yaitu kelompok ikan/udang/cumi/kerang 9,58 gram; daging 4,79 gram; telur dan susu 3,37 gram.
Sementara itu berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO), konsumsi telur, daging, susu dan produk turunannya di Indonesia termasuk yang rendah di dunia: konsumsi telur antara 4-6 kg/tahun; konsumsi daging kurang dari 40 g/orang, serta konsumsi susu dan produk turunannya 0-50 kg/orang/tahun. Telur merupakan sumber protein, asam amino dan lemak sehat. Sedangkan susu mengandung protein dan kalsium. Makan telur matang dengan susu membuat asupan protein manusia seimbang.
Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia Prof Hardiansyah mengatakan dasar dari pertumbuhan tulang itu ada pada tulang rawan. Zat gizi dari pangan hewani bisa membentuk tulang rawan tersebut.
“Artinya jangan hanya berpikir tentang kalsium dan mineral. Tapi ketika ingin pertumbuhan tulang normal maka perlu juga protein hewani,” kata Hardiansyah.
Asupan protein hewani pada ibu hamil sangat penting dalam mencegah stunting pada janin yang dikandungnya. Gangguan pertumbuhan janin dalam kandungan menjadi salah satu penyebab utama anak lahir stunting salah satunya karena komponen gizi.
“Ini bukti pemberian telur satu butir satu hari pada anak setelah pemberian ASI eksklusif itu menurunkan risiko stunting,” terang Hardiansyah.
Wakil Ketua Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) Prof dr Budi Wiweko, Sp.OG menjelaskan pentingnya protein hewani dalam 270 hari pertama kehidupan atau 9 bulan dapat mencegah anak dari stunting. Tetapi di luar itu yang juga lebih penting dalam mencegah anak lahir stunting adalah 100 hari sebelum terjadinya kehamilan atau persiapan kehamilan. Pada masa tersebut calon ibu dianjurkan mengonsumsi tinggi protein untuk persiapan sel telur dan sperma yang berkualitas, sehingga menghasilkan embrio yang baik dan janin yang berkualitas.
“Studi kita menunjukkan bahwa ibu hamil kita konsumsinya sebagian besar masih karbohidrat, sementara asupan protein masih sangat kurang,” tuturnya.
Konsumsi tinggi protein hewani selain mencegah stunting juga dapat menurunkan morbiditas maternal dan perinatal dan mencegah terjadinya pertumbuhan janin terhambat, mencegah terjadinya eklamsia berat.
Ketua Umum PP Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Piprim Basarah Yanuarso menambahkan, pada anak-anak itu ketika tumbuh kembang ada satu ‘saklar’ pertumbuhan yang nama nya ‘m TOR-C ‘.
“Di mana m TOR-C hanya akan dinyalakan ‘saklar’ pertumbuhannya ketika kadar asam amino dalam darahnya itu cukup tinggi dan asam amino esensial ini sumbernya adalah dari protein hewani,” ujar Piprim.
Masih dikutip niaga.asia dari laman resmi Kementerian Kesehatan, stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Sumber : Kementerian Kesehatan | Editor : Saud Rosadi
Tag: KesehatanNasionalStunting