Perkembangan Perekonomian Global Masih Dibayangi Ketidakpastian

Perang antara Rusia dengan Ukraina, masih menjadi salah satu faktor timbulnya ketidakpastian perekonomian global di tahun 2024. (Foto Gubernur wilayah Donetsk Pavlo Kyrylenko/Handout via REUTERS)

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Ekonomi global masih dibayangi ketidakpastian. Geopolitik masih menjadi faktor risiko terbesar antara lain meningkatnya konflik dan friksi antarnegara (perang di Ukraina, krisis Timur Tengah, dan friksi antara AS dan Tiongkok), maraknya kebijakan industri global, peningkatan jumlah sanksi dan restriksi dagang, serta melemahnya peran institusi global.

Demikian disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN Kita yang dilaksanakan secara daring, hari ini, Kamis (27/06/2024).

Menurut Menkeu, Faktor geopolitik dan perubahan iklim masih mempengaruhi rantai pasok dan memberikan tekanan pada volatilitas harga komoditas. Secara year-to-date (ytd) sampai dengan 25 Juni 2024, harga minyak bumi (Brent) naik 11,7%, harga CPO naik 4,3%, harga gas alam naik 6,0%, sedangkan batu bara masih terkontraksi 9,2%.

“Sementara, komoditas pangan seperti beras, naik 7,0%, namun kedelai dan gandum turun masing-masing 9,5% dan 11,7%,” ungkapnya.

Meski demikian, lanjut Menkeu, neraca perdagangan bulan Mei masih melanjutkan surplus 49 bulan berturut-turut, di angka USD2,93 miliar. Nilai ekspor tercatat USD22,3 miliar atau tumbuh 2,9% (yoy), sementara impor mencapai USD19,4 miliar atau terkontraksi 8,8% (yoy).

“Inflasi domestik bulan Mei terkendali, sebesar 2,84% (yoy) atau -0,03% (mtm) dan 1,16% (ytd), dipengaruhi inflasi volatile food yang menurun karena tekanan harga pangan mereda,” ujarnya.

Indikator perekonomian domestik tetap terjaga positif. Pada Mei 2024, Indeks Keyakinan Konsumen tercatat 125,2, Mandiri Spending Index menunjukkan normalisasi konsumsi di level 45% (yoy), dan Indeks Penjualan Riil tumbuh 4,7% (yoy).

Dari sisi produksi, PMI Indonesia masih terjaga ekspansi selama 33 bulan terakhir di level 52,1. Konsumsi semen melanjutkan pertumbuhan di level 11,2% (yoy), serta konsumsi listrik untuk bisnis dan industri tumbuh kembali masing-masing 8,6% (yoy) dan 1,8% (yoy).

Sedangkan pasar keuangan domestik masih volatile di tengah ketidakpastian global. Hingga 25 Juni, Rupiah terdepresiasi sebesar 6,58% (ytd). Yield SBN Rupiah sedikit membaik di bulan Juni meski secara ytd masih meningkat 63 bps.

“Hingga 24 Juni, pasar SBN mencatatkan outflow Rp42,37 triliun secara ytd atau outflow Rp7,29 triliun secara mtd. Pasar saham mencatatkan outflow Rp6,14 triliun secara ytd atau outflow Rp2,01 triliun secara mtd,” terang Menkeu.

Sebagai kesimpulan, di tengah rambatan risiko global, kinerja perekonomian domestik dan APBN tetap terjaga baik. Dampak risiko global terhadap perekonomian dan pasar keuangan domestik terus diantisipasi dan dimitigasi.

“Pemerintah terus mengoptimalkan peran APBN sebagai shock absorber dan memastikan konsistensi macro-policy mix dalam rangka mendorong pertumbuhan sekaligus menjaga stabilitas perekonomian,” demikian Menkeu.

Sumber: Biro KLI Kementerian Keuangan | Editor: Intoniswan

Tag: