Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I-2023 Tercatat 5,03%

Ekspor dan konsumsi dalam negeri penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi Triwulan I-2023. (Foto Karantina Pertanian Balikpapan)

JAKARTA.NIAGA.ASIA – Pertumbuhan ekonomi triwulan I 2023 tetap kuat, tercatat 5,03% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,01% (yoy).

“Perkembangan positif ini didorong oleh tingginya ekspor dan meningkatnya permintaan domestik sejalan dengan konsumsi rumah tangga dan konsumsi Pemerintah yang meningkat serta investasi nonbangunan yang baik,” ungkap Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo usai memimpin RDG (Rapat Dewan Gubernur) Bank Indonesia pada 24-25 Mei 2023, Kamis  (25/5/2023).

Pertumbuhan ekonomi Triwulan I-2023, menurut Perry,  juga didukung kinerja yang baik di seluruh Lapangan Usaha (LU), dengan kontribusi yang besar tercatat pada LU Industri Pengolahan, Perdagangan Besar dan Eceran, serta Transportasi dan Pergudangan.

“Secara spasial, pertumbuhan ekonomi tertinggi tercatat di wilayah Kalimantan dan Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua),” ucapnya.

Perkembangan terkini menunjukkan kegiatan ekonomi tetap membaik pada triwulan II 2023, sebagaimana tecermin pada pertumbuhan positif penjualan eceran, ekspansi Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur, dan kenaikan keyakinan konsumen.

“Kinerja ekspor pada April 2023 juga kuat di tengah membaiknya perekonomian global. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2023 diprakirakan tetap dalam kisaran 4,5-5,3%,” kata Perry.

Ekonomi Dunia

Pada bagian lain, Perry mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi dunia 2023 lebih tinggi dari prakiraan semula. Pertumbuhan ekonomi global 2023 diprakirakan mencapai 2,7% (yoy), ditopang oleh pertumbuhan ekonomi negara berkembang yang lebih kuat.

“Ekonomi Tiongkok tumbuh lebih baik didorong oleh pembukaan ekonomi pascapandemi Covid-19. Prospek ekonomi India juga meningkat didukung oleh permintaan domestik yang kuat,” ungkapnya.

Sementara itu, pemulihan ekonomi negara maju, terutama Amerika Serikat (AS) tertahan sejalan dengan dampak kebijakan moneter ketat dan peningkatan risiko stabilitas sistem keuangan (SSK).

Menurut Perry, penurunan inflasi global berlanjut terutama dipengaruhi oleh proses disinflasi negara berkembang yang lebih cepat sedangkan penurunan inflasi negara maju lebih lambat akibat pasar tenaga kerja yang ketat.

Ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi dipengaruhi oleh dampak risiko SSK di negara maju dan juga ketidakpastian penyelesaian permasalahan government debt ceiling di AS,” ujarnya. Di tengah ketidakpastian pasar keuangan global tersebut, aliran masuk modal asing ke negara berkembang berlanjut seiring dengan kondisi dan prospek perekonomiannya yang lebih baik.

Penulis:  Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: