
NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Dewan Perwkilan Rakyat Daerah (DPRD) Nunukan mengusir staf perwakilan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) III Kalimantan Utara (Kaltara) yang hadir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas kecelakaan laut speedboat Cinta Putri di perairan Tinabasan Nunukan, 29 Januari lalu.
RDP yang dipimpin ketua Komisi I DPRD Nunukan Saddam Husein awalnya mendengarkan penjelasan Dinas Perhubungan (Dishub) Nunukan, SKOP Nunukan, dan BPTD Kaltara, terkait kewenangan penerbitan izin berlayar kapal termasuk speedboat dibawah 7 gross tonnage (GT).
Kekesalan sejumlah anggota DPRD Nunukan disuarakan Sekretaris Komisi I DPRD Nunukan, Muhammad Mansur yang menilai BPTD seolah-olah lepas tangan dan tidak memiliki kewenangan dalam pengawasan.
“Tadi kita sudah dengar penjelasan KSOP dan Dishub bahwa penerbitan izin berlayar dan lainnya kapal dibawah 7 GT kewenangan BPTD,” sebutnya.
Mansur menerangkan persoalan penerbitan perizinan dan kelengkapan lainya kapal 7 GT pernah dibahas dalam hearing DPRD Nunukan tahun 2020 perihal pelayaran illegal speedboat di perairan Kabupaten Nunukan.
Pemilik speedboat kesulitan mengurus izin kapal dan speedboat dikarenakan BPTD III Kaltara di Nunukan memiliki keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM). Alasan ini tidak kunjung diperbaiki hingga tahun 2025.
“BPTD Kaltara hanya mengutus staf yang tidak berkompeten hadir disini, alasannya pimpinan berhalangan hadir, kalau begini kalian keluar dari ruang rapat,” tutur Mansur.
Kecelakaan laut speedboat Nunukan Rabu 29 Januari 2025 menewaskan 7 orang dan 1 orang penumpang belum ditemukan. Tragedi memilukan ini paling sangat disesalkan karena pelayaran tidak dibekali dokumen perizinan.
Anehnya, instansi pemerintah KSOP dan Dishub dan BPTD saling lempar tanggung jawab, bahkan mengaku tidak memiliki kewenangan dalam pengawasan keselamatan pelayaran maupun penerbitan izin berlayar.
“Saya tanya sekali lagi kepada Dishub, KSOP dan BPTD. Siapa yang bertanggung jawab atas insiden kecelakaan ini, Kami ini heran semua instansi merasa tidak berwenang,” kata Mansur.
Penjelasan KSOP
Kepala KSOP Nunukan, Kosasi menjelaskan kewenangan keselamatan pelayaran termasuk didalamnya surat izin berlayar, sertifikat kapal dan lainnya telah diserahkan oleh Dirjen Laut Kementerian perhubungan ke Dirjen Darat.
Bersamaan peralihan tugas, KSOP secara otomatis menyerahkan kewenangan penerbitan perizinan kapal dibawah 7 GT ke Dishub Nunukan, sedangkan kapal diatas 7 GT diambil alih oleh BPTD Kaltara.
“Pengawasan keselamatan khusus speedboat sudah diserahkan ke Dirjen Darat dalam hal ini BPTD di tahun 2020,” bebernya.
Pelepasan kewenangan ini berlaku pula untuk pengawasan kapal motor berukuran besar seperti kapal fery Manta jurusan Nunukan – Tarakan, Nunukan – Sebatik dan Nunukan – Sei Menggaris.
Meski tidak memiliki kewenangan, KSOP dalam beberapa kesempatan bersama Lanal dan Polres Nunukan tetap memberikan himbauan kepada motoris speedboat dan penumpang regular agar selalu mengenakan jaket penampung.
“Saya sudah minta ke motoris speedboat pakai jaket penampungnya, tapi mereka jawab dekat aja ini menyeberang dari Nunukan ke Sebatik,” ungkapnya.
Penulis: Budi Anshori | Editor: Intoniswan
Tag: DPRD NunukanKecelakaan laut