
NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Ketegangan antara masyarakat adat Dayak di lima kecamatan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, dengan PT Adindo Hutani Lestari (AHL) atas pengrusakan tanaman singkong warga berakhir damai setelah dimediasi Wakil Bupati Nunukan, Hermanus.
Pertemuan yang difasilitasi Wakil Bupati Nunukan, Hermanus menghadirkan perwakilan PT AHL, warga Kecamatan Sebuku, Tulin Onsoi, Sembakung, Sembakung Atulai, dan Lumbis serta perwakilan lembaga adat Dayak menghasilkan 5 poin kesepakatan.
“Mediasi kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan bersama. Kami berharap ke depan tidak ada lagi permasalahan serupa yang dampaknya merugikan pihak-pihak,” kata Hermanus, Rabu (25/06/2025).
Permasalahan bermula dari karyawan PT AHL menyemprot tanaman singkong warga menggunakan racun herbisida. Tindakan ini memicu kemarahan masyarakat adat di lima kecamatan karena tanamannya mati.
Dengan telah adanya kesepakatan, Hermanus meminta hubungan antara masyarakat dan perusahaan yang sebelum sempat memanas diwarnai aksi pembakaran sarana milik PT AHL kembali berjalan harmonis serta saling menguntungkan.
“Dari pihak PT AHL dihadiri Rudi Fajar selaku kuasa direksi bersama Senior Management Bagian Humas, Arif Fadillah dan Senior Management Comdev and Stakeholder Engagement, Djarot Handoko,” sebutnya.
Isi Kesepakatan Mediasi
1.PT. AHL menghormati dan mendukung permohonan masyarakat adat di Kecamatan Sebuku, Kecamatan Tulin Onsoi, Kecamatan Sembakung, Kecamatan Sembakung Atulai dan Kecamatan Lumbis, untuk mengajukan perubahan fungsi kawasan hutan dalam areal Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) PT. AHL sepanjang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.Masyarakat adat meminta kepada Pemerintah Nunukan membentuk tim kerja untuk menindaklanjuti permohonan perubahan fungsi kawasan hutan dalam PBPH PT. AHL sepanjang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada pemerintah pusat Cq. Kementerian Kehutanan RI;
3.Bahwa permohonan perubahan fungsi kawasan hutan dalam areal PBPH PT. AHL sebagaimana dimaksud angka 1 dan angka 2 diajukan untuk lahan permukiman masyarakat, lahan pertanian pangan dan kebun, infrastruktur konektivitas jalan desa dan jalan kabupaten, jalan nasional, sarana dan prasarana pemerintahan desa, pemerintahan kecamatan dan pemerintah kabupaten, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana perhubungan, sarana keagamaan, sarana kebudayaan adat, pemakaman umum di Kecamatan Sebuku, Kecamatan Tulin Onsoi, Kecamatan Sembakung, Kecamatan Sembakung Atulai dan Kecamatan Lumbis.
4.Untuk tanaman akasia dan ekaliptus yang sudah ditanam di dalam areal PBPH PT. AHL tetap dipertahankan sebagai tanaman perusahaan dan tetap bisa melaksanakan kegiatan operasional sesuai dengan perizinan.
5.Bahwa apabila di dalam areal HPHTI dan PBPH PT. AHL terdapat lahan yang telah menjadi tanah milik, perkampungan, tegalan, persawahan atau telah diduduki dan digarap oleh masyarakat sejak lama, maka lahan tersebut tidak termasuk dan dikeluarkan dari areal kerja HPHTI / PBPH PT. AHL sebagaimana kesepakatan berita acara hasil rapat tanggal 07 Mei 2007 tentang pembahasan permasalahan antara masyarakat adat di Kecamatan Sebuku, Kecamatan Sembakung dan Kecamatan Lumbis dengan PT. AHL sebagaimana telah dilakukan perubahan dengan Berita Acara Tanggal 16 Mei 2007 tentang Revisi Berita Acara Rapat Tanggal 07 Mei 2007 tentang Pembahasan Permasalahan Antara Masyarakat Adat di Kecamatan Sebuku, Kecamatan Sembakung dan Kecamatan Lumbis dengan PT. AHL.
Sementara itu, Kuasa Direksi PT AHL, Rudi Fajar, menyampaikan rasa syukur atas tercapainya kesepakatan ini dan terima kasih kepada Pemerintah Nunukan yang telah memfasilitasi pertemuan mediasi.
“Kami mohon maaf jika ada hal-hal yang tidak berkenan di hati masyarakat. Ini menjadi pelajaran berharga bagi kami kedepannya,” tutur Rudi.
Penulis: Budi Anshori | Editor: Intoniswan
Tag: Masyarakat AdatPertanahan