Teladan dari Nabi Ibrahim

Cerpen Karya: Efrinaldi

Mengorbankan sapi hanya simbolisasi berserah diri kepada perintah Allah Swt. (Foto Istimewa)

“Faiz akan tampil dalam operet The Brave Ibrahim,” kata istriku suatu hari.

“Oh, ya. Ceritakan saja pada Ayah nanti ceritanya, sebab Ayah tidak bisa ikut menontonnya,” jawabku.

Kala itu Faiz, putraku yang autis, ikut operet itu.

Sepulang acara istriku menceritakan tentang operet itu. Ya, cerita tentang Nabi Ibrahim dengan Ismail dan Siti Hajar. Aku tidak terlalu terkejut, sebab cerita itu sudah sering kudengar di pelajaran agama ataupun tausiyah agama. Namun aku terkesan dengan judulnya “The Brave Ibrahim”. Artinya Nabi Ibrahim adalah seorang pemberani!

***

Idul Adha datang. Aku jadi teringat akan operet putraku “The Brave Ibrahim”

Aku dulunya melihatnya biasa-biasa saja. Namun kemudian ada pengalaman batin yang mengesankan bagiku.

Ketika putraku berusia 20 tahun dan telah selesai sekolah di SMK, aku merasa kehabisan akal tentang masa depan putraku. Pendidikan diperoleh di SMK jurusan Tata Boga tidak memberikan keterampilan yang dapat dikerjakannya sendiri. Dia tetap tidak bisa bekerja sendiri yang menjadi mata pencahariannya nanti setelah dewasa.

Aku dan istriku putar haluan. Pindah ke kampung halaman dan mempersiapkannya menjadi petani di kampung halaman. Namun, lagi-lagi, dia tidak bisa mengerjakan sendiri. Aku pun akhirnya berpikir, mempersiapkan investasi yang mungkin dapat menyokong kehidupannya di masa depan. Namun, itu tidaklah seberapa.

Dalam kegalauan itu, aku teringat kisah Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim juga tidak terlalu merisaukan putranya Ismail yang ditinggalkan bersama Siti Hajar di depan ka’bah karena Nabi Ibrahim ada keperluan berangkat ke Palestina. Nabi meninggalkan mereka berdua dan bertawakal pada Allah akan menyelamatkan putra dan istrinya.

Tersebutlah kisah, bagaimana Siti Hajar berlari dari bukit Sava dan Marwa mencari air buat putranya yang kehausan. Pertolongan Allah datang, dengan terpancarnya air di kaki Ismail Itulah ganmbaran tawakal yang sangat dramatis. Mengingat itu, apalah aku punya putra yang hidup di lingkungan keluarga masa kini yang hidup di masa dengan banyak kemudahan.

Pencerahan itu sungguh menenangkanku. Aku kini menjalani kehidupan bersama putraku dengan lebih ringan.

***

Ketaatan Nabi Ibrahim adalah sangat kuat memberikan pelajaran. Bagaimana suatu perintah yang seolah tidak masuk akal, namun diyakini perintah Allah tetap dilaksanakan, yaitu perintah menyembelih Ismail. Walau akhirnya Ismail tidak tersembelih akhirnya, digantikan dengan kibas oleh Allah Swt.

Kita memang bukan nabi, dan juga tidak diberikan perintah sekaliber nabi. Perintah yang diberikan pada kita umat manusia awam ini tergolong mudah dipahami. Perintah menyembelih hewan qurban, tentulah jauh dibawah perintah menyembelih Ismail pada Nabi Ibrahim.

Namun, kadangkala untuk melaksanakan ibadah qurban masih enggan kita lakukan walau sebenarnya sudah mampu. Sekali lagi, kita perlu meniru keberanian nabi Ibrahim, ketika kita takut miskin dengan membeli hewan qurban untuk menjalankan ibadah qurban.

Kita memang banyak takutnya, bahkan untuk menghadapi masa depan yang normal-normal saja. Kita juga sering takut miskin untuk bersedekah, walau kita telah berkali-kali mendapatkan pengalaman bahwa sedekah memudahkan datangnya rezeki setelahnya. Jadi, janganlah takut bisa sudah dalam koridor ajaran agama.

Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Itulah ayat yang ada di Al-Fatihah, ummul Quran. Percayalah!

Tag: