Cerpen Karya: Efrinaldi

“Uda Epi, usaha pupuk organik lesu,” keluh adikku pada suatu sore.
“Kenapa?” tanyaku.
“Orang belum tahu manfaat pupuk organik,” jawab adikku.
“Sekarang dipakai orang di mana?” tanyaku.
“Di Alahan Panjang petani sudah terbiasa memakai pupuk organic,” jelas adikku.
“Kenapa dipakai orang di sana?” tanyaku lebih lanjut.
“Kalau mereka memakai pupuk kandang, sering terjadi jamuran di tanaman mereka,” jelas adikku.
“Oh, jadi saingan pupuk organik adalah pupuk kandang?” tanyaku.
“Iya, pupuk kandang lebih murah, tetapi sering menimbulkan hama penyakit dan tidak seefektif pupuk organik,” tambahnya.
“Oh, kalau begitu tinggal waktu saja soal meledaknya pupuk organik di pasaran,” tukasku.
Adikku tersenyum. Tetapi kemudian senyumnya berubah kecut.
“Sejak bisnis lele asap bangkrut dan bisnis pupuk organik belum besar juga, aku kesulitan menutupi biaya hidup kami sekeluarga,” keluh adikku.
“Aha! Uda Epi ada ide!” kataku bersemangat.
“Ide apa?” Tanya adikku dengan ekspresi ingin tahu.
“Hidupkanlah kembali Warung Jambak!” jelasku.
Warung Jambak adalah warung adikku yang berlokasi di garasi rumahnya. Dulu warung kelontong itu cukup banyak pelanggannya. Kemudian karena kesibukan dia dan istrinya warung tu terbengkalai dan akhirnya tutup.
“Tapi aku tidak punya modal sekarang,” kata adikku.
“Kalau soal modal jangan khawatir. Uda Epi yang memodali,” kataku.
“Baiklah. Tetapi bagaimana hitung-hitungannya?” tanya adikku.
“Uda Epi akan memodali Rp 10 juta dan menerima bagi hasil sebanyak 2% dari penjualan,” kataku.
Adikku berpikir sejenak. Kemudian berkata, “Warung kelontong memiliki margin 5-10%. Kalau diberikan pada Uda Epi yang memodali sebanyak 2% cukup adil,” katanya.
“Deal!” kataku.
“Deal!” balas adikku.
“Sekarang mulai bersihkanlah rak-rak warung itu. Sekarang juga Uda Epi transfer uang ke rekeningmu sebanyak Rp 10 juta,” tukasku.
“OK, OK!” jawab adikku bersemangat.
*
Dalam dua hari warung Jambak telah berisi barang dagangan. Kami melakukan “grand opening” dengan berkaraoke memakai pengeras suara yang cukup keras suaranya bersama bersama istri dan anakku serta adikku bersama istrinya. Rupanya itu menarik perhatian orang sekitar. Mereka berdatangan dan jadi tahu bahwa Warung Jambak kembali dibuka.
Hari pertama dicapai omzet sebanyak Rp 145.000. Omzet hari kedua Rp 120.000. Hari ketiga, omzet melonjak menjadi 425.000. Hari keempat melonjak lagi menjadi Rp 550.000.
Pada adikku kukatakan bahwa kalau omzet sehari dicapai Rp 500 ribu per hari, artinya omzet sebulan Rp 15 juta. Dengan bagi hasil sebanyak 2%, artinya pemodal akan mendapat bagi hasil sebanyak Rp Rp 300 ribu per bulan.
Adikku yakin omzet Rp 15 juta per bulan akan dapat dicapai. Aku pun puas dapat merumuskan pola bagi hasil yang memuaskan aku dan adikku.
Semoga Warung Jambak makin laris! Aamiin!
Tag: Cerpen