
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Konflik lahan yang melibatkan warga di Desa Linggang Marimun Kutai Barat dengan PT Bina Insan Sukses Mandiri (BISM) terus memanas. Masyarakat setempat yang menguasai tanah secara turun-temurun merasa terganggu aktivitas tambang batubara BISM.
Masyarakat menilai kehadiran PT BISM tidak membawa manfaat, justru merugikan, karena tanaman mereka dibabat habis. Pun negosiasi untuk ganti rugi tidak ditanggapi, dan aktivitas perusahaan justru menimbulkan kerusakan lingkungan bahkan mengancam mata pencaharian masyarakat.
Lebih ironinya, seorang warga berinisial RN, yang merupakan ahli waris sah atas tanah seluas kurang lebih 27,2 hektare ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Kutai Barat. Sementara, BISM malah tetap beraktivitas di atas lahan tersebut meski masih bersengketa.
Permasalahan ini mengemuka dalam rapat dengar pendapat (RDP) anggota DPD RI pada Senin pagi (15/12/2025) di kantor DPD RI Kaltim, Jalan Gunung Kinibalu, Samarinda. RDP difasilitasi oleh Anggota DPD RI Dapil Kaltim Yulianus Henock Sumual.
Beberapa pihak terkait yang hadir adalah Kepala Dinas ESDM Bambang Arwanto, Kabid Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan Dishut Kaltim Susilo Pranoto, Pengawas Lingkungan Hidup DLH Kaltim Ahmad Fais, Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Penetapan Kanwil BPN Kaltim Aji Ani, serta sejumlah warga Linggang Marimun. Sayangnya, PT BISM dan Polres Kutai Barat justru tidak hadir dalam RDP ini.
Yulianus Henock Sumual menyayangkan ketidakhadiran perwakilan BISM dan Polres Kutai Barat. Ia menegaskan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti persoalan ini secara serius.
“Kita akan membentuk tim investigasi yang nantinya bertugas melakukan inspeksi dan pengecekan secara menyeluruh terhadap BISM,” ujarnya.
Tim investigasi akan memeriksa kelengkapan dokumen izin, dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan. Tujuannya, memastikan hak-hak masyarakat dihormati dan aktivitas perusahaan sesuai peraturan perundang-undangan.
“Jadi dinas-dinas yang hadir akan masuk dalam tim investigasi, nanti diketuai oleh Kepala Dinas ESDM Kaltim Bambang Arwanto,” jelasnya.
Paulinus Dugis selaku kuasa hukum dari RN, menceritakan kronologis dari kasus ini. Kata dia, sebenarnya kliennya RN adalah ahli waris dari Limpas Mpo Dokaaq, dengan dasar Surat Keterangan Pembagian Hak Waris tertanggal 20 Juni 1992.
Sejak saat itu, keluarganya secara turun-temurun menguasai lahan tersebut dan menanaminya dengan berbagai tanaman, termasuk palawija, karet, nangka, lai, buah kapur, buah jentika, dan rotan sega.
Dari total 27,2 hektar lahan, RN sebelumnya telah menjual 8 hektar kepada PT BISM. Sisa lahan kemudian malah diklaim oleh seseorang bernama Riya, yang pada akhirnya memicu sengketa hak tanah dan kemudian dibawa ke lembaga adat.
Karenanya lanjut Paulinus Dugis, pernyataan BISM yang mengungkapkan bahwa pihaknya tengah membangun framing atau sedang beropini terhadap berita viral di media sosial tidaklah benar.
“Pemberitaan media yang sedang viral terkait masalah konflik lahan antara RN, RY, dengan BISM dan dugaan kriminalisasi terhadap klien kami adalah fakta, bukan sekedar opini,” katanya.
Permasalahan hak tanah antara RN dan Riya pada akhirnya diselesaikan melalui Lembaga Adat Besar Kabupaten Kutai Barat, dengan putusan Nomor: 01.072/LABK-BK.SP/III/2024 pada tanggal 11 Maret 2025.
Putusan ini menetapkan pembagian hak waris tertanggal 20 Juni 1992 adalah sah sebagai rujukan atas hak waris keluarga Limpas Mpo Dokaaq. Kedua, menetapkan juga pembagian lokasi hak milik RN sekitar 18 hektar. Ketiga, penetapan hak milik Riya seluas 10,2 hektar.
“Jika mengacu pada putusan tersebut maka sangat jelas pembagian tanah antara klien kami RN dengan saudari Riya,” jelasnya.
Setelah putusan lembaga adat tersebut, Riya kemudian menjual lahannya kira-kira seluas 10,2 hektare pada PT BISM. Dengan demikian, menurut Paulinus Dugis, Riya tidak lagi memiliki hak atas tanah tersebut.
“Tetapi pada tanggal 20 Agustus 2025, Riya mengirimkan surat pemberitahuan kepada RN yang intinya menolak putusan perkara waris secara adat dan memberitahu telah menjual tanah atau lahan kepada PT BISM seluas 19,2 hektar. Dalam surat itu, Riya juga meminta RN agar tidak mengganggu lahan yang telah dijual,” jelasnya.
Menurutnya, tindakan Riya menjual tanah yang masih bersengketa kepada PT BISM merupakan tindakan melawan hukum karena perusahaan seharusnya mengetahui bahwa RN memiliki hak atas tanah tersebut. Selain itu, Petinggi Kampung Linggang Marimun bahkan telah mencabut Surat Kepemilikan Tanah (SKT) milik Riya karena terdapat cacat administrasi.
“Pada 2 September 2025, Petinggi Kampung juga telah mengeluarkan surat pemberitahuan kepada BISM agar tidak melakukan aktivitas penambangan di lahan RN, karena masih bersengketa. Namun, perusahaan tetap saja melakukan kegiatan penambangan,” tegasnya.
Penetapan RN sebagai tersangka juga dirasa sangat janggal. Kuasa hukum pun menilai tindakan salah satu oknum aparat kepolisian bertentangan dengan fakta di lapangan.
Terutama, terkait pernyataan yang menyebut Riya menguasai lahan selama 30 tahun. Ia menuturkan hal ini bertolak belakang dengan kenyataan. Karena kepemilikan sebagiannya adalah punya RN.
“Pernyataan ini bertolak belakang dengan penetapan tersangka terhadap klien kami dengan mengunakan UU PRP Nomor 51 Tahun 1960 tentang Penggunaan Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya. Sebab itu tidak masuk akal, masa pemilik yang sah atas tanah harus meminta ijin kepada PT BISM,” tegasnya.
Robertus Antara, yang juga tim kuasa hukum RN, menuturkan bahwa penetapan tersangka memang terlihat penuh kejanggalan. Laporan BISM terhadap RN pada 19 September 2025 awalnya hanya terkait dugaan merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan berdasarkan Pasal 162 UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Minerba.
Namun, pada tingkat penyidikan, RN justru ditetapkan tersangka dengan UU PRP Nomor 51 Tahun 1960, padahal sebelumnya tidak dimintai klarifikasi terkait UU tersebut.
Ia juga menyebutkan bahwa mediasi yang dilakukan Polres Kutai Barat pada 8 Oktober 2025 terhadap laporan RN hingga kini belum membuahkan hasil. Tetapi anehnya, laporan PT BISM justru tidak melalui agenda mediasi. Robertus merasa ada perlakuan yang berbeda antara pihak perusahaan dan masyarakat terdampak.
Atas kondisi tersebut, tim kuasa hukum RN telah melaporkan oknum tersebut ke Kabid Propam Polda Kaltim dan mengirim surat ke Ditreskrimum Polda Kaltim untuk gelar perkara khusus terkait penetapan tersangka RN.
Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan
Tag: batubaraPertanahan