
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Kota Bontang merupakan kota di Kalimantan Timur (Kaltim) yang diproyeksikan menjadi industrial estate. Sesuai dengan potensi yang dimiliki, kawasan industri Bontang diarahkan untuk bergerak di basis sektor pengolahan migas dan kondesat.
Berdasarkan sejarah terbentuknya, Kota Bontang berkembang sebagai outlet industri seiring dengan berdirinya dua perusahaan besar, yaitu PT. Pupuk Kalimantan Timur (PKT) dan PT. Badak LNG 86 Co.
Jenis industri yang menjadi fokus pengembangan di Kota Bontang, menurut Peraturan Gubernur Kaltim Nomor 17 Tahun 2024 tentang Rencana Umum Penanaman Modal Provinsi Kaltim, adalah industri pupuk; industri plastik; industri serat sintetis; industri karet sintetis; industri bahan pelarut.
Kemudian, industri bahan pelembut; industri bahan pembersih; industri pestisida; industri petrokimia lainnya; industri barang karet dan plastik; industri pengolahan dan pengawetan makanan (perikanan, rumput laut), dan industri alat angkutan laut dan industri kapal dan
perbaikannya.
Menurut Pergub No 17 tahun 2024 yang mulai berlaku 29 April 2024 ini, dalam pengembangannya kawasan industri di Bontang terbagi menjadi tiga zona, yaitu zona pusat kegiatan inti, zona peralihan, dan zona permukiman.
“Zona inti berada pada Kelurahan Bontang Lestari dan dikembangkan industri yang memiliki keterkaitan dengan industri yang sudah ada, seperti PT. PGN LNG Indonesia dan PT. Pupuk
Kalimantan Timur,” demikian bleid Pergub ini.
Zona peralihan merupakan kawasan yang didominasi oleh kegiatan perdagangan dan jasa juga kegiatan penunjang seperti kegiatan pariwisata.
Industri di Bontang yang termasuk kelompok Industri Pengolahan, menurut Badan Pusat Statitik (BPS) Kaltim menempati posisi kedua terbesar setelah sektor pertambangan dalam total ekspor nonmigas.
Komoditas industri pengolahan Kaltim ini jarang dikethui orang, tapi sebetulnya cukup beragam. Pada tahun 2023, sektor industri pengolahan menyumbang 17,49 persen dari total ekspor nonmigas.
Namun, ekspor hasil industri pengolahan tahun 2023 mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, turun sebesar 20,94 persen dari US$5.377,16 juta pada tahun 2022 dan menjadi US$4.251,31 juta pada tahun 2023.
Beberapa komoditas industri pengolahan menunjukkan peningkatan dalam ekspor, seperti kayu olahan, bungkil dan residu, serta minyak makan dan lemak nabati dan hewani lainnya.
Namun, komoditas lain mengalami penurunan, termasuk kayu lapis, pupuk, sabun dan bahan pembersih rumah tangga, kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, dan minyak kelapa sawit.
“Minyak kelapa sawit tetap menjadi andalan ekspor sektor industri manufaktur, dengan kontribusi sebesar 67,14 persen terhadap total ekspor sektor ini. Pada tahun 2023, nilai ekspor minyak kelapa sawit mencapai US$2.854,30 juta, meskipun mengalami penurunan sebesar 4,43 persen dibandingkan tahun sebelumnya,” ungkap Kepala BPS Kaltim, DR Yusniar Juliana, SST, MIDEC.
Komoditas ini diekspor terutama ke Tiongkok, Pakistan, dan Filipina, dengan nilai masing-masing sebesar US$1.337,24 juta, US$334,33 juta, dan US$183,14 juta.
Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan | Adv Diskominfo
Tag: Investasi