Darlis: May Day Harus Jadi Titik Balik Kesejahteraan Buruh

Sekretaris Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Darlis Pattalongi. Foto : Nai/Niaga.Asia.

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025 kembali menjadi momentum penting bagi para pekerja di seluruh Indonesia.

Di tengah gegap gempita aksi damai yang berlangsung dari Sabang sampai Merauke, ribuan buruh memadati kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, untuk menyuarakan tuntutan yang selama ini dianggap mandek di meja kebijakan.

Tahun ini, enam tuntutan utama digaungkan secara nasional:

  1. Penghapusan sistem outsourcing,
  2. Pembentukan Satgas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK),
  3. Realisasi upah layak,
  4. Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT),
  5. Revisi UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan
  6. Pengesahan RUU Perampasan Aset untuk Koruptor.

Dalam orasinya, Presiden Republik Indonesia menyampaikan komitmen untuk membentuk Dewan Kesejahteraan Buruh, sebagai bagian dari langkah pemerintah merespons keresahan pekerja yang terus menggema tiap tahun.

Sementara itu, semangat yang sama turut dirasakan di daerah, termasuk di Kalimantan Timur. Meskipun tidak berkumpul secara massal seperti di ibu kota, buruh di Kaltim tetap mengangkat isu serupa. Pertanyaannya, apakah seruan nasional ini bisa diselaraskan di tingkat daerah?

Sekretaris Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Darlis Pattalongi, memberikan respons positif atas penyatuan tema tuntutan buruh secara nasional.

“Menurut saya itu bagus agar seruan buruh lebih menggema dan efektif. Persoalan ketenagakerjaan itu bersifat umum, hampir sama di seluruh Indonesia. Jadi, kalau disatukan temanya, penyampaiannya jadi lebih kuat dan efisien,” ujarnya saat di hubungi, Kamis (1/5/2025).

Namun, di balik semangat kolaborasi nasional itu, Darlis mengingatkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah di daerah. Kesejahteraan buruh di Kaltim, katanya, masih menjadi persoalan yang belum menemukan titik terang.

“Di satu sisi, pengupahan masih jauh dari layak. Tapi di sisi lain, pengusaha juga menghadapi tekanan operasional. Ini harus dicarikan titik temunya,” tambahnya.

Menurut Darlis, tingginya biaya hidup di Kaltim menjadi tantangan besar. Banyak buruh mengaku kesulitan mencukupi kebutuhan hanya dari upah pokok yang diterima.

“Saya banyak menerima cerita dari teman-teman pekerja, secara rasional mereka tidak bisa hidup layak jika hanya mengandalkan gaji. Akhirnya, mereka terpaksa mencari sumber penghasilan tambahan,” katanya.

Ia menekankan pentingnya efisiensi anggaran, baik di tingkat perusahaan maupun kebijakan pemerintah, sebagai langkah konkret untuk memperbaiki kesejahteraan buruh.

“Pos-pos pembiayaan yang tidak perlu harus dipangkas. Hasil efisiensi itu bisa dialihkan untuk peningkatan upah. Jangan sampai buruh terus-menerus menjadi korban, tapi pengusaha juga harus tetap bisa bertahan,” pungkasnya.

Penulis : Nai | Editor  : Intoniswan | ADV DPRD Kaltim

Tag: