Harga Kelapa Naik Tajam, Komisi II DPRD Kaltim Minta Disbun Petakan Potensi Budidaya

Kementerian Perindustrian menduga tingginya permintaan kelapa dari China membuat harga kelapa jadi mahal di dalam negeri. (Foto Istimewa)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Lonjakan harga kelapa di Samarinda,hingga menembus Rp20 ribu per butir disikapi serius oleh Legislator Karang Paci, Sapto Setyo Pramono.

“Yang jelas begini ya tentang kenaikan kelapa. Kelapa itu merupakan sumber bahan pokok juga untuk rumah tangga. Artinya, kelapa itu bagian yang tidak terpisahkan,” ujarnya kepada Niaga.Asia pada Minggu (11/5).

Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim ini menilai bahwa kondisi lonjakan harga itu pun menjadi momen untuk mendorong budidaya kelapa di daerah serta pengembangan industri hilirnya secara terencana.

Menurutnya, saat ini Kaltim belum memiliki basis produksi kelapa yang kuat. Komoditas ini hanya tumbuh di wilayah pesisir tertentu dan belum menjadi perhatian utama oleh pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

“Kaltim, komoditi kelapanya kan tidak banyak, hanya tempat-tempat tertentu yang notabene itu di pesisir. Belum ada juga, dalam hal ini pemerintah provinsi atau kabupaten yang mengadakan pembudidayaan kelapa,” jelasnya.

Untuk itu, politikus senior Partai Golkar itu pun mendorong agar Dinas Perkebunan (Disbun) Kaltim melakukan kajian menyeluruh terhadap potensi budidaya kelapa di Benua Etam. Salah satu caranya, dengan memetakan wilayah yang cocok, kesiapan lahan, hingga kapasitas petani dan sistem pasarnya.

“Nanti kita coba dengan Dinas Perkebunan sejauh mana potensi kelapa tersebut. Bisa hidup enggak di Kaltim, di daerah mana, dan apakah bisa dijadikan komoditas unggulan. Itu harus dipetakan dulu,” terangnya.

Ia juga menekankan bahwa pengembangan kelapa tidak cukup hanya sampai panen, tapi harus terhubung dengan sektor hilir. Produk turunan seperti santan, minyak kelapa, nata de coco, hingga limbah seperti kulit dan tempurung kelapa harus dilihat sebagai potensi ekonomi.

“Kelapa itu bukan hanya bicara kelapa, tapi produk turunannya juga. Dari sepetnya, kulitnya, cangkangnya, semua itu bisa loh menghasilkan uang. Jadi harus dipikirkan sistem dari hulu ke hilirnya,” tuturnya.

Ia mengingatkan, jika pengelolaan tidak dilakukan secara sistematis, maka petani kelapa bisa dirugikan saat harga jatuh. Namun untuk saat ini, ia menilai kenaikan harga bisa menjadi angin segar bagi petani kelapa di daerah lain.

“Kalau menurut saya harga naik ya biarkanlah. Kasihan juga para petani kelapa. Mereka juga butuh untung,” paparnya.

Sebelumnya saat diwawancarai Niaga.Asia pada Jumat (9/5), salah satu konsumen kelapa di Kota Samarinda, bernama Riduan, mengaku mengeluh terhadap harga kelapa yang mengalami kenaikan tajam.

”Normalnya harga kelapa di Pasar Segiri Rp12.000/butir, tapi sudah dua bulan ini harganya sudah tembus Rp17.000/butir, atau naik Rp5.000/butir,” ungkap pengelola rumah makan Padang tersebut.

Lonjakan harga kelapa hingga lebih dari 41 persen itu terjadi karena Kaltim belum mampu memenuhi kebutuhan kelapanya sendiri. Selama bertahun-tahun kata Riduan, pasokan kelapa di daerah ini sepenuhnya bergantung dari luar, khususnya dari Sulawesi.

”Harga kelapa tidak murni dipengaruhi permintaan dan penawaran di pasar, tapi suplai dari Sulawesi,” katanya.

Kondisi ini, kata dia, sangat memberatkan pelaku usaha makanan, terutama warung makan Padang yang dikenal menggunakan kelapa dalam jumlah besar untuk menjaga keaslian rasa.

“Kelapa bulat tidak bisa digantikan oleh santan instan. Kalau mau tetap autentik, harus pakai kelapa asli,” tegasnya.

Dari pantauan Niaga.Asia di lapangan, harga kelapa di Samarinda makin melonjak tinggi hingga di kisaran Rp20 ribu per butir. Belum ada tanda-tanda penurunan harga hingga saat ini.

Pemerintah daerah (pemda) diharapkan mulai menyusun strategi pengembangan kelapa lokal untuk mengurangi ketergantungan pasokan dari luar pulau.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan | ADV DPRD Kaltim

Tag: