Beras dan Rokok Penyumbang Terbesar Peningkatan GKM di Kota dan Desa

Penduduk miskin di Kaltim sangat sensitif terhadap kenaikan harga beras. (niaga.asia/Yanti)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Komoditas beras dan rokok kretek filter penyumbang terbesar peningkatan GKM (Garis Kemiskinan Makanan) di perkotaan dan perdesaan, sementara itu, komoditas non makanan terbesar adalah perumahan, bensin, dan listrik.

Komoditas beras merupakan penyumbang terbesar GKM di perkotaan dan perdesaan masing-masing sebesar 18,08% dan 18,92%. Hal tersebut tidak terlepas dari besarnya kebutuhan akan beras sebagai makanan pokok di tengah harganya yang semakin tinggi yang terindikasi dari komoditas penyumbang inflasi triwulan I 2025 secara year-on-year salah satunya ialah beras.

Demikian diungkap Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kaltim, Budi Widihartanto dalam laporan Perekonomian Provinsi Kalimantan Timur yang dipublikasikan, 12 Juni 2025.

Menurut Budi, selain itu, rokok kretek filter menjadi komoditas penyumbang GKM makanan terbesar kedua setelah beras, baik di perkotaan (bobot 10,4%), maupun perdesaan (bobot 14,06%).

“Sama seperti beras, kontribusi rokok sebagai komoditas GKM sejalan dengan tingginya konsumsi rokok di tengah harganya yang semakin meningkat seiring penyesuaian harga pasca peningkatan cukai produk tembakau di awal tahun,” paparnya.

Sementara itu, komoditas utama penyumbang Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) adalah perumahan sebesar 10,48% di perkotaan dan 12,92% di perdesaan, diikuti bensin sebesar 3,91% di perkotaan dan 3,52% di pedesaan, serta listrik sebesar 3,67% di perkotaan dan 3,52% di pedesaan, yang merupakan bagian dari kebutuhan dasar masyarakat.

Pada bagian lain Bank Indonesia Kaltim mencatat jumlah penduduk miskin di Kaltim pada September 2024 tercatat sebanyak 211,88 ribu orang, dimana 56% di antaranya atau sebanyak 118,19 ribu orang di perkotaan dan 44% lainnya atau sebanyak 93,69 ribu orang berada di perdesaan.

”Sejalan dengan penurunan jumlah penduduk miskin tersebut, tingkat kemiskinan di Kaltim juga tercatat lebih rendah, yakni dari 5,78% di Maret 2024 menjadi 5,51% pada September 2024. Lebih lanjut, ketimpangan pendapatan di Kalimantan Timur juga lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya,” kata Budi.

Hal tersebut tercermin dari rasio gini 3 Kalimantan Timur yang mencatatkan penurunan dari 0,321 pada Maret 2024 menjadi 0,310 pada September 2024. Angka tersebut juga relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan rasio gini nasional tahun 2024 yang sebesar 0,381. Meskipun demikian, rasio gini Kaltim tercatat menjadi yang tertinggi jika dibandingkan dengan provinsi lain di wilayah Kalimantan.

Budi menambahkan, dengan derajat ketimpangan yang menurun ini mengindikasikan kesejahteraan yang lebih merata di tengah indikator lain yang juga menunjukkan perbaikan seperti partisipasi angkatan kerja yang meningkat serta tingkat kemiskinan yang menurun.

Di sisi lain, Garis Kemiskinan (GK) mengalami peningkatan. Garis Kemiskinan di Kaltim pada periode September 2024 tecatat sebesar Rp853.997/kapita/bulan, meningkat 2,40% (yoy) dibandingkan periode Maret di tahun yang sama yakni sebesar Rp833.955/kapita/bulan.

Peningkatan garis kemiskinan tersebut terjadi baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan. Peningkatan GK di wilayah perkotaan mencapai sebesar 2,80% (yoy), lebih tinggi dibandingkan wilayah pedesaan yang meningkat sebesar 1,37% (yoy).

”Berdasarkan komponennya, peningkatan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) lebih tinggi dibandingkan Garis Kemiskinan Makanan (GKM), dimana GKNM meningkat sebesar 2,66% (yoy) atau dari Rp243.384/kapita/bulan menjadi Rp249.864/kapita/bulan, sementara GKM meningkat sebesar 2,30% (yoy) atau dari Rp243.384/kapita/bulan menjadi Rp249.864/kapita/bulan,” kata Budi.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intioniswan | Adv Diskominfo Kaltim

Tag: