
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Presiden Donald Trump memutuskan tetap pasang tarif 32% untuk komoditas Indonesia yang akan masuk ke pasa Amerika Serikat (AS). Dalam surat kepada Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, yang diunggah di media sosial Truth Social, Senin (07/07), Trump menyatakan AS akan mempertimbangkan penurunan tarif jika hambatan perdagangan Indonesia ke AS dihapus.
Untuk penurunan tarif itu, Trump meminta Indonesia membuka pasar perdagangan yang selama ini ditutup bagi AS, menghapus kebijakan tarif dan non-tarif, serta menghilangkan hambatan perdagangan.
“Kami mungkin akan mempertimbangkan penyesuaian terhadap isi surat ini. Tarif ini dapat dimodifikasi naik atau turun, tergantung pada hubungan kami dengan negara Anda,” tulis Trump dalam suratnya, sebagaimana dikutip BBC News Indonesia.
Trump juga menyebut Indonesia tidak akan dikenakan tarif apabila “memproduksi produknya di Amerika Serikat”.
Besaran tarif 32% yang dikenakan Trump terhadap Indonesia masih sama dengan pengumuman sebelumnya pada 2 April 2025.
Selama tiga bulan terakhir ini, pemerintah Indonesia telah mengirimkan tim ke Washington DC, AS untuk menegosiasikan tarif agar dapat turun bahkan dihapus jadi 0%.
Batas waktu negosiasi ini berakhir pada 9 Juli mendatang. Namun dengan adanya pengumuman terbaru ini, Indonesia masih bisa mengupayakan negosiasi sampai 1 Agustus 2025.
Akan tetapi, Trump juga memperingatkan negara-negara yang bergabung dengan BRICS dan menentang kepentingan AS akan dikenakan tarif tambahan 10%
Selagi Indonesia tidak memiliki duta besar di AS, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dijadwalkan bertandang ke AS untuk terlibat dalam negosiasi tarif menjelang batas waktu kesepakatan tarif pada Rabu (09/07) ini.
Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arrmanatha Christiawan Nasir, menyatakan pertemuan negara-negara BRICS tidak dimaksudkan sebagai upaya melawan AS maupun kelompok negara manapun.
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Parahyangan, Idil Syawfi menekankan, pengumuman Trump yang terbaru merupakan hasil dari negosiasi Indonesia dengan AS menyusul penangguhan pada April.
“Dengan tidak berkurangnya tarif yang diterapkan kepada Indonesia, menunjukkan negosiasi yang dilakukan gagal atau tidak menarik bagi AS,” ujar Idil.
Menurut Idil, strategi Indonesia untuk membuka pasar, rencana investasi di perusahaan-perusahaan AS termasuk oleh Danantara, pembelian komoditas tambahan seperti energi dari AS, bahkan deregulasi seperti TKDN tidak menyelesaikan permasalahan sebenarnya: defisit perdagangan dengan AS.
“Jika dibandingkan dengan Kamboja dan Vietnam yang berhasil menurunkan tarif yang diberlakukan oleh Amerika Serikat, walaupun defisit perdagangannya sangat besar, menunjukkan mereka berhasil melakukan diplomasi kepada AS,” ujarnya.
Idil juga menyoroti tarif yang dikenakan kepada Indonesia kemungkinan besar meningkat 10% karena aktivitas Indonesia di BRICS.
“Agak ironis karena kita negara baru di BRICS, bisa jadi yang paling lemah diantara negara-negara anggota BRICS, tetapi menjadi negara yang dikenakan tarif paling tinggi di BRICS yaitu 32% plus 10%,” ujarnya.
*) Artikel ini sudah tayang di BBC News Indonesia dengan judul: Trump pasang tarif 32% untuk Indonesia di tengah kekosongan dubes di AS – ‘Kegagalan diplomasi Indonesia’
Tag: Perdagangan