Perambah Hutan untuk Kebun Sawit, Polda Riau Ringkus Dua Orang di Rokan Hulu

Ilustrasi

PEKANBARU.NIAGA.ASIA – Polda Riau, melalui Satuan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus), berhasil menangkap dua pria berinisial Z dan S terkait kasus perambahan hutan produksi terbatas di Desa Lubuk Tilam, Kecamatan Rambah Samo, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), dengan luas lahan mencapai 143 hektare.

Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes. Pol. Ade Kuncoro, menjelaskan modus kedua pelaku adalah membakar lahan terlebih dahulu, lalu menanaminya dengan pohon kelapa sawit.

Kasus ini diungkap berdasarkan laporan yang diterima Satuan Tugas Penanggulangan Perambahan Hutan (Satgas PPH) Polda Riau pada 13 Juni 2025 lalu. Kurang dari satu bulan sejak laporan diterima, penyidik berhasil mengumpulkan cukup bukti untuk menetapkan kedua pelaku sebagai tersangka.

“Tersangka Z adalah pemodal sekaligus pemilik lahan, sedangkan S merupakan koordinator lapangan dan juga pemilik lahan seluas 100 hektare,” ungkapnya, dilansir dari laman sumatra.bisnis, Selasa (8/7/25).

Dari hasil penyidikan, diketahui keduanya menjalin kerja sama dengan sistem bagi hasil, dimana setelah kebun sawit yang dibuka secara ilegal itu menghasilkan, keuntungan akan dibagi rata, masing-masing 50%.

Kombes. Pol. Ade Kuncoro, menegaskan kawasan hutan produksi terbatas merupakan wilayah yang dilindungi dan tidak boleh dialihfungsikan menjadi kebun tanpa izin resmi dari pemerintah.

Dalam proses penyidikan, sedikitnya 12 saksi telah diperiksa, termasuk dua orang saksi ahli. Barang bukti yang berhasil diamankan antara lain satu unit alat berat ekskavator, dua unit mesin chainsaw, dua buah cangkul, satu bilah parang, serta lima dokumen terkait pembangunan kebun sawit ilegal tersebut.

Kedua tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Keduanya terancam hukuman penjara antara 3 hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar. Kombes Ade menyebut, hingga kini, Ditreskrimsus Polda Riau sedang menangani total 27 laporan polisi terkait perambahan hutan, dengan 24 orang tersangka dan luas lahan yang telah dirusak mencapai lebih dari 2.225 hektare.

“Untuk kasus-kasus perambahan hutan, kami menerapkan tiga undang-undang. Kami tak akan berhenti. Penindakan tegas akan terus dilakukan demi menjaga lingkungan hidup dan hutan yang tersisa di Riau,” ujarnya.

Ia menambahkan langkah ini merupakan bagian dari komitmen Polda Riau dalam menjaga kelestarian hutan di Bumi Lancang Kuning, terutama menghadapi musim kemarau yang kerap memicu peningkatan aktivitas pembukaan lahan secara ilegal.

“Melindungi hutan adalah tanggung jawab kita semua. Tapi ketika ada yang mencoba merusaknya demi keuntungan pribadi, kami akan hadir dan bertindak,” tutupnya.

Ungkap 27 kasus

Kapolda Riau, Irjen Pol. Dr. Herry Heryawan, dalam konferensi pers bersama pejabat pemerintah daerah Riau terkait perambahan hutan untuk perkebunan sawit. (Foto Polda Riau)

Kepolisian Daerah Riau, sepanjang Januari hingga awal Juli 2025, berhasil mengungkap 27 kasus tindak pidana kehutanan yang meliputi aktivitas ilegal logging dan pembukaan kebun sawit secara ilegal di kawasan hutan.

“Dari pengungkapan tersebut, sebanyak 24 orang telah ditetapkan sebagai tersangka, dengan total luas lahan yang dirambah mencapai 2.225 hektare,” ujar Kapolda Riau, Irjen Pol. Dr. Herry Heryawan, dilansir dari laman cakaplah, Selasa (8/7/25).

Dalam kesempatannya ia menyampaikan, motif utama para pelaku adalah membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit. “Motif membuka lahan sawit melalui pembakaran,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa pihak kepolisian terus melakukan pendalaman terhadap kasus-kasus serupa, terutama yang terjadi di kawasan konservasi.

“Kami fokus pada daerah-daerah rawan perambahan seperti Rimbang Baling, Bukit Tigapuluh, dan Zamrud. Lokasi-lokasi ini telah kami petakan bersama Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Badan Pengelola Kawasan Hutan (BPKH), serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA),” jelasnya.

Polda Riau mengakui bahwa penegakan hukum di sektor kehutanan tidak bisa dilakukan sendiri. Oleh karena itu, kerja sama lintas sektor menjadi kunci, termasuk pemetaan yang akurat terhadap batas-batas kawasan hutan.

“Kami berkomitmen untuk melakukan penegakan hukum tanpa pandang bulu. Polda Riau juga mendukung penuh kebijakan pemerintah pusat dalam menjaga kelestarian hutan,” tegasnya.

Terkait kawasan konservasi, khususnya Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), dalam waktu dekat, Kapolda bersama Gubernur Riau mengikuti rapat dengan Menteri Pertahanan. Masalah ini menjadi perhatian karena rawan perambahan.

Ia juga menyoroti pentingnya peran Satgas Penanggulangan Kejahatan Kehutanan (PKH) serta menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat agar Riau tetap kondusif.

Selanjutnya ia mengingatkan agar semua pihak, termasuk masyarakat dan pemangku kepentingan, ikut berperan aktif menjaga kelestarian alam.

Menurut dia, dikutip sejarah kelam kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada 2014–2015, yang menyebabkan kabut asap pekat hingga ke negara tetangga dan mengakibatkan ribuan anak terserang infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

“Kalau kekayaan alam Riau tidak bisa dijaga, citra daerah kita akan rusak di mata nasional maupun internasional. Jangan sampai stigma negatif itu kembali melekat. Kita harus bergerak bersama,” ujarnya.

Diakhir kesempatan, Kapolda Riau, mengungkapkan bahwa sebagai bentuk komitmen moral, ia mengangkat slogan kearifan lokal “Melindungi tuah, menjaga marwah tak akan Melayu hilang di bumi.”

Ia berharap, dengan sinergi antara TNI, Polri, pemerintah daerah, dan seluruh pemangku kepentingan, Riau dapat bangkit dan meninggalkan citra negatif akibat kejahatan kehutanan.

Sumber: Tribratanews.Polri | Editor: Intoniswan

Tag: