Perkara Perambahan Hutan Pendidikan Unmul, Ini Paparan PPNS Gakkum KLHK

RDP Gabungan di DPRD Kaltim membahas aktivitas tambang ilegal dan perambahan hutan di kawasan KHDTK Unmul, Samarinda. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan, Purwanto, mengungkap bahwa dirinya telah melakukan koordinasi dengan jaksa terkait penanganan kasus tambang ilegal di KHDTK Diklathut Fahutan Unmul dengan tersangka Rudini bin Sopyan, dimana penyidiknya adalah penyidik Polri.

“Hal itu merujuk pada prinsip ‘ne bis in idem’ atau larangan penanganan satu perkara oleh dua institusi berbeda,” kata Purwanto dalam dalam RDP Gabungan DPRD Kaltim, Kamis (10/7).

RDP ini dipimpin oleh Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim Darlis Pattalongi. Dihadiri oleh anggota DPRD Kaltim lainnya dari berbagai komisi seperti Sarkowi V Zahry, Syahariah Mas’ud, Hartono Basuki, Jahidin, serta Husin Djufri.

Kemudian peserta rapat lainnya, antara lain, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim Anwar Sanusi, Polisi Kehutanan Ahli Madya Bidang PKSDAE Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltim Rahmadi dan Dekan Fahutan Unmul Irawan Wijaya Kusuma, serta Ketua Laboratorium KHDTK Unmul Rustam.

“Kemarin kami sudah berkoordinasi dengan jaksa. Ketika satu kejadian di tempat yang sama telah ditangani oleh Polda Kaltim dan sudah sampai penetapan tersangka serta pelimpahan berkas tahap satu ke Kejati, maka proses yang ditangani jaksa penuntut umum (JPU) adalah kasus yang ditangani oleh pihak kepolisian. Kami tidak bisa memaksa. Secara hukum ini sudah masuk ranah ne bis in idem,” ungkap Purwanto dalam paparannya.

Bukaan lahan yang dilakukan oleh pelaku tambang ilegal di kawasan hutan pendidikan Unmul. (Foto/Doc Pribadi Fahutan Unmul)

Meski begitu, Gakkum KLHK telah melakukan sejumlah tahapan investigasi secara intensif. Tim Gakkum juga telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk ahli dari BPKH Wilayah IV Samarinda, dan menyita barang bukti seperti; video dari saksi mahasiswa Fahutan Unmul; dokumen-dokumen terkait dan; peta kawasan dari ahli kawasan hutan serta; bukti lainnya.

“Kami juga telah melakukan pemeriksaan tambahan terkait titik koordinat aktivitas tambang yang diberikan oleh saksi,” tuturnya.

Purwanto menjelaskan, video yang beredar luas di media sosial dan hasil sitaan mereka mengungkap keberadaan 2 orang pengawas di lokasi kejadian. Berdasarkan kesaksian masyarakat sekitar dan mahasiswa, rupanya 2 orang tersebut mengenakan atribut kerja yang biasa digunakan oleh karyawan PT TAA.

“Kami punya keterangan saksi-saksi yang menyatakan dari penampilan dan atribut seperti topi serta pakaian, dua pengawas itu adalah karyawan PT TAA. Selain itu, ada bukti tambahan berupa alat berat yang berada di lokasi,” jelasnya.

Menurut Purwanto, timnya telah menemukan sejumlah alat berat di lokasi, termasuk grader dan dump truck, dengan kode identifikasi TAA. Namun, saat dilakukan pengecekan kembali pada akhir Mei, semua kode pada alat berat tersebut telah dihapus dan ditutupi cat pilok, diduga untuk menghilangkan jejak.

Profiling terhadap PT TAA juga menunjukkan bahwa perusahaan ini dikendalikan kuat oleh sosok IA, seorang perempuan yang menjabat sebagai direktur. Pemilik alat berat tersebut teridentifikasi dengan inisial SU, yang diduga merupakan suami dari IA.

Sementara orang yang bertanggung jawab atau PIC dari alat berat di lapangan disebut sebagai NO, yang merupakan adik kandung IA.

“Struktur ini menunjukkan bahwa perusahaan ini adalah perusahaan keluarga. Dari alat yang kami lacak ke distributor, kami mengetahui posisi alat berat tersebut berada di lokasi pada tanggal 3 hingga 5 April, sesuai dengan keterangan mahasiswa yang menyebut alat bekerja baru tiga hari,” paparnya.

Pihak Gakkum KLHK juga telah memanggil 2 orang saksi lapangan yang diduga pengawas di lokasi, berinisial AN dan RK. Kendati begitu, keduanya tidak memenuhi panggilan. Gakkum bersama kepolisian bahkan telah melakukan upaya paksa penjemputan, namun hingga kini kedua orang ini belum berhasil ditemukan.

“Kami sudah bersurat ke kepolisian dan mengerahkan intel kami untuk mencari pelaku. Namun belum ada hasil. Kami juga tetap menjalin koordinasi agar proses pencarian bisa dibantu lebih lanjut oleh Polda,” katanya.

Mengakhiri paparannya di depan peserta RDP, Purwanto menegaskan bahwa proses hukum terhadap kasus tambang ilegal di KHDTK Unmul kini sepenuhnya menjadi ranah Polda Kaltim, sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku.

“Kami akan tetap memantau dan mendukung proses ini. Tapi karena sudah masuk ranah penanganan Polda Kaltim dan sesuai dengan prinsip ne bis in idem, maka kami tidak bisa menangani kasus yang sama,” tegasnya.

Purwanto juga mengakui bahwa penanganan kasus tambang ilegal sering kali kompleks dan penuh tantangan, termasuk keberadaan pelaku yang kerap sulit dilacak dan minim kooperatif.

“Beberapa penanganan kasus tambang ini memang kami akui sangat-sangat pelik dan sulit. Kami ketika ingin menemukan pelaku-pelaku selalu minta bantuan pihak kepolisian karena memang secara peralatan, mereka ini lebih lengkap dan canggih,” tambahnya.

“Kami pernah juga dibantu untuk menemukan pelaku-pelaku kegiatan tambang di Tahura di Pare-Pare, Jakarta, maupun wilayah lainnya di seluruh Indonesia. Itu bisa ditemukan, namun untuk saat ini kami belum bisa menemukan para pelaku,” pungkasnya.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan

Tag: