Komisi XII Soroti Masalah Lingkungan Tambang dan Perkebunan di Kaltara

Anggota Komisi XII DPR RI, Alfons Manib, saat pertemuan dengan mitra kerja di Kalimantan Utara. Rabu, (17/9/2025). Foto: Runi/vel

TANJUNG SELOR.NIAGA.ASIA – Anggota Komisi XII DPR RI menyoroti sejumlah persoalan lingkungan yang timbul dari aktivitas perusahaan tambang dan perkebunan di Provinsi Kalimantan Utara. Persoalan tersebut mencakup pencemaran sungai, sedimentasi, polusi udara, hingga kerusakan hutan akibat aktivitas pertambangan.

Anggota Komisi XII DPR RI, Alfons Manibui, menegaskan bahwa Kaltara memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar, baik dari sektor pertambangan maupun perkebunan seperti kelapa sawit. Menurutnya, sektor tersebut seharusnya memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian daerah maupun nasional.

“Namun, berdasarkan laporan yang kami terima, ada sejumlah persoalan yang perlu menjadi perhatian. Mulai dari pembuangan limbah tambang, aktivitas pengangkutan batu bara yang berpotensi menyebabkan sedimentasi, hingga air pasang tambang yang mencemari sungai,” ujar Alfons usai melakukan pertemuan dengan Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan, Direktur Utama PT Pesona Khatulistiwa Nusantara (PKN), Direktur Utama PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC), Direktur Utama PT FAP Agri Tbk, Direktur Utama PT Kayan Plantation, Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara. Rabu, (17/9/2025).

Ia menambahkan, selain pencemaran air, perusahaan tambang juga dinilai berpotensi menimbulkan kerusakan hutan akibat pembukaan lahan yang tidak terkendali, serta polusi udara dari debu tambang.

Oleh sebab itu, Komisi XII DPR RI menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal permasalahan lingkungan di Kaltara.

“Kami di Komisi XII berkomitmen untuk memastikan perusahaan menjalankan kewajibannya, pemerintah daerah meningkatkan pengawasan, dan masyarakat memperoleh manfaat yang adil dari potensi sumber daya alam di wilayahnya,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi XII DPR RI lainnya, Nurwayah, menyoroti lemahnya pengawasan terhadap aktivitas perusahaan tambang. Ia menyebut, ada perusahaan yang beralasan tanggul penahan dibuat atas permintaan pemerintah daerah, namun saat jebol karena hujan, masyarakat menudingnya sebagai saluran pembuangan limbah tambang.

“Kalau saya melihat, memang ada dua hal pertama, ada yang berniat baik tapi hasilnya berdampak negatif. Kedua, ada juga yang lalai karena pengawasannya kurang intens. Akhirnya masyarakat yang menanggung akibatnya,” jelas Nurwayah.

Ia juga menekankan pentingnya transparansi program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan tambang. Menurutnya, CSR harus dilakukan secara rutin dan disertai laporan yang jelas agar manfaatnya dirasakan luas oleh masyarakat, bukan hanya segelintir pihak.

“Jangan sampai CSR yang ditampilkan hanya kegiatan lama, sekadar formalitas untuk memenuhi dokumen. CSR harus benar-benar hadir untuk masyarakat,” tegas Nurwayah.

Sumber: Humas DPR RI | Editor: Intoniswan

Tag: