
JAKARTA.NIAGA.ASIA – Forum Indonesia Palm Oil Research & Innovation Conference & Expo (IPORICE) 2025 kembali menegaskan pentingnya penguatan sinergi sektor kelapa sawit untuk mendukung ketahanan energi berbasis inovasi teknologi.
Hal tersebut digaungkan saat sesi diskusi yang berlangsung Kamis (02/10), di Kantor Kawasan BRIN Gatot Subroto, Jakarta.
Pahala Sibua, Direktur Nusa Agro Energi sekaligus Ketua Umum Persatuan Organisasi Petani Sawit Indonesia (POPSI) menyampaikan pentingnya transformasi petani sawit. Hal itu agar mampu naik kelas dan berperan lebih strategis dalam perekonomian nasional. Pahala menyampaikannya melalui paparan bertopik “Petani Sawit Mengolah Tandan Buah Segar (TBS), Wujud Kedaulatan Koperasi Menggapai Ekonomi Hijau dan Ketahanan Energi”.
“Sejak 2020 sampai sekarang, saya memikirkan bagaimana petani itu naik kelas. Maka kami membuat tim dari asosiasi dasarnya petani juga. Lalu, tahun 2024 kami buat konsep-konsepnya,” jelas Pahala.
Lebih jauh, Pahala menerangkan pengolahan TBS oleh koperasi sawit yang bukan sekadar kedaulatan ekonomi, melainkan juga langkah strategis dalam mendukung transisi energi hijau.
“Kenapa harus energi? Kenapa nggak makanan? Ya, karena kami meninjau kalau makanan lebih susah dijangkau oleh petani daripada energi,” tambahnya.
Dijelaskan Pahala, selama menjadi petani sejak 2010, persoalan harga TBS menjadi isu klasik yang melemahkan posisi tawar petani. Oleh karena itu, ia mendorong adanya inovasi, teknologi, serta perubahan pola pikir petani.
“Nah, kemudian saya buat agar petani keluar dari zona nyamannya dengan harga TBS. Apalagi sekarang harga TBS tinggi,” tegasnya.
Menurut Pahala, ada tiga aspek penting untuk membawa petani naik kelas. Yaitu perubahan pola pikir, perubahan perilaku, dan kolaborasi.
“Saya ubah pola pikir mereka. Mau ambil instan atau mau proses? Saya ibaratkan dengan telur. Kalau dipecahkan lalu digoreng, itu instan. Tapi kalau diramkan 21 hari, akan jadi kehidupan baru. Itu proses. Sama halnya dengan petani,” ujarnya.
Selain pola pikir, perilaku petani dalam panen juga harus berubah. Pahala menekankan pentingnya disiplin dalam memanen buah matang agar kualitas rendemen minyak meningkat. Di sisi lain, kolaborasi dengan investor dan mitra strategis menjadi kunci dalam mewujudkan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik koperasi.
“Maka perlu kolaborasi atau bermitra dengan para investor. Ini kami coba dengan para petani bisa membangun PKS juga,” ungkapnya.
Selain pengolahan minyak sawit, Pahala menekankan besarnya potensi biomassa sebagai sumber energi berkelanjutan. Ia lalu memberi contoh koperasi bersama PT Nusa Agro Energi yang telah merintis sejumlah inisiatif hilirisasi. Mulai dari pemanfaatan tandan kosong menjadi biochar hingga produksi High Free Fatty Acid Palm Oil (HGPU) yang telah diekspor ke China dan negara lain.
“Ini bukan hanya riset, tapi sudah implementasi pasar,” tambahnya.
BRIN menilai pengalaman yang dipaparkan Pahala Sibua menunjukkan bahwa petani sawit mampu menjadi aktor utama dalam mendukung ketahanan energi nasional. Hal itu jika didukung oleh inovasi, kelembagaan koperasi yang kuat, serta kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan.
Transformasi tersebut sejalan dengan agenda pemerintah dalam memperkuat hilirisasi industri sawit, mendorong ekonomi hijau, serta mengoptimalkan energi berbasis sumber daya dalam negeri.
Sumber: Humas BRIN | Editor: Intoniswan
Tag: EnergiSawit