Warga Tenggarong Bangga, Karya Sineas Muda Angkat Budaya Kutai ke Layar Lebar!

Warga Tenggarong nikmati malam pemutaran film dokumenter karya pelajar SMP sederajat di Taman Tanjong, di bawah langit cerah dan semilir angin Sungai Mahakam. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

TENGGARONG.NIAGA.ASIA – Suasana malam di Taman Tanjong Tenggarong, Rabu (15/10), tampak begitu tenang. Di bawah langit cerah, ratusan warga duduk dengan sangat santai di atas rumput sintetis. Sebagian lainnya justru lebih memilih duduk di bangku taman sambil menikmati hembusan angin Sungai Mahakam.

Layar lebar yang berdiri di depan panggung menampilkan potongan demi potongan film dokumenter karya para pelajar SMP sederajat se-Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).

Tawa kecil dan tepuk tangan para penonton di lokasi sesekali terdengar setiap kali muncul adegan menarik. Suasananya tenang bahkan hangat, di antara terangnya cahaya layar dan langit malam. Di situ, terpancar rasa haru dan bangga saat karya para pelajar SMP sederajat Kutai Kartanegara menuturkan kisah tentang budaya mereka sendiri.

Festival Film Dokumenter 2025 yang digelar oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kutai Kartanegara ini menjadi malam apresiasi bagi para sineas muda tingkat SMP sederajat di seluruh wilayah Kutai Kartanegara.

Dengan mengusung tema ‘Merekam Jejak Budaya, Menjaga Identitas Bangsa’, kegiatan seperti ini bukan hanya sekedar ajang lomba saja, melainkan ruang belajar dan berekspresi bagi para pelajar untuk dapat mengenalkan kearifan lokal lewat medium film.

Sebanyak 12 film dokumenter dari berbagai sekolah diputar pada malam itu. Tiap karya membawa sudut pandang berbeda mengenai budaya, tradisi, dan kehidupan sosial yang ada di Kutai Kartanegara.

Beberapa di antaranya adalah; “Sahung: Dari Daun Pandan Berduri” karya SMPN 1 Kenohan; “Pelestarian Tari Gantar di Era Modern” karya SMPN 1 Tenggarong; “Mengobati dengan Cinta dan Tradisi” karya SMPN 2 Tenggarong; “Garam Borneo, Rasa Tradisi Muara Muntai” karya SMPN 3 Muara Muntai.

“Pesona Tingkilan Milenial” karya SMPN 3 Tenggarong; “Kebudayaan Tarian Daerah” karya SMPN 4 Tenggarong Seberang; serta “Naga di Garis Batas: Revitalisasi Asen Naga di Jantung Kutai” karya SMPN 6 Loa Kulu.

“Rayakan Bangsa, Lestarikan Tarsul dan Bedandeng” karya SMPN 7 Tenggarong; “Engrang” karya SMPN 9 Tenggarong; dan “Benyawa” karya SMPN 10 Loa Kulu; “Pupur Basah Kulit Pohon Rambat” karya SMPN 11 Loa Kulu; serta “Pak Pepen: Menghidupkan Mainan Lama, Nilai yang Tak Pernah Pudar” karya SMP IT Nurul Ilmi Tenggarong.

Purnamawansyah bersama istrinya menikmati malam pemutaran Festival Film Dokumenter 2025 di Taman Tanjong Tenggarong. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

Purnamawansyah (31), yang merupakan salah satu penonton malam itu, mengaku terkesan dengan kreativitas para pelajar yang mampu menerjemahkan nilai-nilai tradisi ke dalam bahasa sinema. Ia datang bersama istrinya dan menyimak sejak film pertama diputar.

“Saya rasa, ini kegiatan yang sangat kreatif sekali dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kutai Kartanegara. Karena dengan adanya acara seperti ini, talenta-talenta dari jenjang SMP bisa membuktikan bahwa kreativitas di sekolah itu banyak bentuknya, tidak hanya tari,” ujarnya.

Ia menilai, Festival Film Dokumenter 2025 menjadi ajang penting untuk memperluas minat para pelajar terhadap dunia perfilman sekaligus mengenal lebih dalam tentang budaya daerahnya.

“Musik difilmkan, tari difilmkan, bahkan permainan tradisional seperti Enggrang dan Asen Naga juga difilmkan. Jadi luar biasa sekali, semua menarik dan kreatif,” jelasnya.

Menurut Purnamawansyah, antusiasme para peserta yang datang dari berbagai wilayah di Kutai Kartanegara, bahkan hingga sekolah-sekolah di kawasan hulu seperti Kecamatan Muara Muntai, menunjukkan bahwa semangat pelajar Kutai Kartanegara dalam berkarya tidak terbatas oleh jarak.

“Sekolah-sekolah dari daerah juga ikut andil, itu luar biasa. Dari awal sampai akhir saya lihat hasilnya bagus-bagus. Tinggal diasah lagi dan terus dibimbing,” terangnya.

Ia berharap festival ini bisa dilanjutkan setiap tahunnya dan cakupannya bertambah agar semakin banyak pelajar di Kabupaten Kutai Kartanegara ikut berpartisipasi. Terutama, sekolah-sekolah yang belum ikut, bisa lebih termotivasi ikut tahun depan.

Selain itu, Purnamawansyah juga berpendapat bahwa kegiatan positif seperti ini sebenarnya menjadi cara efektif menghadirkan budaya lokal di tengah gempuran budaya global dan pengaruh media sosial.

“Sekarang anak-anak banyak terpapar budaya luar, terutama budaya barat atau Korea. Nah, kalau ada kegiatan seperti ini, mereka jadi tahu bahwa budaya kita sendiri juga keren,” katanya.

Pada kesempatan itu, ia juga memberikan sedikit usulan agar upaya pelestarian budaya lebih luas. Karya-karya dokumenter semacam ini kata dia, sebaiknya dapat dipublikasikan di berbagai platform digital.

“Video positif seperti ini bisa ditampilkan di Instagram, TikTok, atau YouTube. Jadi, walau anak-anak main media sosial, mereka tetap bisa lihat karya budaya kita. Itu penting,” usulnya.

Pamong Budaya Ahli Muda Disdikbud Kukar, Muhammad Saidar (kaos hitam Bulls 23) asik menyaksikan deretan karya pelajar yang mengangkat kekayaan budaya Kutai Kartanegara. (Istimewa)

Sementara itu, Pamong Budaya Ahli Muda Bidang Cagar Budaya DisdikbudKabupaten Kutai Kartanegara, Muhammad Saidar, turut menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya terhadap seluruh pelajar dan sekolah yang berpartisipasi dalam ajang Festival Film Dokumenter 2025 ini.

Kegiatan semacam ini menurutnya, akan menjadi salah satu langkah strategis dalam memperkuat literasi kebudayaan sekaligus memperluas ruang ekspresi bagi generasi muda Kutai Kartanegara.

“Kita telah menyaksikan hasil karya luar biasa dari para pelajar dalam ajang Festival Film Dokumenter tingkat SMP sederajat yang sudah berjalan sejak 6 Oktober,” ungkapnya.

Disdikbud Kutai Kartanegara berkomitmen agar program serupa tidak berhenti di tahun ini saja. Ke depan, pihaknya berharap ruang berkarya lewat film dokumenter juga bisa diperluas hingga ke tingkat pendidikan dasar, SMA, SMK, bahkan umum.

“Harapan kami ke depan, bukan hanya siswa SMP yang berkesempatan membuat film, tapi juga dari tingkat SD, SMA, SMK, dan mungkin bisa menyasar masyarakat umum. Karena banyak potensi budaya Kutai Kartanegara ini yang bisa kita angkat ke dalam bentuk dokumenter,” tuturnya.

Ia pun mengungkapkan bahwa masih banyak warisan budaya dan sejarah Kutai yang belum diangkat ke dalam medium film. Bukan hanya tentang seni tari dan musik saja, tetapi juga aspek lain seperti sejarah Kesultanan Kutai, tradisi masyarakat, hingga kuliner khas daerah.

“Contohnya bisa tentang sejarah Kutai, kegiatan seni tari di Keraton, atau bahkan kuliner tradisional yang khas. Semua itu layak dibuat dokumenter agar dikenal luas oleh masyarakat,” tambahnya.

Dijelaskannya, film dokumenter merupakan salah satu sarana edukatif yang sangat efektif dalam memperkenalkan budaya daerah pada publik, terutama generasi muda yang kini lebih dekat dengan media digital.

Melalui sinema lanjut dia, nilai-nilai tradisi bisa disampaikan dengan cara yang lebih menarik dan mudah dipahami.

“Film dokumenter ini adalah jembatan untuk mengenalkan kekayaan budaya kita kepada masyarakat. Kita ingin menunjukkan bahwa Kutai Kartanegara memiliki identitas kuat dan beragam kearifan lokal yang patut dijaga,” pesannya.

Saidar juga berharap kegiatan serupa dapat terus berlanjut di tahun-tahun mendatang, bahkan dengan dukungan anggaran yang lebih besar agar pelaksanaannya semakin luas dan berkualitas.

“Setelah 2026, kami ingin kegiatan ini terus berlanjut. Mudah-mudahan anggaran di tahun-tahun berikutnya bisa ditambah supaya ruang gerak dan pembinaan terhadap sineas muda ini makin optimal,” harapnya.

“Malam ini kita sudah menyaksikan 12 film dokumenter hasil karya peserta didik tingkat SMP sederajat. Ini sudah luar biasa. Harapan kami, semoga perfilman dokumenter di Kutai Kartanegara terus tumbuh dan menjadi media pelestarian budaya yang berkelanjutan,” pungkasnya.

Malam pemutaran film dokumenter ini ditutup dengan tepuk tangan panjang dari penonton. Beberapa warga bahkan tampak mendekat ke layar untuk sekadar berfoto, mengabadikan momen bersejarah bagi pelajar Kabupaten Kutai Kartanegara.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan | Advertorial

Tag: