
SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Komisi X DPR RI bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional dan juga Badan Riset Inovasi Daerah (BRIDA) Kalimantan Timur (Kaltim) berhasil mencetak 1.000 peneliti atau periset muda dari kalangan mahasiswa di Kaltim sebagai bagian penguatan ekosistem keberlanjutan riset dan inovasi di daerah, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menerangkan, riset adalah fondasi yang harus ditanam sejak awal masa studi. Menurutnya, kemampuan meneliti bukan hanya kebutuhan akademik, tapi juga menjadi bekal karier periset bersangkutan.
“Mahasiswa perlu memperluas wawasan bidang studinya, melatih berpikir kritis, dan meningkatkan kepekaan terhadap persoalan sosial maupun ilmiah,” kata Hetifah, dalam workshop keterampilan riset dasar di Hotel Harris, Jalan Pangeran Untung Surapati, Samarinda, Rabu 26 November 2025.
Hetifah menjelaskan, meski saat ini indeks inovasi Indonesia terus menanjak hingga menduduki peringkat 54 dari 113 negara di dunia pada 2024, namun sederet tantangan tidak bisa dihindarkan.
Hetifah mengakui tantangan bagi para periset di perguruan tinggi masih besar, meliputi rendahnya anggaran riset, minimnya riset terapan dan inovatif.
Kemudian minimnya kolaborasi antar sektor dan kemitraan antar universitas, serta penelitian cenderung pada teori dari pada praktik.
Untuk dana riset sendiri, anggaran yang disiapkan pemerintah selama ini masih rendah. Anggaran riset pemerintah hanya berkisar 0,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), yang setara dengan sekitar Rp 30 triliun.
Angka tersebut jauh tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia sebesar 1,3 persen dan Singapura 2,6 persen, bahkan Jepang 3,5 persen dan Korea Selatan 4,3 persen.
Meskipun menghadapi keterbatasan dana, Hetifah menyadari riset tetap harus dikembangkan sejak mahasiswa baru duduk di bangku kuliah.
“Riset juga membuka peluang beasiswa, magang, hingga kompetisi ilmiah,” ujar Hetifah.
Sementara, Kepala BRIDA Kaltim Fitriansyah mengatakan, dalam upaya mencetak peneliti muda membutuhkan usaha keras, sebab tidak sedikit mahasiswa yang beranggapan ruang ilmiah ini kurang menarik. Dengan begitu, perlu dorongan agar mahasiswa wajib memiliki daya berfikir kritis.
“Ini penting agar kaum muda terutama Gen Z tercetus jadi periset, meski butuh effort yang besar untuk menjadi periset itu,” kata Fitriansyah.
Program kolaborasi dengan DPR RI ini telah berlangsung selama tiga tahun terakhir. Sejauh ini Kaltim telah mencetak 1.000 peneliti muda dengan kapasitas cetak 130-150 peneliti baru setiap tahunnya.
“Kami apresiasi Bu Hetifah dalam memercik anak kita untuk terjun di dunia riset. Riset adalah kunci untuk menggerakkan daya saing daerah,” demikian Fitriansyah.
Penulis: Nur Asih Damayanti | Editor: Saud Rosadi
Tag: BRINBrinda KaltimhetifahKaltimPendidikanPenelitianRisetSamarinda