
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Sinergi Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Wilayah Kalimantan dengan Balai Taman Nasional (TN) Kutai berhasil mengamankan MR (24) pada hari Rabu, tanggal 19 November 2025 di Kawasan Taman Nasional Kutai, tepatnya di daerah Sungai Sirap, Kelurahan Singa Geweh, Kecamatan Sangatta Selatan, Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur.
“Selain MR, tim juga mengamankan D (45) wakar/penjaga alat berat dan satu unit ekskavator,” kata Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, dilaman kemenhut.go.id.
Ia menegaskan dalam rangka menjaga kelestarian kawasan konservasi, Ditjen Gakkum berkomitmen melakukan penegakan hukum terhadap berbagai aktivitas yang merusak kawasan konservasi. Kegiatan ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menjaga kedaulatan kawasan hutan sesuai dengan fungsinya.
“Kolaborasi pengelola kawasan konservasi dengan Ditjen Gakkum Kehutanan di wilayah sangat penting untuk penguatan perlindungan dan pengamanan Kawasan dalam rangka menjaga kelestarian keanekaragaman hayati,” ungkap Dwi Januanto.
Balai TN Kutai melimpahkan tindaklanjut penanganan kasus ini kepada Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Kalimantan. Penyidik Balai Gakkumhut Kalimantan menetapkan MR sebagai tersangka dan dilakukan penahanan di Rutan Polresta Samarinda. Adapun barang bukti berupa satu unit alat berat Ekskavator telah dilakukan penyitaan.
MR tertangkap tangan petugas sedang melakukan penggalian dan pengupasan tanah dalam Kawasan TN Kutai untuk melakukan penimbunan dan pembuatan jalan dermaga batu koral yang juga berada dalam Kawasan TN Kutai.
Penangkapan ini bermula dari kegiatan Patroli Pengamanan Hutan Balai TN Kutai yang menjumpai adanya aktivitas galian C ilegal dengan menggunakan alat berat, yang ditindaklanjuti dengan mengamankan pelaku (operator alat berat) di lokasi.
Pengamanan terhadap barang bukti ekskavator dilakukan oleh tim Patroli Balai TN Kutai bersama-sama dengan Tim Operasi Balai Gakkumhut Kalimantan.
Tersangka MR dijerat Pasal 89 ayat (1) huruf b Jo Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan /atau Pasal 78 ayat (2) Jo. Pasal 50 ayat (3) huruf a Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dengan ancaman hukuman sampai dengan 10 tahun dan denda 7,5 miliar rupiah.
Leonardo Gultom, Kepala Balai Penegakan Hukum Kehutanan Wilayah Kalimantan mengatakan sinergi dengan pengelola kawasan konservasi dalam rangka pengamanan kawasan dan penegakan hukum sangat penting dan menjadi salah satu prioritas pihaknya.
“Penyidik kami akan mendalami dan ungkap adanya pelaku lain maupun aktor yang terlibat dalam aktivitas ini,” tegas Leonardo.
Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan
Tag: perambah hutantambang