
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Upaya konservasi satwa liar di Kalimantan Timur memasuki fase baru melalui kerja sama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN). Perjanjian kerja sama itu ditandatangani di Cibinong, Bogor, Senin (14/7/2025), dan akan berjalan selama lima tahun ke depan.
Penelitian ini fokus di Bentang Alam Wehea-Kelay, kawasan hutan seluas sekitar 532 ribu hektare yang membentang di Kabupaten Kutai Timur hingga Berau.
Wilayah tersebut dikenal sebagai habitat penting orang utan liar, serta koridor alami bagi berbagai mamalia besar, burung, dan spesies langka lain di Kalimantan bagian timur.
Kepala Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN, Delicia Yunita Rahman, menjelaskan kerja sama ini bertujuan menghasilkan data bioekologi yang akurat dan mendukung pengelolaan kawasan bernilai konservasi tinggi.
Salah satu inovasi yang akan digunakan yakni teknologi environmental-DNA (e-DNA) untuk mendeteksi jejak genetika satwa liar melalui sampel air atau tanah tanpa interaksi langsung. Kemudian, riset akan dilengkapi pemantauan menggunakan kamera jebak dan alat bioakustik.
“Melalui kolaborasi ini, diharapkan lahir temuan ilmiah dan rekomendasi teknis yang memperkuat keberlanjutan ekosistem hutan tropis,” ucap perempuan yang akrab disapa Delicia itu.
Bentang Alam Wehea-Kelay tidak hanya mencakup hutan produksi, tetapi juga Hutan Lindung Wehea yang sejak 2004 dikelola masyarakat adat Dayak Wehea melalui hukum adat.
Saat ini, pengelolaan kawasan melibatkan 23 pihak, mulai pemerintah, pemegang konsesi PBPH-HA bersertifikat Forest Stewardship Council (FSC), hingga lembaga swadaya masyarakat dan perguruan tinggi.
Hasil inventarisasi menunjukkan kawasan ini menjadi rumah bagi lebih dari 1.280 individu orang utan liar, 77 spesies mamalia atau separuh di antaranya dari ordo Primata, Carnivora, dan Artiodactyla, serta ratusan jenis burung dan herpetofauna.
Ia mengatakan, keanekaragaman ini menjadikan Wehea-Kelay salah satu bentang alam dengan nilai konservasi tertinggi di Kalimantan.

Direktur Eksekutif YKAN, Herlina Hartanto, menyampaikan riset bersama BRIN juga mencakup penguatan kapasitas masyarakat lokal, pelatihan pemantauan satwa liar, dan pengembangan Indeks Kualitas Habitat (IKH) sebagai acuan perbaikan tata kelola kawasan.
Ia menekankan pentingnya memadukan metode ilmiah dan kearifan lokal dalam praktik konservasi.
“Sejak 2007, Hutan Lindung Wehea telah menjadi pusat riset berbasis masyarakat adat. Model pengelolaan kolaboratif ini terbukti efektif menjaga habitat satwa sekaligus mendukung kesejahteraan komunitas,” terang Herlina, dalam rilis yang diterima niaga.asia.
Ia mengungkapkan bahwa program kerja sama pun direncanakan direplikasi ke lanskap Kutai dan Menyapa-Lesan.
Adapun, berbagai hasil riset nantinya akan dirangkum menjadi dokumen kebijakan dan referensi teknis bagi pengelolaan ekosistem hutan hujan tropis secara berkelanjutan.
“Penguatan basis sains konservasi adalah langkah strategis memastikan keanekaragaman hayati Kalimantan tetap terjaga,” tutup Herlina.
Penulis: Putri | Editor: Intoniswan
Tag: HutanKonservasi