
NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Dokter Yulianti Yunus Konda yang sudah berstatus ASN di Pemkab Nunukan, menganggap usulan pemberhentian dirinya sebagai ASN karena mengikuti pendidikan dokter spesialis tanpa menunggu terbitnya izin tertulis, adalah bentuk ketidakadilanpemerintah daerah terhadap seorang dokter yang ingin mengembangan karir dan sumber daya manusia.
“Saya belajar atas biaya pribadi, saya juga sudah menjelaskan akan kembali bekerja sebagai dokter pemerintah di Kalimantan Utara,” kata Yulianti dalam RDP dengan DPRD Nunukan, hari ini, Selasa (20/5/2025).
RDP DPRD Nunukan dengan dr. Yulianti Yunus Konda SR dipimpin langsung Ketua DPRD Nunukan, Hj Rahma Leppa dan diikuti anggota DPRD Nunukan dari lintas komisi, mulai dari Komisi I, II, III, dan IV, serta pejabat dari Dinas Kesehatan.
Dokter spesialis akupuntur ini menyampaikan terima kasih kepada DPRD Nunukan, yang telah menyediakan waktu mendengarkan aspirasi rakyat, Yuanti berharap DPRD bisa mendapat keadilan dan kembali bekerja sebagai ASN.
Untuk diketahui, Pemerintah Kabupaten Nunukan, memberhentikan 4 orang Aparatur Sipil Negara (ASN) tenaga kesehatan (Nakes) masing-masing dr Andi Hariani, dr. Fitriani, dr. Wahyu Rahmat Haryadi dan dr. Yulianti Yunus Konda dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena mangkir dari tugas tanpa keterangan sejak tahun 2021.
“Pemberhentian 4 orang Nakes atas rekomendasi Badan Kepegawaian Negara (BKN), ” kata Kabid Mutasi, Promosi, dan Evaluasi Kinerja ASN, Badan Kepegawaian dan Pembinaan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Nunukan, Kelik Suharyanto, pada Niaga.Asia, Kamis (24/04/2025).
baca juga:
DPRD Nunukan Tidak Setuju Pemberhentian Empat Dokter yang Sudah Berstatus ASN
Menurut Yulianti, dirinya sudah bekerja keras membantu pelayanan kesehatan mulai dari penugasan 6 tahun di Puskesmas di pedalaman yakni Kecamatan Lumbis, dan puncaknya bertugas di Puskesmas Nunukan selama 2 tahun bersamaan wabah Covid-19. Berjuang mati-matian di Puskesmas Nunukan saat Covid-19.
“Tapi saya tidak ingin sampai pensiun hanya dokter umum karena tidak mendapat rekomendasi belajar dari pemerintah,” ungkapnya.
Tanggapan Dinas Kesehatan
Sekretaris Dinkes Nunukan Sabaruddin mengatakan, penerbitan rekomendasi atau izin belajar dokter dilihat dari ketersedian dokter di Puskemas agar pelayanan kesehatan tetap berjalan normal.
“Ada momen-momen tertentu rekomendasi belajar tidak dikeluarkan, tapi hal itu tidak selalu berlaku, pertimbangan lainnya biasanya dilihat dari senioritas. Dokter senior yang lebih berhak belajar,” terangnya.
Sabaruddin membantah keterangan dr. Yulianti bahwa Dinkes Nunukan tidak pernah berkomunikasi sebelum menerbitkan rekomendasi pemberhentiannya.
“Surat Peringatan (SP) I, II hingga III adalah model komunikasi resmi dari pemerintah,” ujarnya.
Kemudian lanjut dia, berdasarkan catatan Dinkes, dr. Yulianti tidak pernah menanggapi dan mengklarifikasi SP I, II dan SP III dari Dinkes, sehingga secara aturan Hukum Disiplin layak untuk diajukan dalam sanksi pemberhentian.
“Saya memahami perasaan dokter yang ingin melanjutkan belajar, di lain sisi pemerintah tidak selalu bisa menerbitkan izin rekomendasi karena dibatasi aturan,” kata Sabaruddin.
Sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nunukan tidak setuju pemberhentian dr. Yulianti Yunus Konda dan tiga dokter lainnya yang sudah berstatus sebagai ASN di Pemkab Nunukan dan merekomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten Nunukan untuk membatalkan proses pemberhentian ke empat dokter tersebut di Badan Kepegawaian Negara (BPK)
“Rekomendasi dari RDP ini nantinya jadi dasar Pemkab Nunukan bersama DPRD bermohon ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk mengembalikan 4 dokter tersebut bekerja di Nunukan,” kata Ketua Komisi I DPRD Nunukan, Andi Muliyono membacakan kesimpulan RDP DPRD Nunukan.
Menurut Andi, keberadaan seorang dokter sangat dibutuhkan di perbatasan Nunukan, karena saat ini masih ada Puskesmas maupun rumah sakit memerlukan tenaga kesehatan, terutama dokter spesialis.
Pemberhentian ASN dokter sangat mengagetkan semua orang. Pasalnya, saat semua daerah berlomba mencari dokter, Kabupaten Nunukan malah sebaliknya memberhentikan 4 dokter di tahun 2025.
“Kalau ada dokter sekolah spesialis harus didukung, semakin tinggi pengetahuan, semakin baik pelayanan kesehatan di Nunukan,” tutupnya.
Penulis: Budi Anshori | Editor: Intoniswan
Tag: Kesehatan