
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Dekan Fakultas Kehutanan (Fahutan) Universitas Mulawarman (Unmul) Irawan Wijaya Kusuma mengatakan bahwa pihaknya telah menjalankan 2 langkah konkret dalam merespons kasus tambang ilegal di KHDTK Diklathut Unmul atau Hutan Pendidikan Unmul di Samarinda.
Langkah pertama yang telah diambil adalah mengirimkan surat permohonan resmi kepada Menteri ESDM RI melalui Dirjen Minerba. Surat ini meminta revisi wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) dari dua perusahaan yaitu; Koperasi Serba Usaha Putra Mahakam Mandiri (KSU Pumma) dan CV Bismillah Res Kaltim, keluar dari Hutan Pendidikan Unmul.
Langkah kedua yang telah dilakukan adalah perhitungan kerugian ekologis akibat aktivitas tambang ilegal. Fahutan Unmul membentuk tim khusus untuk mengevaluasi dampak kerusakan lingkungan di KHDTK, dengan mengacu pada dua pendekatan utama.
Hal itu disampaikan Irawan dalam RDP Gabungan DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) yang dipimpin oleh Sekretaris Komisi IV Darlis Pattalongi, bersama pihak Polda Kaltim, Balai Gakkum KLHK, dan berbagai pihak lainnya pada Kamis sore (10/7) di Gedung E Komplek DPRD Kaltim jalan Teuku Umar, Samarinda.
RDP ini juga dihadiri anggota DPRD lainnya dari berbagai komisi seperti Sarkowi V Zahry, Syahariah Mas’ud, Hartono Basuki, Jahidin, serta Husin Djufri. Kemudian peserta rapat lain seperti PPNS Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan Purwanto.
Lalu, Wakil Direktur Reskrimsus Polda Kaltim Melki Bharata, Polisi Kehutanan Ahli Madya Bidang PKSDAE Dinas Kehutanan (Dishut) Kaltim Rahmadi dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kaltim Anwar Sanusi, serta Ketua Laboratorium KHDTK Unmul Rustam.
Menurut Irawan, surat ke Menteri ESDM juga ditembuskan ke Kepala Dinas ESDM Kaltim, yakni Bambang Arwanto, sebagai bagian dari koordinasi antara pihak kampus dan pemerintah daerah.
“Surat sudah kami sampaikan langsung ke Pak Menteri dan Pak Kadis. Kami tinggal menunggu respons dari pusat terkait permintaan tersebut,” jelasnya.
Dijelaskan pula, langkah yang diambil Fahutan Unmul tersebut mengacu pada Permen LH Nomor 7 Tahun 2014 tentang kerusakan lingkungan hidup sebagai dasar perhitungan resmi; dan kedua, mengacu pada jurnal ilmiah berbasis disertasi doktoral yang juga menggunakan lokasi representatif dengan kerusakan di KHDTK.
“Pendekatan Permen LH ini kami nilai paling kuat dari sisi hukum, meski memiliki celah. Salah satunya tidak memperhitungkan nilai penting jenis tertentu, seperti tegakan ulin atau gaharu yang bernilai ekologis dan ekonomis tinggi,” terangnya.
Selain itu, kata dia, Permen tersebut juga belum mengatur secara eksplisit kebutuhan pengolahan tanah dalam proses reklamasi. Padahal, dalam konteks KHDTK, proses pemulihan tidak bisa langsung dilakukan dengan penanaman, tetapi harus melalui pengembalian kesuburan tanah terlebih dahulu.
Kajian kerusakan lingkungan tersebut kini juga tengah dibedah oleh tim LKBH sebagai bahan tuntutan perdata terhadap para pelaku. Irawan menyebut kajian ini akan segera difinalisasi dan satu salinannya akan diberikan kepada DPRD Kaltim.
“Mungkin nanti satu copy bisa kami serahkan ke DPRD untuk mendapat masukan. Kami yakin Bapak Ibu anggota dewan, seperti Pak Sarkowi dan Pak Jahidin, bisa menilai apakah kajian ini sudah cukup atau masih perlu dilengkapi,” tegasnya.
Jumlah kerugian secara nominal belum disampaikan karena masih dalam proses finalisasi oleh tim penyusun. Kendati begitu, Irawan juga menyampaikan komitmen Unmul untuk memulihkan dan akan memfungsikan kembali KHDTK sebagai pusat pendidikan, pelatihan, dan riset hutan tropis.
Menurutnya, fungsi KHDTK tidak hanya penting bagi Unmul, tetapi juga menjadi bagian dari kepentingan lingkungan dan ilmu pengetahuan nasional.
“Kami berharap mendapatkan dukungan dari Pemprov Kaltim dan Pemkot Samarinda agar KHDTK ini bisa benar-benar menjadi pusat informasi dan konservasi hutan tropis yang bisa dimanfaatkan bersama,” harap Irawan.
Sebagaimana diketahui, kawasan KHDTK Diklathut Unmul Samarinda seluas lebih dari 300 hektare telah mengalami kerusakan parah akibat aktivitas tambang batu bara ilegal. Dalam perkara ini penyidik Polda Kaltim telah menetapkan oknum berinisial R (Rudini) sebagai tersangka.
Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan
Tag: Hutan Unmul