
PALEMBANG.NIAGA.ASIA – Anomali dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang seharusnya membawa kesejahteraan bagi rakyat harus segera dihentikan.
Pengelolaan sumber daya alam sudah seharusnya dapat memberikan kesejahteraan dan memutar ekonomi wilayah sekitar bukan hanya mendapatkan dampak buruk semata akibat kegiatan pertambangan yang tidak bertanggung jawab.
Berdasarkan hasil diskusi Kementerian ESDM dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), yang menyimpulkan adanya anomali terhadap pengelolaan sumber daya alam di sejumlah wilayah Indonesia yang kaya akan sumber daya alam justru angka kemiskinannya cukup tinggi, salah satunya adalah Provinsi Sumatera Selatan.
Demikian Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Perencanaan Strategis, M.Idris. F. Sihite di acara Focus Group Discussion (FGD) terkait Tata Kelola Pertambangan (Minerba dan Migas), Kontribusinya Bagi Penerimaan Negara dan Perspektif Tindak Pidana di Bidang Pertambangan di Wilayah Sumsel, Palembang, Kamis (18/7).
Menurut Sihite, penghentian anomali pengelolaan SDA tersebut membutuhkan upaya yang komprehensif dan berkelanjutan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, pelaku usaha, masyarakat sipil, dan akademisi.
“Ini pekerjaan rumah kita bersama untuk mengatasi persoalan tersebut, apakah tata kelola sumber daya alam sudah sejalan dengan tujuan pasar 33 UUD 1945, yakni sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat,” tuturnya.
Sihite mengungkapkan, anomali yang secara kasat mata ada di depan kita yakni, Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki kekayaan cadangan batubara terbesar kedua di Indonesia sebanyak 9,3 miliar ton dengan produksi batubara tahun 2023 sebanyak 104,68 juta ton serta menghasilkan penerimaan negara sebesar Rp9,898 triliun (iuran tetap sebesar Rp66,4 milyar dan royalti sebesar Rp9,832 triliun) tidak juga mampu mengurangi tingkat kemiskinan di provinsi ini.
Salah satu penyebab dari anomali tersebut menurut Sihite adalah banyaknya pertambangan tanpa izin di Provinsi Sumatera Selatan yang mencari keuntungan sesaat tanpa menghiraukan kaidah-kaidah pertambangan yang baik dan bertanggung jawab.
“Provinsi Sumsel merupakan salah satu lokasi PETI terbanyak di Indonesia. PETI merupakan tindak pidana pertambangan subsektor minerba dengan delik khusus (lex spesialis) di luar KUHP yang memuat sanksi pidana dengan beb (Pasal 158 s/d Pasal 164 UU No 3 Th 2020),” ujar Sihite.
Sumber: Biro KLIK Kementerian ESDM | Editor: Intoniswan
Tag: Minerba