
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Upaya pencegahan tindakan perundungan (bullying) di lingkungan sekolah dasar dan menengah kini tidak hanya mengandalkan sosialisasi semata.
Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Kalimantan Timur mendorong penguatan peran satuan tugas anti-kekerasan dan agen sebaya di sekolah sebagai langkah konkret memastikan perlindungan anak berjalan lebih sistematis.
Hal ini disampaikan dalam kegiatan kampanye anti-bullying yang digelar di SDN 004 Sungai Pinang, pada Rabu (16/7/2025), bertepatan dengan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) bagi siswa baru.
Ketua FJPI Kaltim, Tri Wahyuni, menjelaskan berdasarkan pengamatan organisasi, perundungan fisik masih menjadi bentuk kekerasan yang paling sering muncul di sekolah dasar di Samarinda.
Dalam periode 2024 hingga pertengahan 2025, tercatat sedikitnya 16 laporan bullying yang ditangani Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Samarinda.
“Enam laporan masuk pada 2024 dan sepuluh laporan pada 2025 ini, semuanya dari jenjang SD dan SMP. Jenisnya mayoritas kekerasan fisik. Kalau verbal atau psikologis, kemungkinan ada, hanya belum tercatat resmi,” katanya saat dikonfirmasi, Kamis (17/7/2025).
Tri menekankan pentingnya tidak meremehkan pengaduan anak, meski dianggap ringan. Menurutnya, tanda awal perundungan kerap diabaikan hanya karena kekhawatiran sekolah terhadap reputasi.
“Sering kali laporan dianggap masalah kecil atau takut mencoreng nama sekolah. Justru ini yang harus diperbaiki. Begitu ada tanda-tanda bullying, sekolah wajib segera bertindak,” ungkapnya.
Dalam kesempatan tersebut, FJPI Kaltim juga mendorong sekolah untuk menunjuk agen-agen anti-bullying dari kalangan siswa.
Agen sebaya tersebut dinilai lebih mampu mempengaruhi perilaku teman sekelas, terutama jika proses pemilihannya dilakukan secara transparan dengan melibatkan polling atau survei langsung.
“Kami mendorong sekolah membuat komunitas sahabat anak atau teman sebaya. Kalau anak sendiri yang memilih siapa agen yang mereka percaya, itu lebih efektif,” imbuh Tri.
Ia mengungkapkan, dalam kapasitas FJPI sebagai organisasi profesi, pihaknya akan terus mengawal isu perlindungan anak melalui pemberitaan dan pemantauan proses penanganan kasus hingga ke aparat penegak hukum.
“Jika ada sumbatan pada proses hukum, kami akan mengawal, termasuk menanyakan sejauh mana pemerintah turun tangan,” jelasnya.
Bagi guru dan orang tua, FJPI menggarisbawahi tiga langkah konkret saat mengetahui indikasi anak menjadi korban atau pelaku perundungan.
Pertama, tidak menunda untuk melakukan pertemuan dan parenting bersama orang tua siswa. Kedua, memastikan anak mendapat pendampingan psikososial. Ketiga, mencegah upaya menutup-nutupi kejadian demi citra sekolah.
“Orang tua juga harus membekali anak keterampilan menghadapi tekanan sosial sejak dini. Sekolah tidak boleh hanya fokus prestasi akademik tanpa memastikan anak-anak tumbuh di lingkungan aman,” pungkas Tri.
Selain peran agen sebaya, keberadaan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di sekolah juga diharapkan benar-benar aktif.
Kepala SDN 004 Sungai Pinang, Denok Asmiati, menyampaikan pihaknya sudah memiliki tim yang melibatkan guru, komite sekolah, wali murid, dan perwakilan siswa kelas 4 hingga kelas 6.
TPPK bertugas mengidentifikasi potensi kekerasan, memfasilitasi penyelesaian, dan melaporkan kejadian ke pihak berwenang jika diperlukan.
Saat ini, SDN 004 Sungai Pinang tercatat memiliki 509 siswa dan 20 rombongan belajar. Disamping itu, kampanye anti-bullying dijalankan sebagai bagian dari upaya awal tahun ajaran untuk membangun kesadaran kolektif terhadap perlindungan peserta didik.
Penulis: Putri | Editor: Intoniswan | Adv Diskominfo Kaltim
Tag: Bullying