Gelembung Nikel

Ilustrasi tambang nikel. Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Presiden Joko Widodo menggambarkan nikel adalah komoditas “penyelamat” ekonomi Indonesia. Hilirisasi nikel memberi pemasukan ke kas negara ratusan triliun per tahun.

Apakah yang dikatakan Jokowi itu hanya “gelembung” atau hanya eforia sesaat? Berikut perkembangan terbaru terkait nikel. Nikel Indonesia sempat tidak diterima oleh AS (Amerika Serikat) dalam aturan IRA )Inflation Reduction Rate)  karena bahan baku nikel untuk produksi baterai listrik dari Indonesia tidak masuk ke dalam UU IRA tersebut.

Pasalnya, baterai yang mengandung nikel dari Indonesia dikhawatirkan tidak memenuhi syarat untuk kredit pajak IRA secara penuh dan belum memiliki perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) dengan AS.

Selain itu, industri nikel di Indonesia diyakini memiliki prospek yang cerah. Namun, produksi nickel pig-iron (NPI) yang melimpah di Indonesia berpotensi menekan kenaikan harga nikel. Harga nikel di London Metal Exchange (LME) diperkirakan rata-rata akan berkisar antara US$15.000 – US$18.000 per ton.

AS telah menilai nikel dan litium menjadi mineral paling penting secara global antara tahun 2025 dan 2035 dan memperkirakan nikel akan menjadi sangat penting pada periode ini karena berperan dalam dorongan elektrifikasi global yang lebih luas.

Awal api saat berkobar di pabrik smelter nikel PT KFI di Pendingin, Sangasanga, Kutai Kartanegara, Rabu 11 Oktober 2023. ( Foto HO-Net)

Reviu Informasi Strategis Periode Januari-Maret 2024 yang diterbitkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut, beberapa negara kaya sumber daya alam tetap ingin memanfaatkan persyaratan sumber pasokan yang ditargetkan oleh AS dan Uni Eropa sambil terus membuka peluang investasi bagi Tiongkok.

“Perusahaan-perusahaan Indonesia sedang melobi untuk diikutsertakan dalam ke dalam electric vehicle tax credit IRA,” ungkap Kementerian ESDM.

Negara- negara di Afrika yang memiliki pasokan mineral kritis yang melimpah semakin diminati. Perusahaan-perusahaan Tiongkok telah beralih ke sumber litium di Afrika sejak tahun 2021 karena adanya keterbatasan investasi di Amerika Utara dan Australia.

Menurut Kementerian ESDM, sementara itu, AS dan Uni Eropa juga mencari lebih banyak kesepakatan mineral penting di Afrika untuk keamanan pasokan jangka panjang. Saat ini, AS memiliki kebijakan Inflation Reduction Rate (IRA), untuk menyalurkan subsidi senilai USD 370 miliar kepada produsen yang menggunakan energi bersih di AS.

“Hal ini berpotensi menghambat pangsa pasar baterai Indonesia,” demikian Kementerian ESDM.

Indonesia saat ini sedang dalam proses pengajuan proposal Limited Free Trade Agreement (FTA) untuk membuat Indonesia bisa memasok mineral khususnya hasil hilirisasi nikel dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan baterai kendaraan listrik di AS.

“Indonesia bersama dengan AS membuat sebuah program mineral kritis yakni Critical Mineral Agreement (CMA) yang termasuk di dalamnya adalah nikel sebagai mineral kritis,” lapor Kementerian ESDM.

Harapannya dengan adanya CMA, produk nikel Indonesia lebih diterima di pasar AS. Hal ini bisa menjadi peluang yang baik untuk industri hilirisasi Indonesia terutama baterai kendaraan listrik.

Di tengah tantangan tersebut, pada dasarnya industri nikel di Indonesia memiliki prospek yang cerah, menyusul proyeksi kenaikan harga nikel global yang disebabkan oleh lambatnya pemulihan ekonomi Tiongkok, sebagai produsen utama nikel dunia.

Harga nikel menurut London Metal Exchange (LME) diperkirakan rata-rata akan berkisar antara US$15.000 – US$18.000 per ton.

Sebagian besar produksi nikel Indonesia dikategorikan sebagai kelas II, atau bahan dengan kemurnian lebih rendah, yang biasa digunakan dalam produksi baja tahan karat. Produksi nickel pig-iron (NPI) yang melimpah di Indonesia terus menciptakan pasokan yang stabil sehingga dapat menekan kenaikan harga nikel.

Presiden Jokowi  di Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat, Selasa (24/9). (Foto Kementerian ESDM/Niaga.Asia)

Menurut Kementerian ESDM lagi, International Nickel Study Group (INSG) memperkirakan produksi global akan meningkat menjadi 3,71 juta ton pada tahun 2024 dari 3,42 juta ton pada tahun 2023 karena tambahan produksi nikel pig iron (NPI) Indonesia.

Pabrik pengolahan nikel asam bertekanan tinggi (HPAL) baru di Indonesia yang menghasilkan campuran endapan hidroksida (MHP) juga terus meningkatkan produksinya, dan konversi NPI menjadi nikel matte pun semakin meningkat.

Tiongkok, sebagai produsen nikel terbesar kedua di dunia, yang memiliki kualitas produksi nikel Kelas 1 juga terus meningkat. Produksi nikel Kelas 1 Tiongkok naik lebih dari 36% dalam tiga kuartal pertama tahun 2023, sebagai respons terhadap harga LME yang secara historis meningkat.

AS telah menilai nikel sebagai bahan penting dalam jangka menengah. Departemen Energi AS baru-baru ini merilis Critical Materials Assessment 2023, yang mengevaluasi critical mineral terhadap rantai pasokan teknologi energi ramah lingkungan global.

“AS mengharapkan nikel dan litium menjadi mineral paling penting secara global antara tahun 2025 dan 2035 dan memperkirakan nikel akan menjadi sangat penting pada periode ini karena peran penting logam tersebut berperan dalam dorongan elektrifikasi global yang lebih luas,” demikian Kementerian ESDM.

Nikel yang dibutuhkan untuk kendaraan listrik, teranyar juga tak sesuai dengan yang diharapkan industri kendaraan listrik di China sebab, Uni Eropa mengenakan bea masuk bagi kendaraan listrik asal China sampai 45% dari harga kendaraan listrik itu sendiri.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: