
JAKARTA.NIAGA.ASIA – Indonesia siap menghadapi dampak kebijakan perdagangan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Selain itu, Indonesia akan mengutamakan strategi diplomasi perdagangan, mempererat solidaritas regional ASEAN, dan mempercepat diversifikasi pasar ekspor merespons kebijakan tarif resiprokal (timbal balik) yang diterapkan AS.
Demikian disampaikan Wakil Menteri Perdagangan, Dyah Roro Esti Widya Putri dalam “Quarterly Webinar Series 1: Memahami Dampak Kebijakan Tarif Trump Terhadap Indonesia” yang diselenggarakan Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA) Queensland secara daring pada hari ini, Rabu (21/5/2025). Turut hadir Ketua PPIA Queensland Muhamad Zakiyudin.
Menanggapi kebijakan tarif tersebut, Indonesia terus bergerak maju dengan beberapa strategi. Strategi tersebut meliputi diplomasi, solidaritas regionalASEAN, dan diversifikasi pasar ekspor. Tidak hanya itu, Indonesia berencana menghidupkan kembali forum kerja sama bilateral Indonesia-AS melalui Trade and Investment Framework Agreement/TIFA yang terakhir dilaksanakan pada 2018.
“Melalui TIFA, Indonesia berharap dapat membahas isu dan kebijakan perdagangan serta investasi yang menjadi perhatian kedua negara secara lebih sistematis,” ujar Wamendag Roro.
Tarif resiprokal merupakan kebijakan yang diambil Presiden AS Donald Trump untuk mengenakan tarif terhadap negara-negara yang dianggap memberlakukan hambatan perdagangan tinggi terhadap AS, termasuk Indonesia.
Awalnya, Indonesia dikenakan tarif resiprokal sebesar 32 persen. Namun sementara ini, produk Indonesia yang masuk ke AS hanya dikenakan tarif impor sebesar 10 persen. Hal ini diberlakukan setelah Presiden AS Donald Trump menetapkan jeda selama 90 hari hingga 9 Juli 2025 untuk penangguhan penerapan tarif resiprokal tersebut guna membuka ruang negosiasi lebih lanjut.
“Periode penundaan tarif selama 90 hari ini merupakan peluang yang harus dimanfaatkan secara optimal melalui pendekatan diplomatik sekaligus menyampaikan kepentingan Indonesia. Pada 17 April 2025, DelegasiIndonesia telah bertemu dengan perwakilan United States Trade Representative (USTR).
Dengan pertemuan tersebut, Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang diterima untuk melakukan dialog langsungdi tengah banyaknya permintaan serupa dari negara-negaralain,” jelas Wamendag Roro.
Wamendag Roro menambahkan, Indonesia akan menempuhlangkah-langkah terstruktur dan konstruktif dalam menghadapi situasi ini. Pertama, Indonesia akan menggunakan pendekatan diplomatik di mana Indonesia dan AS telah sepakat untuk menyusun suatu kerangka kerja (framework) dalam jangka waktu 60 hari ke depan yang akan dibahas melalui 2–3 putaran perundingan.
Pada kesempatan ini, Wamendag Roro juga mengungkapkan, Indonesia mengajukan pengembangan sumber daya manusia yang mencakup bidang pendidikan, sains, teknologi, teknik (engineering), matematika (STEM), serta ekonomi digital.
Indonesia juga mengusulkan kerja sama yang lebih seimbang di sektor jasa keuangan sertameminta tarif impor AS terhadap produk ekspor unggulan Indonesia, seperti garmen, alas kaki, tekstil, furnitur, dan udang disesuaikan agar lebih kompetitif dibandingkan negara-negara pesaing.
“Selain mengutamakan diplomasi perdagangan dengan AS, langkah kedua yang dilakukan Indonesia yaitu mendorong solidaritas regional ASEAN,” kata Wamendag Roro.
Sekilas Perdagangan Indonesia-AS
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, Indonesia mencatatkan surplus terhadap AS sejumlahUSD 14,34 miliar pada 2024. Surplus tersebut didapatkan dari nilai ekspor sebesar USD 26,31 miliar dan nilai impor sebesar USD 11,97 miliar. Adapun tren neraca perdagangan Indonesia dengan AS pada lima tahun terakhir (periode 2020–2024) juga membubuhkan surplus berturut-turut dengan pertumbuhan mencapai 5,32 persen.
Di samping itu, Indonesia merupakan penerima sistem tarif preferensial umum (generalized system of preferences/GSP) dari AS. Sistem ini merupakanfasilitas bea masuk sebesar 0 persen untuk3.572 pos tarif. Namun, GSP tersebut sedang dalam proses re-otorisasi yang masa berlakunya telah habis sejak 31 Desember 2020. Adanya fasilitas GSP tersebut merupakan salah satu faktor yang berkontribusi pada surplus neraca dagang Indonesia ke AS.
Sumber: Siaran Pers Kementerian Perdagangan | Editor: Intoniswan
Tag: Trump Tarif