
NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Dunia usaha rumpur laut kering di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, mengalami fase sulit semenjak anjloknya harga jual sepanjang dua tahun terakhir. Tidak sedikit petani mengakhiri usahanya dengan gantung tali.
Belum ada perbaikan harga sejak tahun 2024, harga tertinggi masih dikisaran Rp 13.000 untuk rumput laut kadar keringan 38,” kata Ketua Koperasi Rumput Laut Mamolo Sejahtera, Kamaruddin, pada Niaga.Asia, Rabu (30/04/2025).
Anjloknya harga rumput laut Nunukan dipengaruhi oleh masih rendahnya kualitas hasil budidaya dan menurunnya ekspor keluar negeri, namun begitu daya beli pabrik atau perusahaan dalam negeri terhadap rumput laut masih tinggi.
Bertahannya harga jual tertinggi di kisaran Rp 13.000 per kilogram hendaknya disikapi semua pihak tidak hanya petani, pemerintah daerah melalui dinas terkait harusnya ikut berpikir membantu petani memperbaiki kualitasnya.
“Harga terendah Rp 8.000 kadar kekeringan 45-50. Kenapa terjadi begini karena petani sendiri malas untuk mengeringkan rumput laut sesuai standar ekspor,” bebernya.
Meski harga tidak kunjung naik, masih ada ratusan petani di pulau Nunukan dan Sebatik bertahan di usaha rumput laut karena dengan harapan suatu saat harga kembali membaik seperti tahun 2023, dengan harga Rp 42.000 per kilogram
Selain itu, petani yang sudah terlanjur mengeluarkan biaya puluhan juta untuk pemasangan pondasi tiang dan tali bentangan rumput laut tidak mungkin lagi beralih mencari pekerjaan dalam waktu singkat.
“Tahun 2022 – 2023 hasil panen mencapai 7.000 ton, sekarang petani banyak gantung tali karena keuntungan usaha tidak sesuai modal kerja,” bebernya.
Akibat anjloknya harga jual pula, tidak sedikit petani rela menjual harta benda maupun mengurus uang simpan yang peroleh dari penghasilan rumput laut saat harga tinggi, kenekatan petani ini demi bertahan hidup dan tetap berada di usaha ini.
Alasan lain bertahan petani ditengah hancurnya harga adalah, ingin menjaga bibit-bibit rumput laut tetap tersedia dengan harapan, suatu saat harga kembali naik setidaknya dikisaran Rp 20.0000 per kilogram.
“Kejayaan petani rumput laut Nunukan dan Sebatik hampir hilang, kalau tahun lalu kami menjerit, tahun ini sudah menangis, entah tahun lalu apalagi,” benernya.
Pangsa pasar atau permintaan rumput laut masih mengarah ke Surabaya dan Makassar. Pemilik pabrik biasanya mematok kadar kekeringan 37 – 38 untuk keperluan ekspor dengan kualitas baik.
Sebagai petani sekaligus pengusaha rumput laut, Kamaruddin biasanya mengirim rumput laut sesuai permintaan pabrik di Surabaya, menggunakan kapal laut antara 7 sampai 10 kontainer tiap bulannya.
“Saya mengakomodir beberapa teman petani mengirim rumput laut ke Surabaya. Terkadang saya kesulitan memenuhi permintaan pabrik karena kadar kekeringan di tingkat petani tidak sesuai standar,” ucapnya.
Solusi terbaik mengatasi rendahnya harga rumput laut adalah dengan memperbaiki kualitas. Terlepas dari itu, Kamaruddin meminta Pemerintah Nunukan menjalin kemitraan dengan Universitas Borneo Tarakan dalam mengedukasi pemahaman petani.
Sejauh ini petani di Nunukan dan Sebatik hanya berpikir sebatas menanam dan menghasilkan rumput laut dengan cepat, padahal dalam usaha ini butuh inovasi lain agar tanaman menghasilkan kualitas terbaik.
“Menanam rumput laut tidak beda dengan penanam padi di sawah, ada teknik agar hasilnya baik. Disinilah peran pemerintah mengajarkan teknik sekaligus menghimbau petani menghasilkan rumput laut dengan kadar sesuai pesanan pabrik,” tutupnya.
Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan
Tag: Rumput Laut