
DEN HAAG.NIAGA.ASIA – Menteri Luar Negeri Indonesia, RetnoMarsudi dalam Oral Statement Indonesia di depan Mahkamah Internasional (International Court of Justice) menegaskan bahwa, tidak ada satupun negara yang berada di atas hukum. Setiap manusia, tanpa kecuali dilindungi oleh hukum, serta meminta jangan sampai masyarakat internasional terus membiarkan Israel melanjutkan tindakan-tindakan ilegalnya.
“Saya tutup pernyataan lisan saya dengan mengatakan bahwa dunia dan masyarakat internasional memiliki harapan besar, BIG HOPE, kalimat hope ini saya sampaikan beberapa kali di dalam pernyataan saya,” kata Menlu Retno dalam Prees Briefingnya 23 Februari 2024, waktu setempat.
Menurut Menlu Retno, masyarakat internasional memiliki harapan besar, BIG HOPE, terhadap Mahkamah Internasional. Karena Mahkamah Internasional merupakan the guardian of justice.
Selain pernyataan lisan Indonesia, terdapat 51 negara dan 3 organisasi internasional yang juga menyampaikan pandangannya. Dan selanjutnya, Majelis Hakim ICJ-lah yang akan menjadi pihak yang menetapkan Advisory Opinion ini.
Selama di Den Haag, Mnlu didampingi oleh para lawyers Kemlu, Dirjen HPI (Hukum dan Perjanjian Internasional) dan juga Dirjen Aspasaf (Asia Pasifik dan Afrika) , Jubir Kemlu, serta Dubes RI untuk Den Haag.
Untuk hadir di International Court of Justic, Menlu Retno terpaksa harus meninggalkan pertemuan para Menteri Luar Negeri G20, dan tiba di Den Haag 22 Februari pukul 13.00, dan pada pukul 14.00 saya sudah melakukan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Palestina, dan satu jam setelah itu, pada pukul 15.00 saya melakukan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Yordania.
Menteri Luar Negeri Palestina sudah menyampaikan oral statement pada 19 Februari 2024, sementara Menlu Yordania pada tanggal 22 Februari 2024.
“Inti pertemuan saya dengan dua Menlu tersebut, adalah melakukan compare notes mengenai elemen-elemen penting dalam oral statement untuk saling memperkuat argumentasi yang disampaikan,” ucap Menlu Retno.
Pada hari ini, 23 Februari 2024, sekitar pukul 12.00 waktu Den Haag, lanjutnya, ia telah menyampaikan pandangan lisan Pemerintah Indonesia di Mahkamah Internasional atau ICJ pada sesi persidangan Advisory Opinion yang terkait dengan konsekuensi hukum kebijakan ilegal Israel terhadap Palestina.
Sebagaimana ketahui, Majelis Umum PBB pada akhir 2022 melalui Resolusi 77/247 telah meminta ICJ mengeluarkan Advisory Opinion, atau fatwa hukum terkait konsekuensi hukum kebijakan ilegal Israel terhadap Palestina.
Selanjutnya, ICJ meminta negara-negara untuk memberikan masukan guna membantu ICJ menyusun fatwa hukumnya. Oleh karena itu, sudah menjadi collective moral duty bagi Indonesia untuk menyampaikan pandangannya.
“Pandangan tertulis Indonesia sudah disampaikan pada Juli tahun lalu. Dan hari ini, giliran Indonesia memberikan pandangan lisannya melalui oral statement,” ungkap Menlu Retno. Pandangan lisan pemerintah disusun dengan memperhatikan masukan dari berbagai pihak, termasuk kalangan akademisi, praktisi hukum, pakar hukum, hingga masyarakat madani.

Inti sari pandangan lisan Indonesia adalah dua hal. Jadi dalam pandangan lisan saya menyampaikan dua hal besar. Yang Pertama adalah penegasan bahwa ICJ miliki yurisdiksi untuk berikan Advisory Opinion.
Bagian yang Kedua adalah penegasan bahwa berbagai kebijakan Israel bertentangan dengan hukum internasional, dan kemudian kita urai apa konsekuensi hukumnya.
“Saya mulai dengan argumentasi pertama, yang terkait dengan yurisdiksi. Di dalam oral statement saya menegaskan bahwa ICJ memiliki yurisdiksi untuk memberikan advisory opinion. Saya juga tegaskan bahwa tidak ada alasan apapun bagi ICJ untuk tidak memberikan opininya karena ini sudah sesuai dengan yurisdiksi hukum ICJ,” paparnya.
Ada tiga alasan terhadap argumentasi tadi, Yang Pertama, tidak akan ada proses negosiasi yang akan terganggu.
Di sini saya sampaikan bahwa saat ini memang tidak ada negosiasi proses perdamaian. On the contrary, atau sebaliknya, Israel terus melanggar semua ketentuan hukum internasional, dan tidak menghiraukan keputusan-keputusan Dewan Keamanan PBB. Yang lebih parah lagi, PM Netanyahu menyampaikan: “I am proud that I prevented the establishment of Palestinian State”.
Argumentasi Kedua bahwa, advisory opinion ICJ tidak ditujukan untuk mengambil keputusan akhir dari konflik saat ini.
“Saya tegaskan bahwa solusi hanya dapat dilakukan melalui perundingan. Tugas dari Mahkamah adalah memberikan opini mengenai konsekuensi hukum yang muncul dari pelanggaran yang terus dilakukan oleh Israel dan bagaimana pelanggaran-pelanggaran ini berpengaruh terhadap legal status of the occupation,” kata Menlu Retno.
Permintaan advise ini akan mempermudah Majelis Umum PBB untuk mengambil sikap sesuai fungsinya.
Argumentasi yang ketiga bahwa, Opini atau fatwa dari Mahkamah akan secara positif membantu proses perdamaian. Dengan cara mempresentasikan elemen hukum tambahan bagi penyelesaian konflik secara menyeluruh.
“Rekan-rekan media yang saya hormati, itu adalah bagian pertama terkait dengan yurisdiksi,” imbuhnya.
Sekarang bagian kedua, mengenai substansi mengenai Advisory Opinion itu sendiri. Mahkamah secara jelas telah menyampaikan bahwa Palestinian self-determination sudah bukan merupakan isu lagi, yang berarti sudah ditegaskan bahwa self-determination ini sah menjadi hak bangsa Palestina.
Dan hal ini diperkuat dengan berbagai keputusan Dewan Keamanan dan juga Majelis Umum PBB. Di dalam statement, saya menegaskan bahwa Israel terus melanggar hukum internasional, melalui berbagai kebijakannya di OPT (Occupied Palestine Territory).
Pemenuhan hak tersebut, hak untuk self-determination itu saya sebut sebagai kewajiban erga omnes, atau kewajiban yang berlaku untuk semua.
“Di bagian kedua, mengenai masalah merit of the case, saya berikan empat alasan penguat,” paparnya.
Alasan penguat yang Pertama, pendudukan Israel dilakukan sebagai hasil dari penggunaan kekerasan yang tidak dapat dibenarkan (unjustified).
Yang Kedua, Israel telah melakukan aneksasi ilegal terhadap OPT.
“Di sini saya tambahkan argumentasi bahwa pemerintah pendudukan memiliki kewajiban hukum untuk menjadikan pendudukannya bersifat sementara. Namun Israel telah menjadikannya permanen dan bahkan mencaplok sebagian dari wilayah pendudukan itu sendiri,” terangnya.
Yang Ketiga, Israel terus memperluas illegal settlement-nya.
“Disini saya jelaskan bahwa kebijakan Israel untuk memindahkan penduduknya dan secara paksa memindahkan bangsa Palestina dari wilayah pendudukan sangat berlawanan dengan aturan dasar dari International Humanitarian Law,” lanjutnya.
Dan kebijakan ini benar-benar merupakan pelanggaran artikel 49 dari Fourth Geneva Convention, di mana Israel merupakan salah satu dari State Party, atau salah satu pihak dari konvensi tersebut yang berarti seharusnya tunduk pada Konvensi tersebut.
Penguat yang Keempat, kata Menlu Retno, dia sampaikan bahwa Israel telah memberlakukan kebijakan apartheid terhadap bangsa Palestina.Dan hal ini sangat mudah dilihat dari diberlakukannya dua rezim kebijakan yang berbeda yang diberlakukan kepada Jewish Israeli settlers dan yang diberlakukan kepada penduduk Palestina. Dan ini jelas merupakan pelanggaran hukum.
“ICJ memiliki yurisdiksi untuk memberikan advisory opinion. Dari merit of the case-nya menegaskan bahwa berbagai kebijakan Israel bertentangan dengan hukum internasional,” tegas Menlu Retno.
Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan
Tag: Mahkamah InternasionalPalestina