Kajati Kaltim: Pendekatan Follow the Asset dan Money Metode Penting dalam Penanganan Tipikor

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kaltim Supardi, Ketua Pengadilan Tinggi Kaltim Suwidya, dan Akademisi Fakultas Hukum Unmul, Orin Gusta Andini, menjadi pembicara di Seminar Nasional Kupas Strategi Efektif Menyelamatkan Aset Negara di Unmul  Samarinda, Jum’at (22/8/2025). (Humas Kejati Kaltim/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Pendekatan follow the asset dan follow the money adalah metode penting dalam penanganan tindak pidana korupsi (Tipikor), terutama di tengah kompleksitas global.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kaltim Supardi, menerangkan hal itu saat menjadi pembicara kunci di Seminar Nasional Kupas Strategi Efektif Menyelamatkan Aset Negara di Unmul  Samarinda, Jum’at (22/8/2025).

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur (Kaltim) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) menggelar Seminar Nasional bertajuk “Optimalisasi Pendekatan ‘Follow The Asset’ dan ‘Follow The Money’ melalui Badan Pemulihan Aset dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana”.

Kegiatan yang berlangsung pada Jumat pagi (22/8) di Ruang Serbaguna Lantai 4 Rektorat Unmul ini menghadirkan sejumlah pemateri, diantaranya Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kaltim Supardi; Ketua Pengadilan Tinggi Kaltim Suwidya; serta Akademisi Fakultas Hukum Unmul, Orin Gusta Andini.

Seminar dihadiri civitas akademika, praktisi hukum, serta mahasiswa baik secara luring maupun daring. Seminar Nasional ini digelar bertepatan dengan peringatan Hari Lahir Kejaksaan Republik Indonesia ke-80 yang jatuh pada 2 September 2025.

“Follow the asset dan follow the money ini adalah satu langkah cara atau metode yang sangat penting, terutama di era kompleksitas global. Kesehatan korporasi, pencucian uang, kejahatan luar biasa seperti terorisme, hingga penyimpangan pajak, semua ini membutuhkan metode tersebut,” kata Supardi yang hadir melalui zoom meeting.

Supardi menjelaskan, mekanisme ini hadir sebagai pelengkap pendekatan lama yang berorientasi pada pelaku (follow the suspect). Meski demikian, ia mengakui prosesnya kerap memakan waktu panjang, sehingga diperlukan instrumen hukum baru yang lebih efisien.

Seperti halnya, kata Supardi, dengan adanya Undang-Undang Perampasan Aset maupun Different Prosecution Agreement (DPA). Ia menegaskan bahwa DPA bisa menjadi solusi cepat tanpa harus menjatuhkan pidana penjara pada pelaku.

“Ini merupakan alternatif yang ditempuh juga di negara lainnya seperti Amerika Serikat, Inggris, Singapura, hingga Swiss. Tujuannya untuk menciptakan mekanisme penyelesaian perkara yang adil, cepat, memberi kepastian hukum, dan bermanfaat,” jelasnya.

Ia juga menyinggung beberapa kasus besar seperti perkara Indosat–IM2 tahun 2014, di mana hakim langsung menjatuhkan putusan perampasan aset yang kira-kira bernilai Rp1,3 triliun terhadap pihak ketiga tanpa harus melalui proses penyidikan panjang.

“Harapannya, bila Indonesia memiliki regulasi khusus tentang perampasan aset atau DPA, maka proses pemulihan aset negara bisa lebih responsif, efisien, dan berkeadilan. Ini juga sejalan dengan tujuan hukum Gustav Radbruch, yakni keadilan, kepastian, dan kemanfaatan,” demikian Kajati.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan

Tag: