
JAKARTA.NIAGA.ASIA – Divergensi ekonomi dunia berlanjut dengan ketidakpastian global yang tetap tinggi. Perekonomian Amerika Serikat (AS) diprakirakan tetap kuat ditopang oleh konsumsi rumah tangga seiring upah dan produktivitas yang tinggi serta perbaikan investasi.
Sementara itu, ekonomi Eropa, Tiongkok, dan Jepang masih lemah dipengaruhi permintaan domestik yang belum kuat serta kinerja eksternal yang menurun sejalan dengan perekonomian global yang melambat dan dampak dari implementasi kenaikan tarif impor oleh AS. Ekspansi ekonomi India juga tertahan akibat proses konsolidasi fiskal dan investasi yang belum kuat.
Demikian disampaikan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam siaran persnya, hari ini, seusai memimpin Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Februari 2025
Dengan perkembangan tersebut, kata Perry, pertumbuhan ekonomi dunia 2025 diprakirakan sebesar 3,2%. Di sisi lain, ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi dipengaruhi kebijakan tarif impor AS yang lebih cepat dan luas dari prakiraan serta arah kebijakan bank sentral AS.
Pertumbuhan ekonomi dan inflasi AS yang tinggi berdampak pada ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang lebih terbatas. Kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif mendorong yield US Treasury tetap tinggi, meskipun sedikit menurun akibat meningkatnya permintaan investor global terhadap US Treasury.
Perkembangan tersebut menyebabkan besarnya preferensi investor global untuk menempatkan portofolionya ke AS. Indeks mata uang dolar AS masih tinggi dan menekan berbagai mata uang dunia.
“Ketidakpastian global yang tetap tinggi terus memerlukan respons kebijakan yang kuat sehingga dapat memitigasi dampak rambatannya untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik,” kata Perry.
Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan
Tag: Ekonomi Global