Komunikasi Efektif Jadi Kunci Cegah Malpraktik

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra. (Foto Istimewa)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Insiden dugaan malpraktik yang baru-baru ini terjadi di rumah sakit Samarinda membuka kembali persoalan kualitas komunikasi antara tenaga medis dan pasien.

Hal itu dikritisi langsung oleh Andi Satya Adi Saputra, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim).

”Kelemahan komunikasi medis berisiko menciptakan salah paham yang bisa berdampak fatal. Pada akhirnya lanjut Andi Satya, kasus seperti yang viral beberapa hari ini seharusnya bisa menjadi bahan evaluasi menyeluruh bagi seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Kaltim, agar kejadian serupa tidak terulang kembali,” ungkapnya kepada Niaga.Asia, Sabtu (10/5).

“Jadi kembali lagi, soal sumber daya manusia (SDM) kita. SDM medis sering kali, karena mereka terlalu banyak pasien, terlalu capek dan lain sebagainya, komunikasi terhadap pasien itu menjadi tidak efektif,” ulangnya.

Ia mengungkapkan bahwa tekanan kerja yang tinggi membuat tenaga medis menjadi rentan melakukan kesalahan komunikasi. Penjelasan yang diberikan kepada pasien sering kali tidak lengkap, terburu-buru, bahkan terkadang terkesan tidak ramah.

“Kurang jelas dalam menyampaikan informasi kepada pasien, sering terburu-buru kalau sudah capek. Itu saya maklumi, karena tenaga medis itu salah satu yang kerjanya paling berat dan memang paling stres,” jelasnya.

Politikus muda yang juga seorang dokter ini menekankan bahwa meskipun tenaga medis menghadapi beban kerja berat, mereka tetap harus menjaga kualitas interaksi dengan para pasien yang ditangani. Komunikasi yang baik adalah pondasi pelayanan kesehatan yang manusiawi dan profesional.

“Karena saya tahu sendiri bagaimana tekanan menjadi seorang tenaga medis. Mereka harus bekerja dengan sebaik-baiknya karena ini kan bersangkutan dengan nyawa dan kesehatan manusia,” imbuhnya.

Andi Satya menjelaskan bahwa kasus dugaan malpraktik kerap bermula dari miskomunikasi atau minimnya penjelasan terhadap pasien. Pasien yang tidak paham tindakan medis yang akan dijalani, risikonya, dan alternatif yang tersedia, sangat mungkin merasa dirugikan atau bahkan trauma pasca perawatan.

“Seringkali pada saat-saat kita sudah terlalu capek, menjelaskan kepada pasien jadi kurang komunikatif, kurang bagus, kurang jelas, terkesan jutek. Itu baiknya jangan sampai seperti itu,” paparnya.

Dalam konteks pencegahan, ia menekankan bahwa semua prosedur medis harus benar-benar dikomunikasikan secara lengkap, dengan bahasa yang bisa dipahami oleh pasien.

“Supaya hal-hal ini tidak terulang lagi, komunikasikan semuanya dengan baik pada pasien, terutama terkait apa yang akan dilakukan, tindakan apa, risikonya, dan apa risiko apabila tidak dilakukan,” tegasnya.

Ditegaskan Andi Satya bahwa edukasi pasien sebelum tindakan medis merupakan hak yang tidak boleh diabaikan. Hal ini juga terkait langsung dengan prinsip etika kedokteran dan keabsahan informed consent.

Lebih jauh, Andi berharap agar rumah sakit di seluruh Kaltim tidak hanya mengejar kuantitas pelayanan, akan tetapi juga memperhatikan kualitas komunikasi antar pihak. Maka dari itu, ia pun menyerukan agar rumah sakit menjadi simbol pelayanan kesehatan yang prima dan humanis.

“Kita berharap ke depan rumah sakit menjadi garda terdepan pelayanan kesehatan yang baik dan prima untuk semua masyarakat Kaltim,” tutupnya.

Komisi IV DPRD Kaltim berkomitmen untuk mendorong perbaikan sistem pelayanan kesehatan di daerah, termasuk aspek komunikasi medis.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan | ADV DPRD Kaltim

Tag: